Namun jelas ada ngarai perbedaan yang begitu jelas antara peran manajer dengan asisten, pengambilan keputusan.
Mari kita lihat bagaimana rutinitas Sir Alex untuk menghadapi hari pertandingan. Pada penghujung karirnya, Sir Alex lebih banyak menyerahkan urusan persiapan tim dan latihan ke dua orang kepercayannya, Ren Meulensteen dan Mike Phelan.Â
Mereka berdua akan menyajikan semua data dan pertimbangan strategi, barulah Sir Alex akan memutuskan siapa yang main diantara list nama yang dibawa mereka dan menetukan taktik pertandingan. Begitu sederhana dan rumit di waktu bersamaan.
Tugas manajer baru makin terasa ketika di hari pertandingan dengan segala adu taktik antar tim. Karena tugasnya yang saling melengkapi ini, biasanya manajer punya pasangan asisten kesayangannya sendiri.Â
Sir Alex punya seabrek nama mulai Archie Knox, Queiroz, hingga McClaren (yang kesemuanya tak masuk jajaran elit). Simeone punya German Burgos yang sama-sama meledaknya. Tak ketinggalan Pat Rice yang begitu lama menemani Arsene Wenger.
Banyak yang menengarai faktor gagalnya melihat gambaran besar sebagai penentu limbungnya mantan asisten naik pangkat. Ketika dia sudah terbiasa dengan detil-detil latihan tiap pemainnya dan menyerahkan data pada sang bos, kemampuan pengambilan keputusan yang begitu penting bagi manajer tak terasah.
Sedikit dari jajaran manajer elit sekarang ini yang benar-benar melalui tahapan sebagai asisten. Pep langsung mengawali sebagai kepala pelatih tim B, Nagelsmann malah meloncat dari staf kepelatihan ke kursi utama, atau ada juga macam Conte yang membangun karirnya dari tim divisi bawah.
Banyak faktor yang bisa membawa kesuksesan bagi manajer. Apalagi di masa sepak bola modern ini peran struktural direksi di klub juga punya peranan atas kestabilan performa klub.Â
Tapi agaknya kemampuan pengambilan keputusan inilah salah satu yang paling vital demi menunjang kesuksesan manajer. Seperti yang saya singgung di atas, peran antara asisten dan manajer disini sebagai saling melengkapi, komplementer.
Maka dari itu banyak yang bilang biang kerok runtuhnya kedigdayaan Manchester United dimulai ketika Moyes memutuskan mengganti seluruh staf pelatih dengan orang-orangnya sendiri. Terjadi lah gap kultural, karena selama ini para asisten lah penyokong keperkasaan Sir Alex.Â
Tak mengherankan akhirnya di 2019 Ole Solskjaer kembali memanggil Phelan untuk menemaninya sebagai asisten manajer (lagi).