Mohon tunggu...
Reza Imansyah
Reza Imansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa teknik sipil yang sangat menyayangi ilmunya. Suka menguak sisi lain Indonesia, khususnya dalam sosial, budaya, dan politiknya. Menulis menjadi bagian dari hidup. Dan akan terus hidup walau saya mati. Saya yakin.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Islam di Dalam Indonesia atau Indonesia di Dalam Islam?

20 Juli 2020   13:39 Diperbarui: 20 Juli 2020   13:28 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Umat Islam dan Indonesia (nu.or.id, 2016)

Tidak ada habisnya jika kita berbicara agama dalam kehidupan. Semua orang skeptis pada mulanya terhadap agama, apalagi di dunia dewasa ini yang semuanya hampir bisa dibuktikan secara saintifik dan nyata. Agama, selalu mengajarkan hal yang baik kepada manusia dan sesama manusia, yang membedakan adalah alasan mereka melakukan hal baik itu dengan landasan apa. 

Bilamana tidak dilandasi atas karena Allah, dalam Islam, itu sama saja tidak dibenarkan karena sesungguhnya semua nikmat hanya dari Allah semata. Saya tidak mau bicara tentang agama lain, tetapi sepertinya hal itu sama untuk agama-agama dari Timur Tengah.

Islam adalah agama terbesar di Indonesia dengan umatnya yang terbanyak di dunia. Tak perlu ambil pusing, pastinya Indonesia menjadi kiblat dan simbol Islam di mata dunia. 

Dengan sekitar delapan puluh persen dari total rakyat Indonesia, pemeluk Islam hampir menduduki semua posisi yang ada di pekerjaan. Atas dasar ini, muncul lah kesenjangan jumlah umat dalam posisi-posisi tertentu, khususnya pejabat dan pemimpin. 

Banyak yang merasa orang non-muslim tidak bisa menduduki posisi tertentu, tetapi benar juga adanya kalau ada umat Islam yang tidak ingin bekerja sama dengan non-muslim. Hal ini sangat ribet.

Sepertinya sebelum berbicara lebih jauh mengenai keadaan Islam di Indonesia, kita patut tahu apakah Islam yang ada di Indonesia, atau Indonesia yang ada di dalam Islam? 

Munculnya gerakan ingin membuat Indonesia menjadi negara khilafah, aturan-aturan yang berlandaskan syariat Islam, di sisi lain juga ada yang menginginkan negara ini lebih liberal, membuat arah bernegara kita semakin buat mumet.

Dasarnya, Indonesia Memilih untuk Berdampingan

Entah konsekuensi atau keuntungan (yang dikembalikan kepada Anda), patut disadari pemimpin terdahulu kita telah membuat peraturan terikat dengan menyatakan Indonesia memang negara multi-agama dan ada peraturan tidak boleh mendirikan negara lain di dalam Indonesia. 

Dua aturan ini membuat kita, sebagai rakyat Indonesia, akan menerima konsekuensi hukum bilamana ingin membuat negara berlandaskan agama.

Bagi saya, hal ini merupakan keuntungan. Jika saya berpikir tidak memedulikan orang lain, hidup dengan agama lain membuat saya lebih berpikir atas keimanan saya. 

Saya juga akan semakin senang bisa belajar kepercayaan orang lain, menerima orang lain, dan pastinya punya pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang-orang yang punya identitas sama. 

Walaupun pasti ada kecenderungan iman yang tergoyah karena ada interupsi non-Islam di dalam kehidupan bermasyarakat, tetapi apakah bila kita kuat terhadap iman kita akan membuat iman kita semakin tak tergoyahkan? Beda jelas dengan orang yang tidak tahu menahu apa yang ada di luar Islam. Sekali dia keluar, maka akan mudah goyah. Atau terlalu keras.

Multi-agama di Indonesia juga membuat kita seperti miniatur dunia, yang semestinya membuat kita siap untuk hidup di belahan dunia manapun karena kita tahu budaya agama di dunia secara global. Semakin banyak belajar, semakin bagus, bukan?

Islam Memang Mayoritas, tapi Bukan Superior

Saya sebagai umat Islam jujur merasa banyak hal privilege dalam kehidupan sehari-hari. Namun, patut disadari hal ini harus sesegera mungkin diselesaikan. 

Hal ini tidak baik untuk kehidupan berdampingan di Indonesia. Saya rasa Rasulullah SAW juga mengajarkan kepada kita untuk selalu hidup berdampingan dan damai kepada orang yang berbeda agama dengan kita.

Banyak orang yang berdakwah dengan dasar "sampaikanlah walaupun hanya satu ayat". Boleh kita berdakwah, tetapi tidak boleh kita memaksakan. 

Jujur saya tidak ingin teman saya masuk neraka walaupun saya tahu dia berbeda agama dengan saya, tetapi jika saya "berdakwah" dengan langsung mengatakan "kalo lo ga Islam, lo gabakal di surga!", apakah saya layak disebut teman? 

Mengapa kita tidak memilih berdakwah dengan tindakan-tindakan kita? Saya rasa itu lebih konkrit dan membuat damai. Dia sadar atau tidak, kembali lagi kepada dirinya.

Jangan pernah merasa dengan banyaknya jumlah umat Islam lalu merasa boleh berdakwah seenak jidat dengan cara-cara yang bisa menyakiti orang lain. Kalau kita punya kekuatan percaya kepada Islam sampai berani berdakwah mengajak orang lain masuk agama kita, apakah mereka tidak bisa demikian pula. Minoritas juga bisa superior.

Hukum Islam Tidak Bisa Sama Dengan Hukum Indonesia

Banyak hukum-hukum di Indonesia yang dikatakan tidak senada dengan hukum Islam. Saya merasa justru memang harus demikian karena kita hidup berdampingan. Menggunakan hukum Islam tidak selalu relevan dengan Indonesia, karena memang dari awal Indonesia tidak memilih Islam sebagai landasannya dan itu tidak salah! 

Indonesia membebaskan rakyatnya memilih agama apapun, asalkan beragama dan berkeyakinan karena sila pertama kita. Toh, hukum-hukum di Indonesia sebenarnya tidak melarang hukum Islam ada, hukum di Indonesia tidak bisa mendukung hukum Islam, tetapi membuka pelaksanaan hukum Islam di dalamnya tetap bisa saja. 

Pun hukum-hukum Indonesia yang justru bertentangan dengan hukum Islam (misalkan RUU HIP), juga sedang dibahas lebih lanjut.

Bicara hukum seperti ini yang saya cukup fokuskan adalah mengenai RUU PKS. Saya merasa Indonesia tidak melawan hukum Islam. Bicara secara mudah, contohnya RUU ini dirasa membuat wanita boleh berbuka-bukaan dalam berpakaian karena yang disalahkan adalah pelaku bila ada pelecehan seksual. 

Sayangnya Indonesia memang membolehkan wanita berpakaian terbuka karena kita multi-agama. Tetapi, Indonesia tidak melarang umat Islam untuk mengharuskan pakaian tertutup, bukan? RUU ini tidak berbicara "semua wanita harus berpakaian terbuka", tetapi boleh terbuka.

Dari judul yang ada, saya merasa dari falsafah dan ideologi, Islam ada di dalam Indonesia. Karena bila terbalik, artinya sepenuhnya Indonesia milik Islam. 

Dan jika seperti itu, bagaimana dengan teman-teman kita yang beragama lain, di-mualaf-kan secara paksa? Atau dibuang? Saya rasa itu berlawanan dengan apa yang diajarkan Al Quran dan Hadist. Sehingga kalau kita paham hal ini, kita bisa melaksanakan kedua hal ini dengan sepenuh hati dan sesuai aturan yang ada.

Semoga pula Indonesia selalu dilindungi oleh Allah SWT sebagai pemilik jagat raya yang mengasihi semua umatNya walaupun tidak percaya dengan Nya... Aamin Yaa Rabbal Alamiin..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun