Kebijakan makroprudensial seperti rasio Loan-to-Value (LTV) bertujuan untuk mengatur besarnya pinjaman yang dapat diberikan oleh lembaga keuangan kepada pembeli properti. Kebijakan ini dirancang untuk mengendalikan spekulasi harga properti dan mencegah terjadinya gelembung aset yang bisa membahayakan stabilitas sistem keuangan. Namun, efektivitasnya dalam mengendalikan kenaikan harga properti di Indonesia masih menjadi perdebatan. Berdasarkan data yang dirilis oleh Bank Indonesia (BI), harga properti residensial pada triwulan IV 2023 menunjukkan tren kenaikan yang meskipun lebih rendah dari sebelumnya, tetap mencatatkan angka positif. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan LTV yang diterapkan belum sepenuhnya efektif dalam menahan laju kenaikan harga properti yang terus berlangsung di berbagai wilayah di Indonesia.
Tren Kenaikan Harga Properti pada 2023
Berdasarkan data dari Bank Indonesia, harga properti residensial primer pada triwulan IV 2023 tercatat mengalami kenaikan terbatas sebesar 0,25% secara triwulanan (qtq), lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 0,48%. Kenaikan harga properti pada berbagai tipe rumah menunjukkan pola yang serupa, meskipun dengan persentase yang berbeda. Rumah tipe kecil mengalami kenaikan harga sebesar 0,36% (qtq), tipe menengah 0,17% (qtq), dan tipe besar 0,25% (qtq). Angka-angka ini menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan dalam laju kenaikan harga properti, namun harga properti tetap menunjukkan tren positif, terutama di kota-kota besar seperti Pontianak, Padang, dan Surabaya.
Berdasarkan tren ini, kebijakan LTV yang bertujuan untuk membatasi jumlah kredit yang dapat diberikan untuk pembelian properti, tampaknya belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan kenaikan harga properti. Salah satu faktor yang mempengaruhi harga properti adalah inflasi yang terjadi dalam perekonomian. Kenaikan harga barang dan jasa secara umum, termasuk bahan bangunan dan upah pekerja, dapat mendorong harga properti naik, meskipun kebijakan LTV sudah diberlakukan.
Pengaruh Inflasi terhadap Harga Properti
Menurut beberapa penelitian, inflasi memiliki hubungan yang erat dengan harga properti. Seperti yang dijelaskan oleh Suseno dan Aisyah (2009), inflasi dapat menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum, yang pada gilirannya mendorong kenaikan harga properti. Hal ini dapat memperburuk indeks harga properti residensial (IHPR), yang menggambarkan tren harga properti secara keseluruhan. Ketika inflasi meningkat, biaya pembangunan dan pembelian properti juga akan meningkat, sehingga harga properti pun terpaksa mengikuti.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan bahwa inflasi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi sektor properti. Kenaikan harga rumah, yang dipicu oleh inflasi, membuat akses terhadap properti semakin sulit bagi mayoritas masyarakat. Kenaikan harga properti ini tercermin dalam data IHPR yang menunjukkan peningkatan signifikan setiap kuartalnya, yang pada akhirnya meningkatkan kesulitan masyarakat untuk membeli rumah.
Keterbatasan Kebijakan LTV dalam Mengendalikan Harga Properti
Meskipun kebijakan LTV bertujuan untuk membatasi jumlah pinjaman yang dapat diberikan oleh bank untuk membeli properti, kebijakan ini tidak selalu efektif dalam menahan laju kenaikan harga properti. Hal ini karena, seperti yang diungkapkan oleh Fanama dan Pratikto (2019), sektor properti tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat suku bunga atau ketersediaan kredit, tetapi juga oleh faktor eksternal seperti inflasi dan permintaan pasar.
Meskipun LTV dapat menekan daya beli calon pembeli properti, kenyataannya permintaan terhadap properti, terutama di kota-kota besar, terus meningkat. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk, urbanisasi yang semakin tinggi, serta kebutuhan akan tempat tinggal yang semakin besar. Sebagai tambahan, properti juga semakin dilihat sebagai instrumen investasi, bukan hanya sebagai tempat tinggal. Seiring dengan meningkatnya minat investasi di sektor properti, permintaan tetap tinggi meskipun kredit lebih sulit diperoleh, sehingga harga properti tidak dapat dikendalikan hanya dengan kebijakan LTV.
Pertumbuhan Kredit Properti dan Pengaruhnya terhadap Sektor Ekonomi
Berdasarkan data yang tersedia, total nilai kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) pada triwulan IV 2023 tumbuh sebesar 12,17% secara tahunan (yoy). Angka ini menunjukkan bahwa meskipun kebijakan LTV diterapkan, sektor properti tetap mencatatkan pertumbuhan yang signifikan. Bahkan, pertumbuhan kredit ini relatif stabil jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,32% (yoy). Penyaluran KPR dan KPA secara triwulanan juga meningkat sebesar 2,63% pada triwulan IV 2023, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 4,93% (qtq).
Kebijakan LTV mungkin berhasil untuk menahan laju kredit di sektor properti, namun kenyataannya, sektor properti masih menjadi motor penggerak penting dalam perekonomian Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Khoirudin (2017), indeks harga properti residensial memiliki pengaruh positif terhadap permintaan kredit properti. Masyarakat yang membeli rumah tidak hanya memenuhi kebutuhan tempat tinggal, tetapi juga melihat properti sebagai bentuk investasi yang dapat memberikan keuntungan di masa depan. Dengan demikian, meskipun kebijakan LTV dapat membatasi kemampuan pembeli untuk mendapatkan kredit lebih besar, permintaan terhadap properti tetap tinggi karena banyak yang melihatnya sebagai investasi yang menguntungkan.
Kesimpulan: Evaluasi Kebijakan LTV dan Tantangan Mengendalikan Harga Properti
Meskipun kebijakan LTV bertujuan untuk mengendalikan harga properti dan mencegah terjadinya gelembung properti, efektivitasnya dalam menahan laju kenaikan harga properti di Indonesia masih terbatas. Kenaikan harga properti yang terjadi di berbagai wilayah, meskipun lebih terbatas dibandingkan sebelumnya, menunjukkan bahwa faktor-faktor eksternal seperti inflasi dan permintaan pasar tetap memiliki dampak besar terhadap sektor properti.
Selain itu, sektor properti juga dipengaruhi oleh faktor investasi, di mana properti semakin dilihat sebagai instrumen yang menguntungkan bagi sebagian masyarakat. Oleh karena itu, kebijakan LTV harus dipandang sebagai salah satu alat di antara berbagai instrumen makroprudensial lainnya yang perlu dipadukan dengan kebijakan moneter dan fiskal yang lebih holistik.
Ke depan, untuk lebih efektif mengendalikan harga properti, perlu ada kebijakan yang lebih komprehensif yang tidak hanya melibatkan pembatasan kredit, tetapi juga memperhatikan faktor inflasi, ketersediaan lahan, dan perkembangan demografi. Sehingga, sektor properti bisa berkembang secara sehat tanpa menimbulkan dampak negatif terhadap stabilitas ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H