Mohon tunggu...
Reza Imansyah
Reza Imansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa teknik sipil yang sangat menyayangi ilmunya. Suka menguak sisi lain Indonesia, khususnya dalam sosial, budaya, dan politiknya. Menulis menjadi bagian dari hidup. Dan akan terus hidup walau saya mati. Saya yakin.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Youtuber, Influencer, dan Kekayaan

15 Juli 2020   10:45 Diperbarui: 15 Juli 2020   10:52 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga Halilintar menerima Golden Button Youtube (Kompas Tekno, 2018)

Kemarin siang saya ditugaskan ibu saya untuk membeli soto ayam di taman dekat rumah, suatu hal yang biasa bagi saya karena itu memang pekerjaan sehari-hari selama pandemi berlangsung. 

Ketika saya sampai di gerobak warung soto itu, ternyata situasi sangat ramai karena saya cukup "telat" datang ke sana, tepat ketika jam makan siang kantor (rumah saya di dekat perkantoran). 

Akan tetapi ada seorang pria cukup tua yang sedang berbincang dengan salah satu pedagang soto. Memang, pedagang soto itu nampak cukup tak acuh dengan pembicaraan si pria, tetapi karena "pembeli adalah raja", nampaknya ia harus mendengarkan.

Di tengah pembicaraan tersebut, saya tiba-tiba langsung kaget mendengar salah satu statement si pria. Kurang lebih seperti ini:

"Lu tau youtube kan! MasyaAllah mereka tuh kaya-kaya ditampangin terus! Die mah enak ye kaya, lah kite!"

Percakapan itu membuat si pedagang soto nampaknya menjadi acuh dengan keberadaan pria tersebut. Begitu pula dengan saya, sebab hal ini sempat menjadi pemikiran mendalam dalam pribadi saya beberapa waktu lalu.

Youtuber di Indonesia

Setelah job di televisi berkurang karena kebanyakan masyarakat cenderung berpindah ke platform Youtube sebagai pemuas nafsu mereka dalam hasrat menonton, beberapa bahkan hampir semua public figure membuat konten Youtube. 

Youtube Indonesia yang mulanya diisi oleh content creator yang kreatif, membuat irama musik unik seperti Eka Gustiwana, atau mini-drama seperti The Last Day Production, menjadi lautan vlog para aktris yang nampaknya sudah tidak punya job di televisi.

Mengunggah tayangan di Youtube memang mendatangkan pendapatan yang menggiurkan, apalagi dibanding job di televisi. Semakin banyak subscriber di channel mereka, pendapatan akan semakin banyak. 

Berbagai cara dilakukan untuk menaikkan angka subscriber, salah satunya give away yang dikomentari oleh beberapa content creator beberapa waktu lalu. Para content creator menilai kini penikmat Youtube menjadi subscriber tidak lagi karena karya si pemilik channel, tetapi justru karena hadiah yang dijanjikan melalui give away.

Di lain sisi daripada konten yang kreatif seperti Youtuber beberapa tahun lalu, para vlogger mendadak ini justru memberikan vlog yang sebenarnya kalau menurut saya pribadi tidak begitu menarik. Mungkin, sebagai negara yang baru dinyatakan "maju", masyarakat Indonesia mayoritas malah senang melihat kehidupan pribadi para aktris yang mungkin saja tidak se"pribadi" itu. Semua demi konten, bukan?

Pamer Kekayaan

Konten yang dikatakan "pribadi" dalam vlog beberapa aktris rasanya beberapa waktu terakhir dapat dikatakan sebagai toxic. Bayangkan, beberapa dari mereka secara gamblang memamerkan kekayaan mereka, mendeskripsikan barang-barang mereka dengan harganya, dengan di mana mereka membelinya, bahkan sampai membandingkan kekayaannya dengan aktris lain. Adu kaya lah istilahnya.

Pria di awal yang saya sebutkan tadi juga menambahkan statement-nya dengan "di mana sih rasa kemanusiaannya?!". Saya setuju dengan beliau. 

Bayangkan, di tengah pandemi ini ketika banyak masyarakat yang menonton vlog mereka, masyarakat yang kemungkinan besar berada di tingkat ekonomi-sosial menengah ke bawah, membutuhkan pemasukan lebih, malah melihat kekayaan yang tidak ada habis-habisnya dari para vlogger yang lebih suka dinamakan influencer.

Sebenarnya saya bingung, apa yang di-influence kan oleh para influencer ini? Apakah rasa iri? Jelas, semestinya bukan, kan?

Dampak Sosial

Kita tidak bisa memukul rata semua hal yang diberikan influencer jelek, konten-konten sosial seperti memberikan bantuan kepada yang membutuhkan jujur saya beri acungan jempol karena dapat meningkatkan human interest masyarakat yang menonton (diluar sifat riya'). Akan tetapi, bagaimana dengan konten yang mereka tayangkan di dalam rumah mewah mereka, dengan mobil-mobil sport, disertai karakter anak-anak mereka yang nampaknya "dilatih" tamak?

Mungkin saja penonton dan subscriber semakin merasa kecil hati untuk berkembang. Perasaan "yang kaya makin kaya, yang miskin semakin miskin" akan semakin tertanam dalam pribadi mereka. Rasa "ah gue ga mungkin kayak die-die orang" akan semakin terpupuk.

Atau mungkin, perasaan iri (seperti yang dialami pria paruh baya di tukang soto ini) semakin muncul. Kedengkian yang terpupuk begitu dalam dan semakin merasakan "hidup memang tidak adil" akan semakin membesar. Hal ini sangat berbahaya bagi keseimbangan mental masyarakat.

Masyarakat juga bisa mendapatkan contoh kalau bilamana mereka nanti mempunyai rezeki besar harus ditampilkan sedemikian rupa. Nampaknya hal ini begitu membahayakan tingkat kecemburuan sosial di masa mendatang. Atau jika tidak punya rezeki besar, mereka memaksakan diri untuk tampil sebegitu trendy-nya walaupun isi dompet tidak sesuai, yang penting sama dengan yang dipakai si influencer.

Secara sosial, hal ini sangat tidak baik bagi sekarang dan masa mendatang.

Jujur saja, yang saya rasakan ini bukan peran besar pemerintah untuk membatasi hal ini. Jika pemerintah membuat aturan kepada vlogger, jelas melanggar Hak Asasi Manusia pada bagian kebebasan berpendapat di depan umum dan berekspresi. Hal ini bilamana dibatasi juga membatasi kreativitas masyarakat yang begitu luas. 

Masalah ini kembali lagi kepada nurani para public figure kalau apa yang mereka tampilkan sudah selayaknya lebih mendekat kepada kondisi masyarakat Indonesia, yang masih butuh ilmu banyak dan memberikan inspirasi secara sopan dan beretika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun