Mohon tunggu...
Reza Firnanto
Reza Firnanto Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Akuntansi Universitas Pekalongan

Buruh tulis yang suka dengan Chelsea FC dan sedang menimba ilmu Akuntansi di Universitas Pekalongan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Alam atau Manusia yang Tidak Bersahabat?

13 Desember 2020   13:00 Diperbarui: 13 Desember 2020   13:07 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Valley of Heroes, Tjentite , Bosnia and Herzegovina (Nikola Majksner via Unsplash)

Beberapa tahun terakhir, media dipenuhi dengan berita bencana alam. Mulai dari banjir, rob, tsunami, gempa bumi, gunung meletus, tanah longsor, hingga yang terakhir terjadinya pandemi virus corona yang mengancam kelangsungan hidup manusia. Pandemi yang pertama kali terjadi pada Desember 2019 di Wuhan, China ini menyebar dengan cepat ke seluruh dunia hingga memakan jutaan korban jiwa. 

Hingga Desember 2020, sebanyak 1,602,509 orang telah meninggal dunia akibat virus corona ini. Tidak hanya itu saja, virus ini juga berdampak pada aktivitas manusia di berbagai bidang.

Di bidang ekonomi, banyak negara yang mengalami resesi. Di bidang industri, banyak karyawan yang kehilangan pekerjaannya. Di bidang pariwisata, banyak tempat wisata yang sepi hingga memaksanya untuk berhenti beroperasi. 

Pendidikan pun ikut terkena dampaknya. Pembelajaran yang semula dilakukan dengan tatap muka, kini pembelajaran dilakukan dengan sistem daring atau jarak jauh. Lantas, kita pun bertanya-tanya, apakah semua ini karena alam tidak bersahabat dengan kita? Atau justru kita (manusia) yang tidak bersahabat dengan alam?

Bila kita tengok, alam merupakan ciptaan Tuhan yang di dalamnya tidak ada campur tangan manusia sedikit pun atau sudah ada secara alami sejak manusia belum ada. 

Misalnya laut yang ada di bumi terbentuk akibat asteroid yang mengandung banyak air menghantam bumi. Alam hanya membutuhkan karbon dioksida yang dihasilkan oleh manusia saat bernafas dan jasad manusia dekat dengan tumbuhan. Terlebih lagi, sekarang kuburan manusia banyak yang dibeton. Tentu, tumbuhan tidak dapat mengambil manfaatnya lagi. Hal tersebut menegaskan bahwa alam benar-benar tidak bergantung kepada manusia.

Alam diciptakan untuk tempat tinggal manusia selama menjalani kehidupannya di bumi. Selain itu, alam juga diciptakan untuk dinikmati keindahannya oleh manusia. Berkaitan dengan itu, pasti kalian pernah pergi ke suatu tempat yang belum tersentuh oleh manusia dan masih asri nan indah bersama teman, saudara, organisasi, atau keluarga. 

Saya juga pernah camping di alam yang masih asri nan indah dengan teman-teman organisasi. Saat itu, saya mencoba berjalan-jalan dan melihat ke sekeliling area camping tersebut.

Ternyata, saya melihat hutan dengan pohon-pohon yang masih berdiri kokoh dan keindahannya tetap terjaga. Di sana saya mengetahui bahwa alam itu ciptaan Tuhan yang sangat indah dan sejuk. Bahkan, alam itu sejatinya sangat bersahabat dengan kita (manusia) bila dirawat dan dijaga. Alam itu harus dirasakan pelukan kesejukannya dan pesonanya yang memukau mata. Alam pun akan membuat manusia tidak mampu melupakan keindahannya.

Kita (manusia) dan alam memiliki hubungan yang tidak hanya erat, namun memiliki hubungan yang sangat vital. Pasalnya, kehidupan kita sangat bergantung pada alam. Seluruh kebutuhan hidup kita, dari primer yang berupa oksigen, air, makanan, dan tempat tinggal hingga kebutuhan sekunder, semua dipenuhi dan disediakan oleh alam. 

Selain kebutuhan jasmani tersebut, kita juga terpenuhi kebutuhan tersier yang berupa memanjakan jiwa rohani dari panorama keindahan alam seperti pegunungan, pantai, dan hutan beserta flora faunanya.

Sebagian dari kita ada yang mensyukuri, lalu muncul kesadaran diri untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan keberlangsungan alam beserta segala sumber kekayaannya. 

Namun mayoritas dari kita, justru melakukan perbuatan-perbuatan yang berlebihan dalam memanfaatkan alam. Baik itu perbuatan tidak sengaja (karena kebodohan) maupun perbuatan yang disengaja (karena ego dan serakah), seperti penebangan liar yang membuat alam menjadi rusak. Dampak dari perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia tersebut, menimbulkan berbagai bahaya alam dan masalah lingkungan hidup.

Masalah-masalah lingkungan hidup tersebut, menimbulkan berbagai bencana yang justru sangat merugikan diri manusia. Diantaranya adalah pandemi virus corona yang belum hilang hingga kini, perubahan iklim yang tidak menentu dan ekstrim, krisis air bersih, dan permukaan air laut yang naik. 

Itu semua terjadi akibat ulah tangan manusia sendiri yang tidak bertanggung jawab. Meski ulah tangan manusia tersebut berakibat fatal, tetapi mereka tetap berani melakukannya dengan mengatasnamakan untuk bertahan hidup hingga mengesampingkan keberlangsungan alam yang akan dinikmati anak cucu mereka kelak.

Pada akhirnya justru manusia yang tidak bersahabat dengan alam. Manusialah yang "menyengsarakan" alam karena tindakannya yang tidak arif terhadap alam. 

Alam tidak sedikit pun berniat untuk membalas dendam terhadap ulah manusia, karena sesungguhnya alam tidak pernah menyengsarakan manusia. Semua bencana alam yang terjadi tersebut, murni karena ulah tangan manusia sendiri.

Selama ini manusia telah keliru dalam memandang alam. Alam hanya dipandang sebagai objek yang harus dikerjakan, bukan sebagai tempat berlindung yang juga hidup. Alam hanya dijadikan objek materialistik semata oleh manusia. Alam bisa dengan bebas mereka manfaatkan tanpa memperhatikan keberlangsungan hidupnya.

Oleh sebab itu, agar bencana alam tidak terulang terus menerus, mulai sekarang bersahabatlah dengan alam. Dengan begitu, alam pun akan bersahabat dengan kita. 

Rawatlah alam, seperti kita merawat diri sendiri agar muncul kepedulian dan rasa tanggung jawab moral yang tinggi untuk menjaganya. Menjaga alam bukan berarti tidak boleh memanfaatkannya sama sekali, namun yang terpenting adalah menjaga keseimbangan alam dengan memanfaatkan seperlunya saja.

Proses pembentukan kesadaran tersebut tentu membutuhkan waktu dan tenaga yang banyak. Kita bisa memulainya dengan sering membaca atau mendengarkan media yang membahas lingkungan. 

Bisa juga dengan mengikuti seminar lingkungan untuk memperdalam pemahaman kita mengenai alam. Proses selanjutnya adalah melakukan langkah-langkah sederhana, seperti mengurangi penggunaan plastik dalam aktivitas sehari-hari. Semoga upaya sungguh-sungguh kita dalam membangun kembali persahabatan dengan alam dapat berjalan lancar. Salam Lestari!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun