Penulisan digital menunjukkan adanya budaya literasi media baru yang menuntut budaya partisipastif. Budaya partisipatif ini menggeser fokus literasi, yang mana awalnya kegiatan menulis merupakan ekspresi suatu individu menjadi keterlibatan masyarakat.
Dalam literasi baru ini, hampir seluruhnya melibatkan keterampilan sosial yang dikembangkan melalui proses kolaborasi dan jaringan. Keterampilan tersebut dibangun atas dasar keaksaraan tradisional, keterampilan penelitian, keterampilan teknis, dan keterampilan analisis kritis yang diajarkan di kelas.
Cendekiawan dan guru yang menjadi pelopor dalam penulisan digital, yaitu Stuart Selber, Dnielle DeVoss, dan Dickie Selfe memanfaatkan pengalaman mereka untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang harus diperhatikan dalam menulis. Antara lain :
1. Pertama, keterampilan fungsional yaitu pengetahuan seputar teknis, seperti penyimpanan file, transfer file, aplikasi pengolah kata, database, skrip, pengkodean, dsb.Â
2. Keterampilan kritis yaitu pengetahuan pemahaman, seperti menulis, merevisi, dan mengedit melalui teks, grafis, suara, dan gambar.
3. Keterampilan retoris yaitu pengetahuan mengenai teknologi terbaik yang dapat digunakan untuk memfasilitasi penulisan digital.
Henry Jenkins dan rekannya di Project New Media Literacies berhasil mengidentifikasi keterampilan baru budaya pasrtisipatif, antara lain : Bermain, kinerja, simulasi, apropiasi, multitasking, kognisi terdistribusi, kecerdasan kolektif, penilaian, navigasi transmedia, jaringan, negosiasi, dan visualisasi.
Sumber :Â
DeVoss, D.N., Eidman-Aadahl, E., & Hicks. (2010). Because Digital Writing Matters: Improving student writing in online and multimedia environmentss. John Willey & Sons.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H