Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Reece James Patut Diusir

29 Agustus 2021   10:39 Diperbarui: 29 Agustus 2021   10:58 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Azpilicueta hanya mampu melongo melihat James diacungi kartu merah (Mike Egerton/PA )

Setelah menjadi salah satu pahlawan di laga sebelumnya melawan Arsenal, dunia membalik peruntungan Reece James di Anfield. Keunggulan via sundulan Havertz seketika terbilas penalti Moh Salah akibat dirinya dianggap segaja menghalau bola dengan tagan secara sengaja. Tak perlu berlama-lama memelototi monitor VAR, Anthony Taylor mengacungkan kartu merah ke James. Orang yang sama mengirimkan assist ke sundulan Havertz, orang yang sama diusir sebelum babak pertama usai.

Hasil akhir memang sudah tak bisa diubah, Tuchel menutup rapat pertahanan Chelsea sekaligus menyegel satu poin dari lawatan ke Anfied. Namun perbincangan kartu merah James masih terus digulirkan, melebihi pembicaraan Xhaka yang beberapa jam sebelumnya juga dihadiahi kartu merah. 

Memang efek kartu merah James tak hanya mengurangi jumlah pemain, tapi sekaligus menghadiahi Liverpool penalti dan berujung gol. Seketika setelah pertandingan bermunculan pakar-pakar Laws of The Game bak cendawan di musim hujan, meski rata-rata belum pernah baca Laws of The Game.

Semakin kesini semakin banyak akun-akun media sosial atau twitter dalam hal ini yang mendedikasikan aktivitasnya untuk berbagai aspek di sepak bola. Kita bisa melihat kicauan @ruangtaktik atau @savagefootball yang setia membedah jalannya pertandingan dari pisau taktik pilihan pelatih. 

Ada juga akun media macam @PanditFootball atau @theflankerID yang pandai menyajikan sudut-sudut lain untuk menikmati laga. Belum lagi akun-akun pribadi seperti dari Kang Zen RS yang meski tak melulu membahas sepak bola, sabdanya masih ampuh.

Tapi dari sekian banyaknya akun football antusiasm itu nampaknya masih belum ada yang benar-benar berkecimpung dalam hal aturan main pertandingan. Wasit memang ada empat, satu berlarian dari gawang ke gawang, dua menyisir garis dan satu lagi sering kita lihat bertugas mengangkat papan pergantian pemain. Bahkan sekarang ditambah petugas review VAR di ruangannya sendiri, namun diluar semua itu sang pengadil utama lah yang memegang keputusan tertinggi.

Ketika desakan menggunakan VAR akhirnya dikabulkan oleh regulator kompetisi dan FIFA, kontroversi nyatanya tak punah. Mereka hanya berpindah dan menimbulkan dimensi baru dalam kontroversi pengambilan keputusan wasit. Akibat terbukanya tayangan ulang VAR yang ditonton wasit, segenap penonton sepak bola pun beramai-ramai ikutan menghakimi kejadian di VAR.

Kejadian James kemarin malam adalah buktinya. Banyak yang menyayangkan kartu merahnya James sebab bola terlihat terlebih dulu menyentuh paha James sebelum bergulir ke tangannya. 

Pada sisi lain menganggap gerakan tangan James alih-alih segera menjauhi bola, malah mendorong bola agar tak melewati garis gawang dan hal itu patut diganjar merah. Banyak yang menganggap Taylor terlalu terburu-buru mengambil keputusan sebab terlihat dirinya sebentar saja melihat monitor VAR.


Bagaimana pun juga otoritas hanya milik Taylor untuk menghakimi perbuatan James dan dia memilih mengusirnya ke ruang ganti. Tayor jelas bukan seorang mentalist yang bisa membaca pikiran orang lain, melalui keyakinan James mendorong bola sebagai gerakan sengaja yang diperkuat VAR membuat dia yakin akan keputusannya. Wasit memang tak bisa selamanya membuat keputusan benar, tapi mereka wajib 'ain hukumnya untuk yakin dengan keputusannya.

Masalah nantinya Chelsea mengusahakan banding untuk kartu merah ke FA adalah urusan lain di meja hijau. Hal seperti ini mengingatkan saya pada keputusan De Ligt 'menyapu' bola dengan tangannya ketika di Euro 2020 lalu. Bagi saya kesalahan James sama saja dengan De Ligt, bedanya James sekaligus menggagalkan bola melayang melewati garis. Suatu intervensi yang menurut saya sudah sangat patut diganjar usiran.

Salah seorang jurnalis kawakan yang juga pernah lama menetap di Inggris, mas Yusuf 'Dalipin' Arifin punya suatu insight menarik mengenai ini. Dalam olahraga kriket yang sering dipandang sebagai olahraga para golongan atas Inggris, seluruh pemain dengan lapang dada menerima setiap keputusan wasit. Bahkan seorang pemain bisa dengan suka rela keluar arena tanding jika ia berbuat kesalahan bahkan sebelum wasit dan lawan mengetahui kesalahannya. Sungguh suatu pengejawantahan gentlement yang luar biasa.

Tapi jangan harap hal seperti itu akan banyak ditemui di lapangan sepak bola. Apalagi di Italia.

Oh, jangan lupa juga kejadian Fariq Hitaba menganggap kelakuan Yevhen mengganggu penjaga gawang Persita di liga lokal juga sama memantik kicau sana-sini. Jika masih penasaran kenapa Taylor keukeuh mengacungkan kartu merah, monggo baca dan intepretasikan pasal ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun