Mohon tunggu...
Reza Nurrohman
Reza Nurrohman Mohon Tunggu... Wiraswasta -

manusia yang terus bertumbuh. tidur dan makan adalah hal yang lebih menyenangkan sebenarnya namun berkerja merupakan kewajiban saya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membedah Sejarah Kelam AURI TNI AU Paska Tragedi 1965

20 September 2017   23:48 Diperbarui: 21 September 2017   00:35 42349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi 1 Oktober 1965, Panglima Udara Marsekal AURI OMAR  DANI menyiarkan 4 poin pernyataan  penting kepada publik. Jika dilihat secara sepintas, pernyataan yang disampaikan Omar Dani  tersebut mengesankan dukungannya terhadap pihak pelaku G 30 S. Sejak saat itu terjadi "bully" kepada  keluarga besar AURI kini TNI AU mulai dari diludahi sampai ditabrak. Mengutip pidato Suharto saat penemuan  jenazah Jenderal  TNI AD yang dibunuh, Suharto menyatakan, "Tidak mungkin oknum-oknum Angkatan Udara  tidak ada hubungan dengan peristiwa ini... Saya berharap anggota patriot  Angkatan Udara membersihkan anggota Angkatan Udara yang terlibat  petualangan ini,"

Persaingan Internal Militer atau Rival Angkatan

TNI sebagai lembaga militer ketika itu bernama ABRI terdiri dari 4 Angkatan termasuk Kepolisian. Berdasarkan hirarki jabatan masing-masing anggota dari 4 Matra merupakan kolega, keluarga sekaligus pesaing untuk posisi Panglima ABRI yang membawahi 4 Angkatan. Setelah G 30 S PKI menyebabkan gugurnya Jenderal Ahmad Yani sebagai orang nomor satu TNI AD otomatis menjadikan jalan tol Jenderal Suharto sebagai Pangkostrad dengan posisi orang nomor tiga TNI AD untuk naik ke puncak. Sayang beberapa waktu sebelum peristiwa  itu  orang nomor dua TNI AD Jenderal Gatot Subroto meninggal. 

Praktis saingan Jenderal  Suharto menuju puncak hanya tinggal Udara, Laut dan Kepolisian. Ironisnya Laut ada konflik internal antara Ali Sadikin, Martadinata, Yos Sudarso dan Hartono. Kepolisian pun sama saja ada konflik internal. Jamak kita dengar ketika itu perwira saling protes atas pengangkatan koleganya sebagai pimpinan kepada Presiden Sukarno sebagai penguasa tertinggi sehingga ada yang dipertahankan dan dibatalkan. 

Maklum saja tahun 1960 an Indonesia masih muda dan tentaranya dulu banyak yang dari laskar atau milisi sipil jadi belum cukup pendidikan profesional tentaranya. Tinggal Udara  yang kompak sejak awal berdiri, mungkin faktor keahlian terbang butuh orang-orang berpendidikan ahli yang profesional sehingga jarang ada konflik internal. kalau kita orang awam cermati melalui posisi militer sejak jaman Jenderal Sudirman dan Marsekal Udara Suryadarma memang dekat. Jaman perang ganyang Malaysia pun sempat terjadi persaingan posisi antara Jenderal Suharto dengan Marsekal Udara Omar Dani untuk panglima kolaga.  

Persaingan militer tidak lepas dari sejarah panjang tentara. Dalam konfrontasi menghadapi Malaysia, Presiden Soekarno memperoleh pelajaran penting dari keberhasilan Operasi Trikora yang telah mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi. Dalam operasi semacam ini terlihat pentingnya keunggulan angkatan laut dan angkatan udara. Jangan lupa trikora juga  menewaskan salah satu calon terkuat Panglima Laut atau Laksamana yaitu Yos Sudarso. 

Sempat ada konflik antara matra laut dan matra udara, saling menyalahkan karena dianggap kurang mendukung. Kondisi matra udara dan darat pun malah jadi mesra karena keberhasilan penerjunan pasukan terjun darat dari pesawat udara sehingga menghasilkan calon-calon Jenderal masa depan TNI AD dan calon-calon Marsekal masa depan TNI AU. Dampaknya posisi Suryadarma tergeser sebagai penasihat militer presiden dan secara tidak langsung sudah masuk kotak. Posisi Panglima ABRI praktis tertutup digantikan oleh Marsekal Udara Omar Dani.

Nasib mantan  Panglima  AURI Marsekal Udara  Suryadarma setelah  menjabat penasihat  militer Presiden juga tak aman. Masih hangat peristiwa kematian Kommodor Yos Sudarso di Laut  Aru bertambah pula  dengan kelakuan  salah satu anak didiknya yaitu Daniel  Maukar  yang  menembaki istana negara dengan pesawat tempur. Praktis TNI  AU juga kehilangan salah satu penerbang  terbaiknya hasil tangan dingin Suryadarma. Tragedi 1965  juga  semakin  menyudutkan bapak AURI ini  karena  dianggap lalai mendidik anak militer udaranya ke jalan yang benar. Loyalis  Sukarno seperti Soebandrio dan Hanafi dalam buku mereka juga menyalahkan Suryadarma sebagai penasihat yang jarang memberikan  masukan  apabila tidak diminta. Idealnya suka atau tidak suka harus sering datang  ke Istana agar 1965 tidak terjadi namun nasi sudah menjadi bubur sang  bapak udara harus melihat anaknya jatuh.

Ada apa di balik keluarnya pernyataan Omar  Dani tersebut ?  Dalam  bukunya, Tuhan Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku, Omar Dani mengungkapkan bahwa ia memang mendapat informasi dari stafnya yang  bernama Heru Atmojo bahwa pada 30 September 1965 akan terjadi gerakan  pembersihan terhadap perwira-perwira korup di lingkungan TNI AD,  tetapi ia sendiri belum tahu siapa para perwira yang dijadikan sasaran  operasi tersebut. 

Omar Dani mengakui bahwa keluarnya pernyataan tersebut  terlalu tergesa- gesa, ia mengira G 30 S hanya operasi biasa yang  tidak berujung pada pembunuhan sejumlah perwira tinggi AD. Dampaknya beliau ditahan dan pernah dihukum mati namun diganti hukuman seumur hidup. Beliau bahkan pernah dihapus dalam sejarah militer TNI dan fotonya baru dipajang kembali ketika masa reformasi.

Dalam buku Menguak Misteri Sejarah, Sejarawan Asvi Warman Adam bercerita betapa mobil para personel Angkatan Udara ditabrak  jip-jip Resimen Para Komando Angkatan Darat. Istri-istri anggota AURI  yang berbelanja di pasar di luar Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pun  ikut diejek. Bahkan para calon prajurit atau kadet taruna mengalami pembullyan. Tercipta stigma negatif masyarakat kepada keluarga besar AURI bahkan ada anggapan matra Udara sebagai kasta terendah. 

Dalam majalah Angkasa TNI AU pun berkali-kali diceritakan pengalaman pahit itu, salah satunya kekecewaan prajurit udara atas pemusnahan alutsista dari blok timur seperti Soviet kini Rusia demi mendapat alutsista  blok barat seperti  Amerika. Tercatat dalam buku Dari Gestapu sampai reformasi, pakar militer Salim Said menyatakan bulan madu Suharto dengan barat pun tak bertahan lama. Sejak Jimmy Carter naik hubungan barat-Indonesia memanas sehingga Jenderal Moerdani sebagai Panglima ABRI menjalankan misi rahasia beli alutsista dari negara kedua atau bahasa gaulnya barang second bahkan beli pesawat  sampai ke Israel.

Sejak Omar Dani dipenjara dan digantikan Sri Mulyanto Herlambang sampai sekarang sepertinya matra udara Indonesia melemah. Hal senada diungkapkan Sejarawan Asvi Warman Adam "Sebelum 1965, Angkatan Udara Indonesia  sangat kuat dan amat disegani di Asia Tenggara, bahkan Asia. Pada masa  Soeharto, Angkatan Udara menjadi anak tiri dan Angkatan Darat  dinomorsatukan,"

Ironisnya selama Presiden Suharto berkuasa seolah-olah AURI atau TNI AU berdiam diri saja  terkesan "nrimo". Curhat pun hanya dilakukan internal dan kalau orang awam seperti kita mau jeli dalam majalah TNI AU seperti Angkasa sering beredar kegalauan itu. Namanya konsumsi "keluarga kecil" tentu "keluarga besar" dan "tetangga" tak tahu apa-apa. 

Baru Tanggal 9 November 1999 diluncurkan buku Menyingkap Kabut Halim 1965 (Sinar Harapan, 1999). Ini merupakan upaya Perhimpunan Purnawirawan AURI untuk menceritakan apa yang terjadi di PAU Halim Perdanakusuma pada hari-hari sekitar 1 Oktober 1965. Tiupan angin segar reformasi telah menggugah sebagian purnawirawan AURI, pelaku sejarah sekitar 1 Oktober 1965 untuk menguak kabut di pangkalan angkatan udara tersebut, sehingga memberi informasi baru kepada publik yang selama ini didominasi oleh versi tertentu peristiwa pahit tersebut yang cenderung memojokkan angkatan udara kita.

Singkatnya, tulis buku ini, berbagai friksi yang muncul dalam Kolaga, sedikit banyak ikut mewarnai iklim politik selama prolog G30S, sehingga hal tersebut dimanfaatkan PKI untuk semakin mempertentangkan elit politik di sekitar Presiden Soekarno, termasuk pimpinan angkatan bersenjata 4 Angkatan. buku ini juga mengingatkan bahwa sebagai perwira yang terbilang muda ketika dilantik menjadi Men/Pangau, maka Omar Dani merasa patut memberi komitmen kepada Bung Karno. Lagi pula Presiden Soekarno juga memberi kesempatan kepada AURI untuk ikut mengambil peranan politik, yang selama ini hanya dijalankan angkatan darat. Kisah Omar Dani ini memang mirip kisah Jenderal Hartono dari Marinir Angkatan Laut. Angkatan Laut terutama Marinir pun kemudian bernasib sama dengan Angkatan Udara.

Film penghianatan g 30 s/PKI pun semakin menyudutkan keluarga besar angkatan udara. Sejarah Indonesia mencatat bahwa penghentian tayangan film tersebut juga atas jasa tokoh udara Indonesia. Upaya Mantan Panglima Udara Marsekal Saleh Basarah melakukan lobby sana sini untuk menyetop apa yang dianggap fitnah bagi AURI kini TNI AU pun berhasil. Gayung pun bersambut sejak dihentikanya film perlahan tapi pasti image masyarakat terhadap militer Udara semakin membaik.

Lubang Buaya wilayah Bandara Halim TNI AU Atau wilayah Kodam Jaya TNI AD

Kehadiran Presiden Sukarno di PAU Halim Perdanakusuma pada 1 Oktober 1965 bersama menteri dan para pejabat terkait termasuk Aidit  Ketua PKI yang juga menjabat Menteri, meskipun atas kehendak sendiri dan sesuai dengan standard operating procedure Resimen Tjakrabirawa, memperkuat dugaan adanya keterlibatan AURI, karena dikait-kaitkan dengan apa yang disebut Lubang Buaya dan PKI. 

Ironis saat yang sama Syam ketua biro khusus PKI, Brigjen Suparjo, Kolonel Latief dan Letkol Untung sempat menggunakan rumah perwira Udara yang berhasil terpengaruh PKI. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, AURI kini TNI AU melayani penerbangan atau pelarian tokoh PKI yang ketika itu menjabat juga sebagai menteri dan pejabat seperti Aidit sehingga semakin meguatkan tuduhan itu. Ibaratnya seorang pacar dituduh selingkuh karena ketahuan memberikan tumpangan pada rekan kerja. Sakit kan?

Kembali soal Lubang Buaya. Fenomena beda tafsir ini juga menyeret perdebatan akademisi /pakar luar negeri seperti John Roosa dan Wiltman. Versi populer menyatakan desa Lubang Buaya yang dijadikan latihan sukarelawan ganyang malaysia berada dalam kawasan lapangan terjun PAU Halim TNI  AU. Pendapat ini tidak sepenuhnya benar, juga tidak sepenuhnya salah.

Kenapa benar?

Pertama, Omar Dani melalui bukunya dan buku purnawirawan AURI menyatakan Angkatan Udara berinisiatif melatih sukarelawan front perjuangan karena menggagap Angkatan darat tidak serius membantu perang  melawan malaysia.  Pendapat  ini  dikuatkan  oleh buku kesaksian Soebandrio, mantan wakil perdana  menteri, orang kedua Indonesia, orang pertama Intelijen  BPI.  Hal Senada juga dinyatakan Tempo dalam artikel rahasia-rahasia Jenderal  Ali Moertopo yang kemudian menjadi orang pertama Intelijen selama kekuasaan presiden Suharto. 

 Kedua, Syam ketua biro khusus PKI melalui kesaksian dalam sidang mahkamah militer luar biasa menyatakan PKI memanfaatkan pelatihan milisi sukarelawan perang malaysia sebagai bentuk pelatihan kader PKI agar dapat meniru Mao dari PKC dalam merebut kekuasaan negara Cina. Hal Senada juga dinyatakan Tempo dalam artikel tokoh bangsa dari haluan kiri garis keras alias radikal soal Nyoto, Syam dan Aidit.   Teori Aidit yang dipresentasikan kepada PKC Cina dan  PKU Soviet bahwa  30 persen  dukungan  cukup untuk berkuasa dan pernyataan Soebandrio soal sumbangan 1,5 senjata kepada Indonesia secara cuma-cuma serta penolakan 4 Angkatan kepada gagasan Angkatan ke 5 yangoleh Aidit diusahakan menjadi kaum Tani dan Buruh  bersenjata seperti PKC  Cina  menguatkan kebenaran ini.

Kenapa Salah?

Pertama, AURI Omar Dani melalui bukunya dan buku purnawirawan AURI menyatakan lapangan terjun Lubang Buaya  milik TNI AU berada jauh dari Desa Lubang Buaya Tempat  pelatihan sukarelawan  perang Malaysia. Jadi ada  2 nama tempat  lubang buaya, nama lapangan terjun kini jadi lapangan golf dan desa lubang buaya kini jadi museum lubang buaya. Kedua, masih menurut Omar Dani dan AURI bahwa RPKAD kini kopasus dan Yon 454/Raider yang  ditugaskan  ke desa lubang  buaya  malah  nyasar dan  perang dilapangan  terjun yang dekat halim.

Hampir Terjadi Perang Saudara TNI AU dan TNI AD

Komodor Udara Leo Wattimena mengirim perintah kepada Kolonel Sudarman, Komandan Wing Ops 002 PAU Abdurachman Saleh. Isi perintahnya adalah untuk mengirimkan dua P-51 Mustang, dua pembom B-25 Mitchel dan sebuah Catalina. Maksudnya untuk menghadapi RPKAD dan Kostrad yang akan masuk ke Halim untuk menjaga fasilitas Negara. Aksi TNI AU ini menadapat reaksi berbeda TNI AD.  

TNI AD menganggap TNI AU mendukung G 30 S seperti 4 pernyataan Omar Dani paska tragedi 1965. Apes  memang maksud Omar Dani menenangkan keadaan dan anggap tragedi 1965 hanya masalah internal TNI AD dianggap  tidak  peka serta pernyataan perang. TNI AD khwatir  TNI  AU melakukan  pemboman  kepada TNI  AD maka  Kolonel  Sarwo  Edhie pun menyerang halim yang anehnya  malah dihadang  Yon 454 TNI AD yang ingin mempertahankan Bandara Halim. Rumit? memang ibarat ngajak perang satu kota tapi di lokasi malah ketemu teman satu kecamatan sekota yang memihak lainya.

Ketika Hercules yang membawa Omar Dani dan Leo Wattimena baru mengudara, diperoleh hubungan komunikasi dengan Laksamana Muda Udara Sri Moeljono Herlambang, waktu itu menjabat Menteri Negara diperbantukan pada Presiden, yang tengah dalam perjalanan kembali dari Medan dengan Jetstar. Men/Pangau meminta Herlambang membantu mengamankan Halim. Mendekati Halim, Jetstar itu bahkan ditembaki beberapa kali oleh artileri pertahanan udara Angkatan Darat. Namun pesawat akhirnya lolos dan selamat mendarat di Halim.
Setelah mendapat laporan dari Deputi Operasi Men/Pangau Komodor Udara Dewanto bahwa RPKAD akan menyerang Halim, Laksda Herlambang memerintahkan agar pasukan yang mempertahankan pangkalan menyandang senjatanya sebagai isyarat bahwa mereka tidak menghendaki konflik. 

Perkembangan ini membuat Komodor Udara Dewanto memutuskan untuk mengetahui situasi yang ada di sekitar Halim dan di Jakarta. Dengan ditemani ajudan Kapten Udara Willy Kundimang, Dewanto menerbangkan Cessna L-180. Di lapangan parkir timur Senayan mereka melihat konsentrasi truk dan armoured personnel carrier. Ketika Dewanto kembali ke Halim, ternyata RPKAD sudah masuk. Mereka menduduki hanggar Skadron 31, Skadron 2, Skadron 17, menara lalu lintas udara dan fasilitas pangkalan lainnya. Akhirnya Dewanto menengahi perang RPKAD dan Yon 454 Para.

Versi sejarah TNI AD agak berbeda, perang TNI AD dan TNI AU gagal atas jasa Sarwo Edhie dan RPKAD kini kopassus berhasil masuk halim dengan memmbuat Yon Inf, Kavaleri dan Artileri biasa perang dengan Yon 454 bawahan Letkol Untung. Jasa mereka pelucutan senjata  api TNI AU dan pengempesan ban mobil serta pesawat kecuali senjata pangkat Jenderal untuk TNI AU setara komodor sampai marsekal. 

Kebenaranya?

Bagi saya orang awam dan sipil  tak mau ambil pusing. Yang jelas bagi kami perang saudara tidak terjadi karena  akan merugikan rakyat juga walaupun yang menjadi korban adalah kekuatan udara Indonesia berkurang drastis. Bayangkan dahulu ketika masa jaya AURI kini TNI AU mampu menjangkau wilayah Australia, Papua Nugini, India, Myanmar, Filipina, Vietnam sampai armada SEATO atau militer Amerika di Asia Tenggara deg-deg an dan kini wilayah udara  kita berkurang. Bahkan Sekarang Singapura menguasai wilayah udara kepulauan riau dan batam.

Kesimpulan

Upaya Angkatan Udara meluruskan sejarah  dinilai Sejarawan Asvi berhasil, terbukti dengan ditunjuknya KSAU Djoko Suyanto  sebagai Panglima TNI dan kemudian Menteri Koordinator Politik Hukum dan  Keamanan, pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Mantan Panglima Udara Marsekal Chappy Hakim pun menerbitkan artikel yang penuh apresiasi. 

Sayangnya bulan madu Angkatan Udara pun tidak berlangsung manis. Awal Jokowi berkuasa dengan poros maritim dunia sempatmenimbulkan polemik jatah giliran panglima TNI kepada matra Udara. Dugaan publik posisi panglima jatuh ke tangan matra Laut pun meleset. Akhirnya poisis panglima TNI kembali jatuh kepada matra darat. Analisis pakar di berbagai media percaya  Presiden Jokowi masih butuh jaringan matra Darat melalui koramil/kodim yang punya kantor sampai pelosok desa dibandingkan dengan Laut dan Udara yang  hanya terpusat pada pelabuhan dan bandara yang tidak semua  daerah punya.

Kasus terakhir yang masih hangat tentu saja masalah helikopter AW yang dibeli TNI AU menimbulkanpolemik dengan Panglia TNI. Analisis pakar di berbagai media pun menilai ini ada kaitanya dengan persaingan antar angkatan untuk berebut jatah pemenuhan  kuota minimum esential force. Statemen Presiden Jokowi yang lebih menginginkan perkembangan drone atau pesawat remote jarak jauh yang badanya kecil pun dianggap melemahkan moral. Yang optimis menyatakan peryataan presiden sebagai cambuk untuk berkembangnya teknologi militer Indonesia.

Harapan saya sebagai sipil dan orang awam tentu saja mengharapkan TNI melakukan  rekonsiliasi internal ke dalam masing-masing angkatan. Semoga  setiap korps dan sumber masuk mendapatkan jatah  yang sama untuk naik ke atas. Forum diskusi masyarakat sipil yang membahas militer sudah mengembangkan  rumor  bahwa  jatah bintang Jenderal TNI AD hanya untuk korps infanteri lulusan AKMIL, bintang Marsekal  TNI AU hanya untuk korps penerbang  lulusan  AAU, bintang Laksamana TNI AL hanya untuk korps pelaut lulusan AAL. Sangat sayang akademi pun seakan-akan hanya mengutamakan lulusan SMA jurusan IPA.

Khusus untuk TNI AU  sudilah  kiranya  memisahkan bandara sipil dengan bandara militer karena dimana-mana terjadi gabungan fungsi bandara sementara negara maju bandaranya  dipisahkan. Harapanya tentu saja agar penerbangan militer lancar di amankan polisi militer  TNI  AU pasukan  khas TNI AU dan  penerbangan  sipil lancar di amankan polisi udara dan aviation security.      

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun