Pemilu 2024 menawarkan kesempatan bagi pemilih muda untuk mengartikulasikan harapan mereka terhadap masa depan negara. Dengan pengetahuan yang mendalam tentang isu-isu krusial dan dampak dari politisasi agama, mereka dapat berperan penting dalam memilih pemimpin yang benar-benar mewakili kepentingan rakyat dan memajukan kemajuan bersama tanpa mengorbankan prinsip-prinsip moral yang mereka anut.
Solusi dan Pendekatan Positif
Untuk menghadapi tantangan politisasi agama dalam Pemilu 2024, diperlukan pendekatan yang proaktif dan berkelanjutan. Pertama-tama, penguatan pendidikan politik yang inklusif sangat penting. Pendidikan politik yang inklusif akan memberikan pemahaman yang mendalam kepada pemilih muda tentang nilai-nilai demokrasi, pluralisme, dan pentingnya memilih berdasarkan kebijakan dan visi jangka panjang daripada sekadar identitas agama. Program pendidikan politik harus menyediakan platform bagi pemilih muda untuk berdiskusi, berdebat, dan memahami perbedaan pandangan serta dampak dari politisasi agama. Selain itu, pendidikan politik yang berbasis fakta sangat diperlukan untuk menangkal penyebaran informasi yang tidak benar atau manipulatif di media sosial atau platform lainnya. Pemilih muda perlu dilengkapi dengan keterampilan kritis untuk mengidentifikasi dan menilai informasi yang mereka terima, sehingga mereka dapat membuat keputusan berdasarkan data yang akurat dan bukan berdasarkan narasi yang ditujukan untuk mempengaruhi secara emosional.
Selanjutnya, pengawasan yang ketat terhadap praktik kampanye juga menjadi kunci dalam mengurangi politisasi agama. Badan pengawas pemilu dan lembaga terkait perlu memastikan bahwa kampanye politik tidak memanfaatkan narasi agama untuk memecah belah masyarakat atau menggerakkan sentimen yang dapat memicu konflik sosial. Transparansi dalam pembiayaan kampanye dan pelaporan yang akurat tentang penggunaan narasi agama akan membantu mengawasi dan mengontrol potensi penyalahgunaan agama dalam politik. Pemilih muda juga harus didorong untuk melakukan penelitian independen tentang calon dan partai politik. Mereka perlu melihat lebih dari sekadar janji-janji kampanye yang disampaikan dalam konteks agama, tetapi juga melihat rekam jejak, kebijakan yang diusulkan, dan konsistensi dari para kandidat dalam mewakili kepentingan rakyat secara luas.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan untuk mengukur kemajuan demokrasi dan kualitas kepemimpinan. Bagi pemilih muda, menjaga independensi agama dari pengaruh politik adalah langkah penting untuk memastikan bahwa pemilihan umum berlangsung secara adil dan mendorong keharmonisan sosial. Dengan kritis dan berpendidikan, generasi muda Indonesia dapat memainkan peran kunci dalam membangun masa depan yang lebih baik dan lebih inklusif untuk semua warga negara. Melalui pemahaman yang mendalam dan partisipasi aktif dalam proses demokrasi, pemilih muda dapat memastikan bahwa suara mereka didengar dengan baik tanpa terpengaruh oleh politisasi agama yang dapat mengancam prinsip kesetaraan dan keadilan di Indonesia.
RAIHAN FERIAWAN_20230510211_H_AIK2_UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H