Pendidikan dianggap sebagai proses yang berfokus pada pengembangan sifat manusiawi individu (Pristiwanti, 2022). Pendidikan jasmani bertujuan untuk meningkatkan keterampilan motorik dan memperhatikan perkembangan fisik, kebugaran, dan karakteristik usia serta jenis kelamin siswa (Gouri, 2021). Pendidikan pada tahap awal sangat penting dalam memberikan dorongan, merangsang, mengembangkan, dan menyediakan kegiatan yang optimal untuk menghasilkan kemampuan keterampilan anak (Andita, 2020).
Perkembangan motorik kasar merupakan gerakan tubuh yang menggunakan otot-otot besar atau keseluruhan dari anggota tubuh yang dipengaruhi oleh kematangan anak itu sendiri. Seperti: kemampuan berlari, menendang, duduk, naik-turun tangga, melompat, dan berjalan (Khadijah, 2020: 33). Laura E. Berk (2012) menjelaskan bahwa semakin anak menjadi dewasa dan kuat tubuhnya, maka gaya geraknya sudah berbeda. Hal ini menjadikan tumbuh kembang otot semakin membesar dan menguat, sedangkan Sujiono (2010: 1.13) menyatakan bahwa gerakan motorik kasar melibatkan aktivitas otot tangan, kaki, dan seluruh tubuh anak.
Gallahue (1989:46-53) mengemukakan bahwa perkembangan gerak yang melibatkan kemampuan motorik kasar anak memiliki beberapa fase, Di antaranya Specialized Movement Phase Fase perkembangan motorik yang berikutnya dimulai sejak anak berusia 7 tahun hingga dewasa. Pada fase ini, anak telah mengembangkan kemampuan untuk mengombinasikan berbagai gerakan, termasuk nonlokomotor, lokomotor, dan manipulatif dalam aktivitas olahraga. Anak juga belajar untuk memperbaiki gerakan-gerakan mereka tanpa bantuan orang dewasa. Namun, anak masih memerlukan stimulus dan kesempatan untuk berlatih dan meningkatkan keterampilan motorik mereka. Oleh karena itu, untuk mengombinasikan berbagai gerakan, termasuk nonlokomotor, lokomotor, dan manipulatif dalam aktivitas olahraga diukur dengan AAHPERD tes, Tes ini sedang didesain untuk digunakan secara individu di usia 60 tahun ke atas, tetapi dapat digunakan sebagai referensi untuk usia 15-17 tahun
Kemampuan motorik merupakan sebuah proses dimana seseorang mengembangkan respon ke suatu gerak. Hal ini menjadi penting mengingat, pada umumnya setiap aktivitas kehidupan manusia tidak terlepas 2 dari gerak. Kemampuan motorik siswa menengah atas (SMA) dalam Pendidikan Jasmani beraneka ragam, ada yang baik, Sedang, dan Kurang baik. Kemampuan motorik yang baik, akan membantu siswa dalam mengikuti proses pembelajaran Pendidikan Jasmani di sekolah. Oleh karena itu, siswa yang mempunyai kemampuan motorik yang baik lebih mudah berkonsentrasi terhadap materi yang disampaikan oleh guru jika dibandingkan dengan siswa yang mempunyai kemampuan motorik Kurang baik  (Pambudi, G. L., & Sudardiyono, S. 2020).
Kondisi ideal tidak sesuai dengan kondisi nyata yang ada di lapangan. Permasalahan yang sering muncul terjadi di lapangan. Pembelajaran Pendidikan Jasmani termasuk salah satu mata pelajaran yang disenangi olehsiswa, akan tetapi pada kenyataannya banyak siswa putra yang kurang aktif mengikuti pembelajaran praktik di lapangan. Pada saat melakukan pemanasan, siswa terlihat Kurang aktif dalam bergerak sehingga akan mempengaruhi aktivitas fisiknya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada guru Pendidikan Jasmani di SMA Islam Kepanjen, pada siswa kelas X perbandingan nilai teori dengan nilai praktik cukup jauh. Nilai teori pembelajaran Pendidikan Jasmani siswa kelas X sebagian besar siswa memperoleh nilai antara delapan hingga sembilan, dimungkinkan pembelajaran teori di kelas lebih mudah untuk dipelajari, karena pembelajaran di kelas tidak membutuhkan aktivitas gerak dan siswa bisa belajar sendiri tanpa bantuan guru, Sedangkan untuk nilai praktiknya hanya di atas rata-rata tujuh, diduga nilai praktik yang rendah dipengaruhi oleh keaktifan siswa pada saat mengikuti pembelajaran penjasorkes sehingga mempengaruhi tingkat kemampuan gerak siswa dalam melakukan aktivitas olahraganya.
Dengan memanfaatkan Tes penilaian AAHPERD motorik kasar membantu guru mengetahui tingkat kemampuan motorik kasar siswa, seperti kemampuan berlari, melompat, meloncat, dan lain-lain. Dengan demikian, guru dapat menentukan strategi pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan motorik siswa.
UrgensiÂ
Perkembangan motorik kasar pada usia remaja akhir, yaitu 15-17 tahun, sangat penting karena pada masa ini, anak-anak tersebut sedang mengalami perkembangan fisik dan psikomotor yang cepat. Penelitian ini membantu memahami tingkat kemampuan motorik kasar siswa SMA dan bagaimana perkembangan motorik kasar tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti jenis kelamin, dasar kedewasaan, lingkungan, kebiasaan keluarga, kesukaan, dan sosial
Rumusan Masalah
Bagaimanakah tingkat kemampuan motorik kasar melalui mata pelajaran PJOK pada siswa SMA ISLAM KEPANJEN