Mohon tunggu...
Reza Muara
Reza Muara Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

maju atau di bungkam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seksual Bukan Mainan Balita

11 Januari 2022   19:32 Diperbarui: 11 Januari 2022   19:32 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dia bercerita tentang kasusnya yang mana ia ingin bunuh diri karena tidak ada lagi harapan untuk hidup, pihak keluarga berkeinginan korban menikah saja dengan pelaku, tetapi korban memikirkan sifat dan karakter pelaku seperti itu dan dia sudah muak dengan semuanya, korban di cekoki obat-obatan guna untuk menggugurkan janinya yang dimana keluarga pelaku juga berkeinginan kepada korban agar janin itu gugur, berulangkali pihak dari LBH memberikan motivasi untuk korban agar tidak mengakhiri hidupnya,

Pihak LBH mengatakan ia siap mendampingi korban untuk mencari keadilan, tetapi korban masih menyimpan rasa kepada pelaku, ini yang menjadi minimnya bukti untuk diserahkan kepada yang lebih lanjut, korban berinisiatif untuk melaporkan kepada polda jatim, ia siap berkonsultasi dengan pengacara untuk mengusut tuntas kasus ini, tetapi pihak LBH masih menyayangkan, karena bukti-bukti hanya terkumpul sebagian, bukti nya ialah kronologi, chat dari Whatsapp serta fotocopy KTP pelaku, tetapi pada akhirnya pelaku tidak bertanggung jawab atas keahamilan korban ini, dan juga pelaku ingin janin yang dikandungnya di gugurkan saja, dengan pemaksaan, tetapi pelaku hanya di jerat pasal aborsi saja, usai di temukanya mayat korban di samping nmakam yahnya di desa japan, mojokerto.

Ia bunuh diri dengan potassium dicampur dengan teh, ia melakukan ini dikarenakan masalah asmaranya dengan pelaku, ia tidak memperdulikan keluarganya maupun kampus tempat ia kuliah, ia hanya berkeinginan kasus ini tuntas dan pelaku di jerat semaksimal mungkin, pada akhirnya pelaku dijerat dengan pasal 348 348 juncto pasal 55 KUHP, hukuman 5 tahun penjara sudah menantinya, serta pelaku yang berdinas sebagai anggota polisi juga di copot dari keanggotaaan polisi dengan tidak hormat atau lebih jelasnya dipecat.

Berbeda dengan kasus Novi Widyasari tentang pemerkosaan dan aborsi, tetapi kasus ini tentang kekerasan seksual mahasiswa yang terjadi di DIY, dilansir dari laman web BBC, menjelaskan kasus dugan kekerasan saeksuai UII Yogyakarta, sejumlah penyintas akan menempuh jalur hukum. 

Kasus dugaan kekerasan seksual di lingkungan kampus sering terulang, banyak para mahasiswa menginginkan agar adanya regulasi pencegahan dan penanganan secara serius kekerasan di perguruan tinggi, ada satu alumni dari kampus tersebut yang diduga menuai perbuatan kekerasan seksual, tim pencari fakta penanganan kasus kekerasan seksual hingga kini masih terus menyelidiki, sebabnya alumni tersebur menempuh pendidikan di salah satu perguruan tinggi luar negeri di Australia.

Begitu juga pihak dari universitas Melbourne masih melakukan penyidikan terkait laporan dua alumni yang juga mengklaim mengalami pelecehan seksual semasa kuliah di kampus UII tersebut, serta desakan bagi pemerintah Australia agar mencabut beasiswa yang di berikan kepada terduga pelaku, tetapi pihak dari (DFAT) Departemen Luar Negeri dan Perdagangan Australia belum bisa mengambil keputusan tersebut dikarenakan investigasi kasus ini belum sepenuhnya usai.

Pengakuan dari korban kekrasan seksual "saya merasa benar-benar takut dan gugup" begitu ucap para korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh alumninya, tetapi juga, pelaku dikenal sebagai mahasiswa yang berprestasi yang popular di kampus karena sering mengikuti konferensi internasional, dan hebatnya dikenal sebagai ustadz yang seringkali mengisi ceramah.

Namun sebaliknya pelaku dituduh melakukan perbuatan kekerasan seksual secara fisik, ia juga melakukan kekerasan gender berbasis online (KGBO), pengakuan dari salah satu korban menuturkan kepada BBC News Indonesia, pelaku berani menanyakan hal-hal yang mendekati serta berbau privasi ketika sedang mengobrol di sosial media serta bila di telfon seringkali bahasanya lebih liar, dan pelaku sangat merasa gugup dan benar-benar takut, dilain waktu para penyintas/korban sebanyak lebih dari 20 orang, melaporkan IM kepada LBH (Lembaga Bantuan Hukum) untuik dapat membantu menyelesaikan masalah korban dan kasus pelaku ini, di lain  sisi Paul dari UII bergerek menuding bahwasanya pihak kampus tidak transparan dan tidak terbuka dalam penyidikan kasus IM, para korban dari kekerasan seksual ini mengatakan bahwasanya juga harus, kampus mendirikan regulasi tentang pelecehan seksual di lingkungan kampus, para korban berharap, kasus ini bisa menjadi tolak ukur kampus untuk membuat aturan-aturan tentang pencegahan dan penanganan di kampus.

Dari kutipan-kutipan berita di atas yang terdiri dari tiga media berita, mendefinisikan dan memaparkan segala kasus yang intinya menuju kepada pelecehan seksual di lingkungan kampus, yang mana para korban terdiri dari banyak perempuan yang terdampak dari kasus ini, dari kasus Novia Widyasari dahulu, kasus ini sedikit rumit dikarenakan juga bukan kasus pemerkosaan, yang mana pemerkosaan suatu perbuatan asusila dengan paksaan dari pelaku, tetapi kasus ini dinyatakan bukan hal pemerkosaan melainkan kasus aborsi, dimana jika tidak ada unsur pemerkosaan berarti mereka berdua mau sama mau yang pada akhirnya merugikan keduanya,

Kasus ini didasari dari kisah asmara dari kedua belah pihak, sebagai mahasiswa kita seharusnya sudah bisa untuk berfikir dan memilah suatu perbuatan baik dan buruk, dampak positif dan negatif suatu perbuatan yang kita lakukan, tetapi masih banyak mahasiswa yang terbelenggu dalam kasus ini, contohnya saja pacaran terlalu larut, ini bisa juga dapat menimbulkan percikan-percikan perbuatan asusila, apalagi mahasiswa adalah darah muda, syahwat dan nafsunya tentunya begitu kuat, kontrol diri disini sangat berperan penting dalam kehidupan mahasiswa yang notabenya hidup dilingkungan yang sangat banyak manusianya, mengontrol perilaku saat berbicara kepada lawan jenis, mengontrol situasi, serta mengontrol kondisi dengan cermat, ditambah lagi kampus semestinya sudah mempunyai aturan-aturan perundang undangan tentang pelecehan seksual, hendaknya ini di pahami secara mendalam oleh para mahasiswa sebagai bentuk perisai juga, bila dirasa pengontrolan diri ini sudah kuat serta kita memahami aturan-aturan di lingkungan kampus, agaknya bisa meminimalisir terjadinya kekerasan serta pelecehamn seksual didalam ranah kampus.

Novia Widyasari (korban), kiranya kurang bisa mengontrol diri terhadap kekasihnya, apalagi pada zaman sekarang, dengan embel-embel pria berseragam, agaknya terpikat oleh kata-kata itu sehingga menjadi suatu kebanggan bisa mempunyai kekasih yang berseragam sehingga ia mau di bawa dan di buat apa oleh sang kekasih, ditambah lagi dalam media ini, di tuliskan bahwasanya tidak ada unsur pemerkosaan, berarti yang di lakukan Novia Widyasari dan pelaku, itu didasari mau ssma mau, saat sedang hamil disini pelaku memilih untuk melakukan hubungan intim lagi, tetapi korban tidak menghendaki permintaanya, dan disini juga terdapat unsur pemerkosaan, karena ia dipaksa untuk berhubungan tetapi korban tidak mau.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun