Mohon tunggu...
Bloor
Bloor Mohon Tunggu... Lainnya - Masih dalam tahap mencoba menulis

Tertarik pada pusaran di sekeliling lapangan sepak bola. Belajar sejarah bukan untuk mencari kambing hitam

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Jerman Si Perusak Pesta: Mengantar Maradona Menuruni Panggung

24 Juni 2021   21:51 Diperbarui: 24 Juni 2021   22:00 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di Akhir, Jerman lah yang tersenyum. (Bob Thomas/Getty Images)

Tak ada orang begitu banyak didewakan secara global. Kalau pun ada biasnaya berkaitan dengan propechy dan pasti didudukkan dalam dimensi keagamaan yang lurus ke langit. Hal yang berbeda menghinggapi Diego Amando Maradona, dia tak pernah mensyiarkan ayat-ayat suci maupun membelah samudera. Tapi dia magis, dia membawa mukjizat yang tak usang dilahap zaman, membilas kegetiran dengan joy of football.

Era 1980an adalah masa puncak Maradona menancapkan dirinya sebagai jujukan mata penikmat sepak bola. Pria gempal pendek berambuk kriting asal Lanus itu dengan riang mengolah bola seolah baian integral dari kakinya sendiri. Di tahun-tahun emasnya, dia memutuskan Naples sebagai pusat kegembiraannya berpendar. Mengangkat harkat Napoli dan segenap semenanjung Italia selatan sekaligus memikul Argentina kepada puncak supremasi sepak bola dunia.

Jerman kali ini tak semudah ketika menjungkalkan Golden Team Hungaria 1954 atau Belanda masa jaya Cruyff, mereka harus puas hanya jadi pesakitan di dua final edisi sebelumnya. Datang sebagai juara bertahan di Argentina 1978, Jerman sudah harus pulang di fase grup kedua setelah hanya imbang lawan Italia dan Belanda serta malah kalah lawan Austria. Memperbaiki tim pada gelaran Piala Dunia 1982, Jerman kalah di final oleh Italia yang sedang pesakitan dijerat skandal Totonero. Timnas Italia 1982 terkenal dengan frasa silenzio stampa, pilihan allenatore Enzo Bearzot menjauhkan skuadnya dari wartawan termasuk tak ada sesi wawancara setelah pertandingan.

Jerman tak patah arang pada gelaran di Meksiko 1986. DFB mengontrak mantan kaptennya sendiri, Der Kaiser Franz Beckenbauer sebagai pelatih kepala setalah hasil memalukan tersingkir di fase grup Euro 1984. Hal yang cukup mengejutkan mengingat bagi Beckenbauer sendiri inilah kesempatan pertama ia melatih. Meski begitu Beckenbauer menjawab tantangan itu dengan mengantar Jerman ke partai puncak di kali pertama ia mengikuti turnamen akbar. Namun di dia ditumbangkan representasi Tuhan itu sendiri di lapangan hijau. Kaisar kalah dalam kesempatan pertama penaklukannya.

Bisa dibilang segala sudut semesta mendukung Maradona untuk juara di Meksiko 1986. Dia baru saja mengantar Napoli ke sepak bola kontinental setelah finis di tiga besar liga. Hal lainnya tentu saja gol tangan tuhannya yang diikuti Goal of The Century empat menit berselang yang bersarang di gawang Inggris kawalan Peter Shilton. Publik Inggris yang mengutuk gol pertama Maradona sebagai representasi keculasan dibuat hanya berdecak kagum nan takjub oleh gol keduanya.

Maradona dan membawa pulang trofi pada 1986. (David Cannon/Getty Images)
Maradona dan membawa pulang trofi pada 1986. (David Cannon/Getty Images)
Argentina masih superior di fnal meski sepanjang laga Maradona ditempel ketat oleh para defender Jerman. Meski Jerman sempat menyamakan kedudukan lewat dua kali skema sepak pojok, sodokan manis Maradona ke Burruchaga di penghujung laga mengubur impian Jerman juara ketiga kalinya dan kalah pada dua final beruntun. Beckenbauer harus menerima kenyataan dirinya sebagai orang yang kalah di final sebagai pemain di 1966 dan kali ini sebagai pelatih juga.

Menariknya kedua tim ini kembali bertemu di partai puncak Piala Dunia pada gelaran berikutnya di Italia, tanah kedua Maradona. Bilardo masih mengarsiteki Argentina, Beckenbauer juga masih mematih Jerman, Maradona kembali dipanggil menyusul performa impresifnya mengantar Napoli juara Serie-A dan Piala UEFA, begitu juga Lothar Matthaus yang pada 1986 sepanjang laga menempel ketat dirinya. Semua sama mungkin kecuali isi kepala Beckenbauer dan Bilardo.

Piala Dunia 1990 dikenal sebagai gelarannya yang paling defensif. Setelah membukukan 132 gol dengan rataan 2,54 gol per laga, catatan gol di 1990 jatuh ke 115 gol dan rataan gol per laga anjlok ke 2,21 sampai sekarang menjadi Pala Dunia paling minim gol per laga, ditambah rekor 16 kartu merah dan kartu merah pertama di laga final. Bilardo yang pada 1986 menjadikan Argentina bermain impresif, 'membiarkan' Maradona menyuguhkan mukjizatnya dan pemain lain sebagai support system menyulap tim Argentina 1990 bermain defensif. Hanya lima gol dalam tujuh laga.

Untuk mencapai final Brazil harus menempuh dua kali bermain hingga adu pinalti. Lawan Yugoslavia di perempat final dan tuan rumah Italia di semifinal. Ada hal unik ketika semifinal, dimana Maradona mengorkestrasi publik Naples sebagai venue pertandingan untuk mendukung Argentina alih-alih Italia sebagai negara mereka. Magis Maradona masih terasa meski sepanjang turnamen ia gagal mencetak satu gol pun.

Jerman yang mereka hadapi di final bukan lah yang mereka kalahkan empat tahun sebelumnya. Beckenbauer semakin mematangkan taktiknya dengan menjadikan trio Inter Milan (Matthaus, Brehme, Klinsmann) sebagai porosnya. Jalannya final masih agak sama bagi Matthaus dimana dia menempel Maradona kemana pun. Kali ini Jerman mengendalikan jalannya laga, duet Voeller dan Klinsmann gemar tebar ancaman ke gawang Sergio Goycochea. Argentina bermain defensif mengatsi gelombang serangan Jerman.

Adalah Pedro Monzon, nama pertama yang diusir di laga final setelah tekelnya membuat Klinsmann terpelanting di menit 65. Padahal Monzon baru dimasukkan Bilardo di babak kedua menggantikan Ruggeri. Sepanjang laga Argentina gagal sekali pun membuat peluang emas ke gawang Jerman, tercatat hanya satu tendangan mengarah gawang dan finalis pertama yang gagal mencetak gol. Mungkin Bilardo bertaruh mengalahkan pasukan Beckenbauer lewat skema adu pinalti, dimana mereka memenangkan dua laga dengan skema tersebut.

Nahas bagi Argentina, gelombang serangan yang dilancarkan Voeller pada sepuluh menit akhir laga menghasilkan hukuman pinalti setelah Sensini dianggap melanggar Voeller di kotak terlarang. Brehme sukses menjalankan tugasnya dan Argentina semakin meradang setelah Dezotti yang sudah mengantongi kartu kuning sejak awal laga diusir wasit Codesal setelah pelanggaran kerasnya ke Koehler. Protes keras Maradona hanya berbuah kartu kuning bagi dirinya. Jerman berhasil dalam misi balas dendamnya, trofi Piala Dunia berpindah tangan.

Di Akhir, Jerman lah yang tersenyum. (Bob Thomas/Getty Images)
Di Akhir, Jerman lah yang tersenyum. (Bob Thomas/Getty Images)
Meski dianggap beruntung menang lewat pinalti, Beckenbauer merasa timnya memang pantas menang. Berkaca pada tidak adanya ancaman berarti dari lini serang Argentina yang sepanjang laga gagal mengorganisir serangan dan kerap kehilangan penguasaan bola. Terima kasih kepada kapten Lothar Matthaus sang Terminator yang bermain ciamik menjaga roh permainan  Jerman sekaligus menihilkan Maradona. Argentina mengkhianati jalan joy of football sendiri dan harus takluk oleh permainan struktural Jerman. Empat belas tahun kemudian di 2014 mereka kembali bertemu di final, lagi-lagi Jerman yang mengangkat trofi.

Berkat laga ini Franz Beckenbauer ditahbiskan sebagai yang pertama memenangi Piala Dunia sebagai kapten dan pelatih. Penaklukan oleh Sang Kaisar berakhir manis. Selepas dari gelaran ini, karir Maradona terus anjlok, meski tetap dielu-elukan segenap khalayak sepak bola dan masih memperkuat Argentina di Piala Dunia 1994. Karir Internasionalnya akhirnya menemui akhir setelah dia digelandang di tengah laga ketika lawan Nigeria akibat kasus doping.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun