"Brimob pembantu tentara dalam menghadapi musuh. Apabila terjadi peperangan, Brimob membantu TNI dalam melawan musuh-musuh negara" begitulah komentar Jenderal Murad Komandan Brimob dalam menjelaskan pengadaan senjata pelontar granat brimob polisi yang diamankan tentara di kargo Bandara Soekarno-Hatta tepat pada tanggal tragedi 30 September 2017.
Jujur saya merasa aneh mengapa dalam menjelang tahun pemilu 2018 dan menjelang pensiunya para Jenderal, Laksmana serta Marsekal sebagaimana umumnya ada pergantian atau penahanan jabatan para bintang polisi dan TNI yang menjadi topik bahasan adalah senjata. Jenderal Gatot sepertinya ingin TNI menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata berat Indonesia. Faktanya brimob polisi dari jaman polisi istimewanya Jenderal Jasin sampai mobil brigade, resimen pelopor hingga brigade mobil sudah punya persenjataan lebih berat dan lebih mutakhir daripada polisi biasa bahkan pernah beberapa kali persenjataanya lebih bagus daripada TNI. Sampai ada candaan dikalangan orang awam kalau melihat brimob pasti bilang bukan polisi biasa.
Apa salah dan dosa Brimob Polri sehingga kalangan tertentu terutama TNI melalui statemen Jenderal Gatot akan senjata terkesan baper dan sangar?Â
Ini sungguh aneh karena momen perang saudara belum dan yang lalu sudah lewat jauh, pembaca tentu masih ingat kasus perang TNI AD dan Brimob satuan Batam Kepulauan Riau yang melukai bahkan menewaskan masing-masing pihak. Ketika itu ada perdamaian kedua belah  pihak dan sanksinya penahanan serta pemecatan oknum namun sepertinya satuan-satuan yang terlibat masing-masing  diupgrade ke tingkat tempur yang  lebih  tinggi atau istilah awamnya disekolahkan. Seharusnya kalau Jenderal-jenderal beneran mau perang saudara sebaiknya buka  saja luka lama kasus-kasus dulu dari sejarah bentrok TNI-Polisi.Â
Melihat karakter Jenderal Tito dan Jenderal Gatot Jadi saya yakin isu senjata ini hanya bersifat politis daripada emosional namun melihat Jenderal Murad Komandan Brimob yang gagal menjaga  kedisiplinan anaknya yang terlibat kasus penganiayaan taruna akpol serta pengakuanya sendiri di media bahwa brimob tidak semua otaknya lurus masih ada yang bengkok membuat saya meragukan hubungan TNI-Brimob yang belakangan memanas sampai hari ini tentu sekarang perang urat syaraf karena masing-masing pihak beda pendapat soal senjata.
Masalah persenjataan brimob saya rasa sudah jadi rahasia umum semua sipil dan militer Indonesia. Perlakuan khusus kepada brimob memang kebanyakan pada alasan historis atau sejarah serta senioritas. Para pakar militer dan sejarawan semuanya sepakat bahwa ketika Indonesia berjuang sampai awal kemerdekaan satu-satunya satuan tempur alias satuan militer bersenjata lengkap dan siap berperang merupakan milik polisi istimewa kini brimob dibawah pimpinan Jenderal Jasin. Saking gagahnya brimob  pada jaman dulu lebih kepada satuan elit Indonesia seperti kopasus kalau  jaman sekarang bahkan sang bapak TNI Jenderal Sudirman sering memakai jasa brimob buat gebuk oknum anak TNI yang bandel seperti kasus Mayor Sabarudin Jawa Timur. Singkat kata, keberadaan brimob ini lebih tua  daripada TNI dan polisi Indonesia itu sendiri serta senjatanya  memang lebih powerfull. Bahkan paska g 30 s dan PKI, praktis TNI AU dan TNI AL menjadi keropos karena senjatanya dari Blok Timur (Soviet dan  sekutu  komunisnya) sudah diamankan oleh Pak  Harto sehingga otomatis kekuatan bersenjata pada orde baru berada pada resimen pelopor kini Brimob dan TNI AD. Setelah reformasi juga brimob masih diijinkan memakai senjata berlaras panjang khas satuan tempur namun sayang kini menjadi problem.
Masalah alat angkutan atau kavaleri saya rasa juga sudah jadi rahasia umum semua sipil dan militer Indonesia. Secara umum kekuatan brimob memang lebih lemah daripada TNI AD yang punya Tank  dan alat angkutan yang banyak. Secara khusus terutama alat angkut  saya rasa  brimob lebih menang karena  kebanyakan truk angkutan brimob usianya lebih muda kekurangan truk hanya dikapasitas yang  lebih sedikit.  Alat angkut  TNI AD menang pada  kapasitas yang lebih muat banyak sedangkan usianya lebih tua. Alat penunjang  tempur seperti panser milik brimob pun memang lebih kecil karena pakai  buatan lokal panser anoa pindad. Selain itu silahkan pembaca tambahkan sendiri karena saya anggap sudah sama-sama tahulah. Singkat kata alat angkutan atau kavaleri brimob lebih sedikit, kecil namun kebanyakan usianya masih muda.
Masalah personil atau skill keahlian atau man behind the gun saya rasa juga sudah jadi rahasia  umum semua sipil dan militer Indonesia. Secara umum kekuatan brimob  memang lebih lemah daripada TNI yang punya banyak satuan elit dan korps khusus tempur. Soal pengalaman misi harus diakui karena usia brimob memang tua otomatis pengalaan tempur dan non tempur satuan ini paling banyak. Soal pelatihan dasarhampir mirip bahkan bisa dikatan sebelas dua belas dengan tentara. Buktinya  beberapa kasus  perang saudara kecil-kecilan masa lalu antara TNi dan Brimob masih bisa mengimbangi sehingga  membuktikan  kedua belah pihak sama-sama mematikan. Kasus kerjasama atau misi bersama juga tak kalah sukses sehingga terbukti sama-sama handal.Â
Masalah keuangan atau gaji ini juga sudah jadi rahasia umum semua sipil dan militer. Secara umum brimob lebih kuat daripada TNI karena ruang lingkup tugas keamanan lebih luas sedangkan  ruang lingkup tugas TNI mengecil karena hanya fokus pada  pertahanan. Status TNI sebagai militer resmi membuat anggota sulit bergerak melakukan wirausaha dan hanya  fokus pada pertahanan  yang sayangnya anggaran Indonesia soal ini masih  MEF alias minimum force. Status brimob sebagai para atau semi militer alias sipil membuat anggota masih bisa wirausaha. Masalah udara atau dirgantara serta masalah maritim atau laut jelas TNI lebih unggul dari brimob tak perlu saya bahas lebih jauh.
Saya kira orang awam akan sepakat  apabila brimob dijelaskan statusnya. Sudah jadi rahasia umum kalau brimob tetap berada di kepolisian akan menimbulkan banyak ganjalan. Standar  brimob yang memang sejak dulu sudah menjadi pasukan tempur  bukan pasukan penjaga seperti kepolisian. Jargon kepolisian yang menekankan polisi humanis amat sangat tidak cocok dengan budaya brimob yang semi militer dan para militer serta seragam loreng yang dikenakanya. Alangkah baiknya wacana angkatan kelima atau keempat yang sempat menghangat karena isu g30s dan pki diterapkan kepada brimob saja.
Kalau brimob jadi Militer apakah ada contohnya? Oh ya Ada dong