Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bagus sebagai Asisten, Flop Saat Menjadi Headcoach

31 Agustus 2021   10:47 Diperbarui: 31 Agustus 2021   11:15 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jangan lupa, Arteta adalah seorang juara Liga Inggris (Oli Scarff/AFP via Getty Images )

Sudah menjadi rutinitas bagi klub di Liga Inggris untuk megirimkan representasinya untuk wawancara seusai pertandingan. Tak terkecuali bagi Pep Guardiola yang tentu sumringah setelah menggilas Arsenal lima gol nirbalas. 

Biasanya pertanyaan hanya seputar jalannya pertandingan ditambah beberapa selipan topik lain. Kali ini BBC Sports menanyainya perihal posisi Arteta yang di bawah ancaman

"He's above and beyond a good manager. The character, personality, the leading. He's incredibly beloved from all of us, we were sad when he left." Ya benar, Pep dengan segala dayanya membela rentetan hasil negatif Arteta bahkan memujinya sebagai manajer yang jempolan.

Sudah menjadi rahasia umum, salah satu alasan penunjukan Arteta sebagai manajer anyar Arsenal selepas pemecatan Unay Emery ialah posisi terdahulunya sebagai asisten Pep di City. Selain bahwa dirinya pernah memperkuat Laskar Meriam selama beberapa musim dan keterbatasan stok manajer yang tersedia.

Banyak cara mencapai posisi manajer atau pelatih kepala di sepak bola, salah satunya menjadi asisten terlebih dulu. Mourinho memulai karir kepelatihannya sejak mengikuti Sir Bobby Robson, kemudian nantinya Mou mengkader Andre Villas-Boas di Porto. 

Bahkan nama besar Bob Paisley dulunya tangan kanan Bill Shankly. Tapi tak sedikit pula para mantan asisten ini malah gagal mentas sebagai manajer.

Arteta tak sendirian di zaman kiwari ini. Sebelumnya Klopp memutuskan memulai kerja sama dengan asisten barunya, Pepijn Linders setelah berpisah dengan Zeljko Buvac. 

Linders sendiri tak lain asisten pada masa Brendan Rodgers yang sempat mencoba peruntungan sebagai menajer NEC Nijmegen tapi dipecat setelah gagal membawa promosi. Sebelumnya lagi ada Rui Faria, anak emas Mou yang juga hanya setahun bertahan sebagai pelatih kepala Al-Duhail.

Jika menilik prestasi Arteta semenjak musim lalu hingga pekan ketiga ini, tak menutup kemungkinan dirinya dapat dipecat dalam waktu dekat. Tapi kenapa begitu banyak dari para asisten ini yang akhirnya gagal menyamai nama besar para mentornya?

Ucapan Pep jelas sama sekali tak salah. Dia mendasari penilaiannya pada Arteta berdasar pengalaman mereka ketika bekerja sama, baginya memang Arteta adalah sosok pelatih berkelas. 

Namun jelas ada ngarai perbedaan yang begitu jelas antara peran manajer dengan asisten, pengambilan keputusan.

Mari kita lihat bagaimana rutinitas Sir Alex untuk menghadapi hari pertandingan. Pada penghujung karirnya, Sir Alex lebih banyak menyerahkan urusan persiapan tim dan latihan ke dua orang kepercayannya, Ren Meulensteen dan Mike Phelan. 

Mereka berdua akan menyajikan semua data dan pertimbangan strategi, barulah Sir Alex akan memutuskan siapa yang main diantara list nama yang dibawa mereka dan menetukan taktik pertandingan. Begitu sederhana dan rumit di waktu bersamaan.

Tugas manajer baru makin terasa ketika di hari pertandingan dengan segala adu taktik antar tim. Karena tugasnya yang saling melengkapi ini, biasanya manajer punya pasangan asisten kesayangannya sendiri. 

Sir Alex punya seabrek nama mulai Archie Knox, Queiroz, hingga McClaren (yang kesemuanya tak masuk jajaran elit). Simeone punya German Burgos yang sama-sama meledaknya. Tak ketinggalan Pat Rice yang begitu lama menemani Arsene Wenger.

Banyak yang menengarai faktor gagalnya melihat gambaran besar sebagai penentu limbungnya mantan asisten naik pangkat. Ketika dia sudah terbiasa dengan detil-detil latihan tiap pemainnya dan menyerahkan data pada sang bos, kemampuan pengambilan keputusan yang begitu penting bagi manajer tak terasah.

Sedikit dari jajaran manajer elit sekarang ini yang benar-benar melalui tahapan sebagai asisten. Pep langsung mengawali sebagai kepala pelatih tim B, Nagelsmann malah meloncat dari staf kepelatihan ke kursi utama, atau ada juga macam Conte yang membangun karirnya dari tim divisi bawah.

Banyak faktor yang bisa membawa kesuksesan bagi manajer. Apalagi di masa sepak bola modern ini peran struktural direksi di klub juga punya peranan atas kestabilan performa klub. 

Tapi agaknya kemampuan pengambilan keputusan inilah salah satu yang paling vital demi menunjang kesuksesan manajer. Seperti yang saya singgung di atas, peran antara asisten dan manajer disini sebagai saling melengkapi, komplementer.

Maka dari itu banyak yang bilang biang kerok runtuhnya kedigdayaan Manchester United dimulai ketika Moyes memutuskan mengganti seluruh staf pelatih dengan orang-orangnya sendiri. Terjadi lah gap kultural, karena selama ini para asisten lah penyokong keperkasaan Sir Alex. 

Tak mengherankan akhirnya di 2019 Ole Solskjaer kembali memanggil Phelan untuk menemaninya sebagai asisten manajer (lagi).

Banyak jalan menuju Roma, banyak jalan untuk menjadi manajer. Mungkin tak semua para asisten ini naik pangkat manjadi manajer, ada kalanya cara paling bijaksana memaksimalkan kemampuannya adalah tetap menjadi asisten, bekerja dalam bayang-bayang. Tak ada salahnya juga Arsenal apabila mau memakai cara ini. Tak usah memecat Arteta, beri salah perannya lagi seperti semasa di City.

Mungkin Beckham heran, bagaimana bisa Queiroz melatihnya lagi di Real Madrid (AFP via Chinadaily)
Mungkin Beckham heran, bagaimana bisa Queiroz melatihnya lagi di Real Madrid (AFP via Chinadaily)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun