Struktur sistem pengangkatan guru besar di Indonesia melibatkan berbagai elemen yang saling terkait, seperti penilaian akademik, publikasi ilmiah, dan peran asesor. Menurut Ferdinand de Saussure dalam Petrilli (Petrilli, 2006), makna dalam suatu sistem dibentuk oleh relasi diferensial antara elemen-elemen tersebut. Dalam hal ini, kelemahan dalam sistem penilaian akademik, di mana publikasi di jurnal predator dapat dihitung sebagai prestasi ilmiah, menunjukkan adanya masalah dalam struktur yang memungkinkan manipulasi.
Strukturalisme juga menekankan pentingnya memahami relasi kekuasaan dalam suatu sistem. Michel Foucault dalam Barbosa de Almeida (Barbosa de Almeida, 2015), menjelaskan bagaimana kekuasaan tersebar dalam jaringan relasi dan bagaimana hal ini mempengaruhi perilaku individu. Dalam kasus pengangkatan guru besar, relasi antara dosen dan asesor menjadi krusial. Kolusi antara dosen dan asesor, seperti yang terjadi di Universitas Lambung Mangkurat (ULM), menunjukkan bagaimana relasi kekuasaan dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi proses pengangkatan.
Kebijakan pemerintah yang berambisi untuk meningkatkan jumlah guru besar hingga mencapai 20% dari total dosen juga turut berkontribusi pada masalah ini. Dalam teori strukturalisme, kebijakan ini dapat dilihat sebagai bagian dari struktur yang memberikan tekanan pada institusi pendidikan untuk mencapai target kuantitatif (Webster, 2011). Roland Barthes dalam Petrilli (2006), menekankan bahwa makna dan nilai dalam suatu sistem sering kali dibentuk oleh konteks sosial dan politik. Ambisi pemerintah ini, meskipun bermaksud baik, menciptakan insentif bagi individu untuk mencari jalan pintas dan memanipulasi sistem demi mencapai status guru besar.
Struktur pengawasan dalam sistem pendidikan tinggi Indonesia juga menunjukkan kelemahan yang signifikan. Kurangnya mekanisme pengawasan yang ketat memungkinkan terjadinya penyalahgunaan dan manipulasi. Sistem saat ini tidak memiliki alat yang efektif untuk mendeteksi kecurangan, seperti penggunaan jurnal predator dan kolusi dengan asesor. Kasus sebelas dosen ULM menunjukkan bahwa tanpa pengawasan yang ketat, struktur sistem pendidikan tinggi rentan terhadap eksploitasi.
Melalui analisis strukturalisme ditunjukan bahwa skandal pengangkatan guru besar di Indonesia merupakan hasil dari kelemahan dalam struktur dan relasi antar elemen dalam sistem pendidikan tinggi. Kelemahan dalam penilaian akademik, hubungan yang bisa dieksploitasi dengan asesor, tekanan kebijakan pemerintah, dan kurangnya pengawasan yang ketat semuanya berkontribusi pada masalah ini.Â
Reformasi struktural yang mendalam diperlukan untuk memperbaiki sistem ini dan memastikan bahwa proses pengangkatan guru besar didasarkan pada integritas dan kualitas akademik yang sejati. Dalam pandangan strukturalisme, perubahan yang komprehensif dalam struktur penilaian, pengawasan, dan kebijakan akan membantu menciptakan lingkungan akademik yang lebih jujur dan berkualitas di Indonesia.
Referensi
Barbosa de Almeida, M. W. (2015). Structuralism. In International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences (pp. 626--631). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-097086-8.12225-1
Pace, D. (1978). Structuralism in History and the Social Sciences. American Quarterly, 30(3), 282. https://doi.org/10.2307/2712503
Petrilli, S. (2006). Structure and Structuralism: Semiotic Approaches. In Encyclopedia of Language & Linguistics (pp. 178--192). Elsevier. https://doi.org/10.1016/B0-08-044854-2/01457-7
Webster, J. G. (2011). The Duality of Media: A Structurational Theory of Public Attention. Communication Theory. https://doi.org/10.1111/j.1468-2885.2010.01375.x