Masyarakat jagad media sosial Indonesia dibuat gerah dengan keinginan ketua PSSI, Iwan Bule masuk ruang ganti timnas menjelang final Piala AFF 2020. Banyak anggapan kelakuan Iwan tak penting dan bisa merusan konsentrasi pemain yang seharusnya sudah fokus menjelang final. Jelas alasan Iwan Bule tak lain memberi motivasi, sepertinya ia tak puas dengan hanya melakukan video call saja.
Tapi benarkah ruang ganti pemain itu haram bagi orang-orang luar untuk masuk?. Bagaimanapun Iwan Bule adalah Ketua PSSI yang sewajarnya dilihat sebagai figur bapak bagi semua football family terasuk Timnas Indonesia. Secara de facto dan de jure pun dia bukan politikus atau pejabat, tapi memang tak menampik kemungkinan adanya nada-nada sumir tentang hasratnya mengikuti jejak Edy Rahmayadi menuju kursi kepala daerah.
Sebenarnya pejabat atau politikus masuk ruang ganti tak hanya di Indonesia saja. Malah di Liga Indonesia politikus bisa duduk di bench atau malah masuk ke lapangan. Memang sepak bola dan olahraga adalah sarana batu loncatan terbaik untuk meraup suara, memberikan kesan peduli pada pahlawan-pahlawan bangsa sekaligus sportif. Jangan lupakan juga akar politis yang kental dalam pendirian PSSI, demi melawan sepak bolanya para kolonialis.
Ketika Inggris harus menerima Italia berpesta di Wembley final Euro lalu, ada orang penting non pemain atau pelatih yang masuk ruang ganti. Dia adalah Pangeran William yang turun langsung untuk menghibur hati para pemain dan staf dihinggapi lara. Duke of Cambridge ini memang menonton langsung dari tribun selama pertandingan.
Pangeran William pun secara resmi sebenarnya adalah Presiden dari The FA sendiri. Tapi dalam menjalankan kegiatannya, FA disetir oleh Chairman dan Chief Executive. Mirip-mirip lah dengan organisasi disini yang punya ketua dewan pembina dan punya ketua pelaksana/umum.
Contoh lain yang sangat terkenal adalah bolak-baliknya kanselir Angela Merkel masuk locker room Timnas Jerman sesusai pertandingan. Politisi Partai Persatuan Demokratik Kristen Jerman (CDU) itu sejak penyelenggaraan Piala Dunia 2006 sudah mendekati Timnas Jerman. Merkel semakin sering masuk setelahnya, bahkan kunjungan Merkel menjadi rutin ketika Piala Dunia 2006. Begitu banyak potret para punggawa timnas berfoto bareng ibu kanselir sambil bertelanjang dada.
Hasilnya Merkel pun punya image sebagai ibunya para pemain dan punya kesan dekat dengan timnas, apalagi di 2014 Jerman juara dunia. Partai CDU terus gagah dalam elektabilitasnya dan termasuk elektabilitas Merkel sendiri. Sayangnya Merkel tak datang di Rusia 2018, mungkin kalau dia datang dia bisa memberi pengiburan pada sang juara bertahan yang tak lolos fase grup.
Momen perayaan kemenangan timnas atau atlet memang sangat laku untuk diburu politikus. Sarana ngikut tenar dengan menempelkan mukanya besar-besar dalam spanduk selamat disertai senyum lebar dan tangan mengepal. Seolah mereka mebiayai 99% kebutuhan para atlet dalam berlatih dan bertanding.
Ada juga cerita ketika Selandia Baru bermain trengginas di  Piala Dunia Kriket 1992. Selandia Baru bukanlah nama besar di dunia olahraga para negara bekas jajahan Inggris ini. Namun secara mengejutkan mereka mampu mengalahkan tim-tim besar seperti Australia. Para politikus pun mengerubuti ruang ganti pemain demi berfoto untuk mendompleng nama mereka sendiri. Nahas langkah mereka selesai di semifinal, tuan rumah dikalahkan Pakistan.
Melihat sejarah setidaknya tak aneh bila ada sosok-sosok penting atau merasa penting masuk ke ruang ganti pemain. Tapi sekali lagi kita telaah Pangeran William dan Angela Merkel tak serta merta muncul sebelum pertandingan atau di jeda antar babak. Mereka berdua hadir di akhir laga, ikut berselebrasi atau menghibur para prajurit yang tertunduk lesu.
Waktu pergantian babak adalah waktu yang sangat krusial bagi tim. Disinilah ruang ganti punya politikusnya sendiri, lihatlah bagaimana Pep Guardiola dengan semangat berkobar memimpin briefing atau legenda hairdryer treatment milik Sir Alex Ferguson. Kalau Pak Iwan Bule punya bakat orasi sekelas Bung Karno, baru lah valid alasan 'menyemangati pemain' miliknya.
Kita pernah melihat keunggulan tiga gol AC Milan di babak pertama Final Istanbul kolaps seketika setelah pergantian babak. Ada kabarnya bahwa fokus dan konsentrasi merekasudah mengendur ketika merasa sudah unggul jauh. Tentu munculnya Pak Iwan Bule ini yang lebih lama menghabiskan karirnya di korps abu-abu coklat dirasa cuma memecah konsentrasi saja. Kunjungi saja mereka di hotel pak atau tunggu saja dengan sabar di Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H