Matahari belum menampakkan keindahannya pagi itu. Mendung dan hujan gerimis disekitar rumah, membuat saya agak malas memulai aktifitas. Rasa kantuk tak tertahan karena pagi ini bangunnya lebih awal untuk menemani istri menyiapkan santap sahur. Suara kicauan burung tetangga membuat mata ingin dipejamkan sembari memeluk bantal guling. “Inikan tanggal merah bolehlah sesekali tidur lagi,” kata saya dalam hati.
Tanpa pikir panjang, saya kembali ke kamar untuk melanjutkan mimpi yang sempat terputus tengah malam tadi. Namun niat untuk kembali tidur terpaksa diurungkan karena mendapatkan banyak pesan dari beberapa kawan melalui WhatsApp (WA). Isinya macam-macam, satu diantaranya ada pertanyaan dari kawan yang kebetulan seorang birokrat. Kawan bertanya banyak hal tentang perbankan syariah (BS). Ia galau karena malam sebelumnya mendapat pencerahan dari seorang ulama bila sebaiknya muslim sejati itu menjauhi bunga bank. “saya terlanjur (berhutang di bank konvensional) tapi sudah niat untuk beralih ke yang lebih islami,” kata sahabat ini.
Percakapan berlanjut hingga menghilangkan rasa kantuk. Sayapun sangat responsive atas obrolan itu karena ternyata bukan hanya saya dan istri yang menginkan terlepas dari riba. Terus terang, saya dan istri tengah mencari jalan untuk segera bisa keluar dari jeratan riba atau bunga bank. Makanya kami berkomitmen untuk mengatakan Aku Cinta Keuangan Syariah. Kami telah memantaskan diri untuk menjadi bagian dari perbankan syariah baik sebagai nasabah maupun mitra yang saling menghargai.
Namun demikian hingga saat ini kami belum memutuskan untuk menutup rekening di bank konvensional dan beralih ke BS. Akan tetapi kami mulai mengenal bila dalam Islam itu sangat diperkenankan berinvetasi selagi memegang prinsip prinsip bagi hasil, jual-beli, dan sewa-menyewa. Selain itu hal yang penting pula adalah hubungan dengan nasabah dalam bentuk kemitraan. Artinya antara petugas bank dan nasabah sudah merupakan layaknya sebuah keluarga yang mementingkan musyawarah dan saling memotivasi.
Hal itu tentu sangat berbeda dengan saya ketika harus menjadi nasabah disebuah bank. Hingga belasan tahun menjadi nasabah, hampir bisa dikatakan tidak sekalipun petugas bank menayakan tentang pekerjaan dan segenap persoalan yang saya hadapi. Biasanya mereka hanya menghubungi manakala dana direkening saya tidak mencukupi untuk membayar cicilan. Padahal sebagai seorang nasabah sudah selayaknya mendapatkan sesekali pencerahan tentang bisnis terkini ataupun kiat memperluas jaringan usaha misalnya.
Kenal Lama dengan BS
Sudah cukup lama saya mendengar kata Perbankan Syariah (BS). Dulu sekali ketika masih remaja istilah bank syariah sangat lekat dengan Bank Muamalat. Bank konvensional saat itu masih menganggap investasi di perbankan syariah sebelah mata. Belakangan, istilah ekonomi syariah dan Bank syariah semakin sering didengar karena hampir semua perbankan nasional membuka layanan non riba itu termasuk bank pembangunan daerah. Meskipun sudah sangat sering mendengar itu, akan tetapi masih ada keraguan dalam diri akankan segera menutup tabungan di bank konvensional dan beralih ke syariah atau menjalankan kedua-duanya.
Kegalau itu timbul karena belum sekalipun mendapatkan penjelasan langsung dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Saya hanya sekilas mendapat penjelasan dari istri yang kebetulan tertarik dengan segala hal tentang hidup bersih tanpa riba. Juga secuil informasi saya dapati secara mandiri melalui media sosial. Akan sangat baik bila satu nanti, OJK Perbankan Syariah membimbing ke jalan yang benar melalui seminar, diklat dll. Saya makin galau ketika pekan lalu seorang marketer menyebut bank syariah itu belum tentu benar-benar menjalankan bisnisnya dengan cara islami.
Sistem bagi hasil yang diterapkan hanyala bagian dari memperhalus kata bunga sehingga sahabat tadi minta saya untuk berhati-hati untuk pindah ke bank yang konon berlabel halal itu. Karena dalam bank syariah sejatinya tidak ada lagi penyitaan jaminan ketika gagal bayar, benar-benar bebas bunga, bebas riba. Selain itu secara rutin bank seharusnya juga memberikan pencerahan pada nasabah terkait bidang usaha kekinian karena kita tahu islam itu sangat menganjurkan umatnya berjual-beli alias berwiraswasta. Pola kemitraan benar-benar diterapkan bukan hanya sebatas ketemu ketika berlangsung tanda tangan akad kredit.
Bank Syariah Vs Konvensional
Bila dilihat dari jumlah penduduk yang mayoritas Islam, sudah selayaknya layanan BS menjadi pilihan utama nasabah. Namun pada kenyataannya jumlah penduduk itu tidak segaris lurus dengan jumlah nasabah yang menabung di BS. Tentu sebuah fenomena yang layak ditelusuri, apa yang sesungguhnya terjadi. Apakah karena kurangnya sosialisasi, minimnya jaringan BS di pelosok, atau ada sebab lainnya. Semua kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Melalui tulisan ini saya mencoba untuk mengulik salah satu sebab bank konvensional masih menjadi pilihan utama para nasabah. Bank konvensional baik milik pemerintah maupun swasta melakukan promosi secara gencar melalui berbagai media sedangkan BS hanya memperkenalkan diri seadanya melalui majelis taklim, seminar bersama motivator dan sedikit pemasangan media promosi luar ruang. Sangat jarang saya menonton iklan BS. Sejatinya bulan puasa ini merupakan waktu yang tepat untuk lebih jauh menjangkau calon nasabah.
Berikutnya harus disadari pula jangkauan BS belum bisa menembus hingga ke pelosok desa padahal orang di kampung itu potensi menjadi nasabah cukup tinggi apalagi bila melihat label halalnya dari sebuah produk. Pengalaman saya ketika beberapa bulan yang lalu pulang kampung di Empat Lawang, Sumatera Selatan misalnya sangat susah untuk menemukan kantor kas BS ataupun konter mitra BS. Padahal di beberapa kecamatan seperti di Pendopo Barat, Muara Pinang sudah ada kantor bank konvensional. Seharusnya dimana ada bank konvensional maka disitu disiapkan pula layanan syariah.
Sebagai solusinya, perbankan syariah harus membuka kantor kas hingga ke pelosok negeri disertai pula dengan melakukan promosi secara massif melalui perguruan tinggi, tokoh agama, tokoh masyarakat. Selain itu BS jangan lupa untuk ‘mengikat’ nasabah lama dengan berbagai layanan ‘purna jual’ seperti tetap menjalin komunikasi secara intensif meskipun mereka bukanla nasabah aktif. Jangan biarkan mereka lari kembali ke bank biasa dengan alasan tidak adanya keuntungan apapun di BS.
Untuk mengatasi persoalan jaringan dan keterbatasan sarana serta prasarana perbankan di pedesaan, perbankan syariah disarankan untuk menggiatkan salah satu program andalan otoritas jasa keuangan (OJK) yaitu Laku Pandai atau Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif. Dengan melalui kerja sama dengan pihak lain yang disebut sebagai agen bank yang notabene merupakan warga desa, saya yakin BS akan semakin dikenal.
# iB BLOG COMPETITION
#OJK Perbankan Syariah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H