Belum lagi banyaknya lapo tuak, ya seperti warung kopi di melayu, tapi minuman utamanya di sini adalah tuak. Jika kalian tidak tahu tuak, ini adalah minuman beralkolol yang terbuat dari fermentasi nira, beras, dan bahan lainnya.Â
Terlepas dari beberapa perbedaan ini, saya menemui beberapa persamaan batak dengan minang atau melayu lainnya. Salah satunya adalah bentuk rumah khas Batak, yakni Rumah Bolon.Â
Di mana jika diperhatikan dari jauh, atap rumah khas Batak ini mirip dengan atap gonjong Rumah Gadang di Minangkabau. Rumah ini juga berbentuk panggung, bentuk umum rumah penutur bahasa Austronesia lainnya.
Suku batak juga menggunakan sistem kekerabatan patrilineal seperti banyak suku di Sumatera dan Indonesia umumnya. Penanda sistem kekerabatan Batak ini dinekal dengan marga, bahkan sekarang dalam suku Batak terdapat kurang lebih 500 marga. Tidak heran jika kemudian suku Batak menjadi suku terbesar ketiga di Indonesia.
Mungkin jika saya tinggal cukup lama di sana, saya akan menemukan persamaan ataupun perbedaan lainnya. Sayangnya perjalanan saya cukup terbatas karena waktu yang tidak banyak, sehingga belum banyak hal yang bisa saya eksplorasi.
Pengalaman di Danau Toba ini membuat saya semakin penasaran atas keragaman Indonesia. Setiap perjalanan mengajarkan sesuatu yang baru, sekaligus memperkaya wawasan saya akan indahnya hidup dalam keberagaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H