Namun terkait dengan APBN, pertanggungjawaban sedikit memiliki skema yang akan rumit. Dan harus diantisipasi dengan regulasi yang kongkrir, sebab dalam hal ini kendati perppu No. 2 Tahun 2020 telah diterbitkan. Namun hal yang belum dipertimbangkan adalah skema dana yang digunakan dalam pemilihan.
Mungkinkah Pilkada Secara Tidak Langsung?
Pemilihan kepala daerah sebagaimana yang diputuskan oleh MK melalui Putusan No.97/PUU-XI/2013 bukanlah bagian dari rezim pemilihan umum, lebih lanjut, menurut Mahkamah Konstitusi, makna orisinalitas dari pemilihan secara demokratis dalam pemilihan kepala daerah tidaklah harus selalu dipersamakan dengan Pemilihan umum melalui konteks "one man one vote", melainkan dapat menggunakan pendekatan yang tidak menghilangkan esensi dari demokrasi tersebut, termasuk dalam hal ini adalah pemilihan melalui DPRD.
Hemat penulis, dalam kondisi pandemi saat ini, sangat relevan untuk mempertimbangkan konsep pemilihan secara tidak langsung, sebagaimana yang disinggung oleh Mahkamah. Tentunya dalam hal ini, pemilihan dilakukan dengan penambahan formula yang tidak sama persis layaknya pemilihan kepala daerah dalam zaman orde baru.
Konsepsi yang dapat ditawarkan adalah melalui lelang jabatan, yang dilakukan dengan uji publik, uji kelayakan oleh panel dari lokalitas tersebut yang ditentukan persyaratannya oleh Presiden (tampa unsur partai politik). Tentunya ini membutuhkan proses pengawasan dari berbagai lembaga penegak hukum dan keterbukaan informasi yang memadai.
Dari hasil panel tersebut, barulah diberikan 3 bakal calon kepada DPRD yang selanjutnya dilakukan musyawarah dan/atau voting (jika tidak mancapai kata mufakat). Â Hal ini tiada lain adalah sebagai langkah alternatif dari upaya memaksakan pemilihan kepala daerah secara langsung. Sebab demoktasi tidak hanya berbicara mengenai bentuk, melainkan subtansi (Jimly Ashiddiqie)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H