Jaringan partai berperan penting dalam mendistribusikan manfaat negara indonesia yang relatif terbatas. Karena begitu banyak kekuasaan diskresi tetap berada di tangan para aparat perwakilan negara, kurangnya kesadaran masyarakat untuk memiliki kesadaran bersatu dan bersama-sama memberi input yang mendorong tupoksi setiap kantor partai. Selain demokrasi yang tumbuh kearah tumbualisme masih ada beberapa SDM yang di kendalikan politisi tidak berfungsi sebagai akar ranting dari fungsinya untuk memperkuat ikatan antara partai.
Dengan usainya pemilu ini kita harapkan agar nantinya kepala pemerintah memiliki kekuasaan kontrol yang besar terhadap anggaran dan projek pembangunan di setiap daerah masing-masing. Akan tetapi di sisi lain anggota legislatif masih juga dapat campur tangan dalam proses tender di daerah-daerah. Praktik-praktik seperti ini, sering terjadi memicu realitas sampingan dan menjadi kemarahan bagi masyarakat dalam praktik-praktik terkait manipulasi dan korupsi dalam bertolak dari kontribusi dan menimbulkan pada kekecewaan pemilih terhadap politik partai tertentu.
Dalam representatif yang diutarakan President terpilih kita Bapak Prabowo Subianto, menegaskan "Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kami maafkan". Secara realitas hal ini sangat termasuk dalam teori "Revolusi Politik" ketika buku "The Political System" dalam faktor disiplin ilmu dalam sederhananya, ke dalam suatu kontets teoritis yang dinamis dan humanis. Kenapa harus di hukum mati atau disengsarahkan sesederhanakan saja bahasa simplenya "Elo curi gue tau ya udh sadar diri balikan bertobat gue masih padang elo terhomat karena bentuk kejujuran dan mengakui perbuatan dan kosekuensi itu moralitas tertnggi dalam memaafkan diri atas perbuatan" contoh ini termasuk tumbualisme terhadap mantan terpidana kasus koruptor dan kita harus sadar negara kedepannya butuh sangat-sangat modal demi terwujudnya Indonesia gemilang, hanya memulangkan atas pinjaman tanpa syarat itu sangat gentelment menurut kaca mata saya. Tidak selama tegas keras itu bijak dan tidak akan bijak selamanya tegas itu keras semua dalam logika dan realitas bahwa.
Antoine-Louis-Claude, Comte Destutt de Tracy:Â Menciptakan istilah "ideologi" pada tahun 1790-an.
Henri de Saint-Simon:Â Menyatakan bahwa politik dan moral dapat menjadi "ilmu-ilmu positif" pada tahun 1813.
Auguste Comte:Â Berkolaborasi dengan Henri de Saint-Simon dalam publikasi Rencana Operasi Ilmiah yang Diperlukan untuk Reorganisasi Masyarakat pada tahun 1822.
bangsa butuh sokongan banyak dari setiap lapisan untuk mencapai tujuan dalam era globalisasi yang dari konfrontasi ke kompromi demi citra bangsa dan eksistensinya, kedapannya hal ini butuh jiwa-jiwa patrionisme yang hakiki. Kajian ini untuk saling memperkuat persatuan dan kesatuan demi pertahanan negara. Dengan memahami buku M. Alfan Alfian yang berjudul "Militer Dan Politik Di Turki"  dinamika politik pasca-akp hingga gagalnya kudeta, sekaligus Dosen saya Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, dinamika kedepannya untuk bangsa ini, saya berharap bangsa akan berkolaborasi dalam semua lapisan dari berbagai aspek untuk memperkuat daya saing dan berbagi kajian, yang terjadi seperti peristiwa percobaan kudeta 15 juli 2016 di Turki. Hal ini menjadi contoh sistem input yang baik untuk, lebih saling menciptakan tumbualisme dalam penerapan kehidupan sehari-hari dan kesadaran masyarakat untuk sumbangsih  wajib militer bagi anak muda indonesia guna menciptkan generasi digital yang tangguh dan siap mengahadapi era digitalasasi dengan berjiwa patriotik dalam dinamika kekuatan-kekuatan politik dalam perkembangan era digitalisasi yang humanis di setiap substansi-subtansi bernegara dan berbangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H