Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sumpah Pemuda, Kesehatan Mental dan Mentalitas Anak Muda

28 Oktober 2021   06:07 Diperbarui: 29 Oktober 2021   03:43 1372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pemuda. Photo by Good News From Indonesia

Mimpi-mimpi kita, mimpi kita yang muda
Angan-angan kita ada di kepala
Rencana-rencana hanya jadi wacana
Jika, diam saja
- Yura Yunita, Mulai Langkahmu

Generasi muda merupakan sebuah kekuatan dan aset yang perlu disyukuri dan dibanggakan oleh bangsa kita. 

Jika dalam sebuah bangsa diisi oleh generasi muda yang produktif, penuh aksi, berkarya dan berprestasi, open minded, diselimuti dengan ide, inovasi dan kreativitas, memiliki rasa nasionalisme dan cinta tanah air serta mampu beradaptasi sesuai dengan perkembangan zaman maka bangsa tersebut menjadi bangsa yang sejahtera, kuat dan damai.

Di Indonesia, andil pemuda selalu dilibatkan dalam setiap momentum sejarah baik dalam sejarah pergerakan maupun sejarah kemerdekaan yang mana masih lekat dalam ingatan kita sampai detik ini. 

Pemuda selalu eksis untuk menunjukkan identitas bahwa kita adalah yang muda yang berkarya, yang bukan cuma modal bicara tapi ada bentuknya yang dituangkan dalam sebuah aksi nyata.

Salah satu keterlibatan pemuda yang berpengaruh dalam sejarah adalah dikukuhkannya ikrar Sumpah Pemuda. Jelas kita semua sudah tahu bahwa Sumpah Pemuda ditetapkan dalam sebuah pertemuan besar yaitu Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928. 

Dua tahun sebelumnya digelar Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia. Rapat besar pada Kongres Pemuda I dihadiri oleh berbagai perwakilan dari perhimpunan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Studerenden Minahasaers, Jong Islamieten Bond. 

Kemudian pada pertemuan kongres Pemuda II (27 Oktober 1928 - 28 Oktober 1928) ada tambahan yaitu Jong Celebes, Pelajar-Pelajar Indonesia, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun dan lain-lain. 

Turut serta hadir pula perwakilan pemuda dari peranakan Tionghoa seperti Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok dan Tjio Djien Kwie.

Dari serangkaian kongres yang telah dilakukan, menghasilkan rumusan berupa sebuah ikrar, ucapan sumpah janji setia yang diucapkan oleh seluruh pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda. Berikut isinya:

Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Air Indonesia
Kami Putra dan Putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia
Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia

Ikrar Sumpah Pemuda yang menyatakan bahwa pemuda telah memberikan pengakuannya kalau kita adalah putra dan putri yang mengaku satu tanah air, satu bangsa dan menjunjung bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia. 

Hal inilah yang dapat mengokohkan dan mempersatukan keragaman Indonesia. Dimana seperti yang kita tahu bahwa kita telah mencapai kemerdekaan sampai detik ini yang saat ini kita rasakan bersama. 

Kita bisa melihat dari adanya ragam suku bahasa yang ada, adanya keindahan dan eksotisnya alam Indonesia, keunikan budaya yang selalu mempesona, keramahtamahan pribadinya yang santun dan lain-lain. 

Banyak sebenarnya yang kita syukuri dari negara kita sendiri tanpa kita sadari. Negara kita bagaikan surga yang selalu membius wisatawannya berdecak kagum akan keelokannya.

Seiring berjalannya waktu kita sebagai generasi muda Indonesia perlu untuk terus menyerukan dan menyuarakan geliat sumpah pemuda. 

Kita sebagai pemuda bisa melakukannya dengan menyuarakan rintihan dan jeritan para rakyat dengan memanfaatkan media sosial untuk menyerukan geliat sumpah pemuda di kalangan pemuda lainnya, menyuarakan keadilan, kesetaraan gender, pros and cons dalam penggunaan media sosial dan mendobrak adanya ancaman perpecahan yang terjadi dalam penggunaan media sosial dan pentingnya etika bermedia sosial yang bijak. 

Apalagi ditambah dengan tantangan yang dihadapi pemuda Indonesia semakin berat. Mulai dari sisi ekonomi, politik, hukum, dan keamanan bahkan sampai pada ancaman ujaran kebencian, radikalisme, terorisme, dan intoleransi. Kondisi inilah yang seharusnya para generasi muda perlu untuk pasang badan dan selalu berada di garis terdepan dalam memeranginya.

Ilustrasi Pemuda. Photo by Good News From Indonesia
Ilustrasi Pemuda. Photo by Good News From Indonesia

Sikap kritis seorang pemuda hendaknya perlu ditanamkan seperti dengan menyalurkan aspirasi rakyat melalui ruang media sosial, menjadi pemuda yang berprestasi bukan hanya sekadar sensasi, selalu aktif bersuara, keinginan untuk keluar dari zona nyaman, menyuarakan pentingnya kesehatan mental bagi pemuda agar selalu waras dalam menjalani tatanan kehidupan nyata maupun dunia maya.

Pemuda harus siap untuk menjadi agen perubahan dalam setiap babakan perubahan zaman. Pemuda layak hadir sebagai tulang punggung aset bangsa. Seorang pemuda harus siap belajar, siap untuk berubah menjadi pribadi yang selalu menebarkan kebermanfaatan bagi sesama, menjadi insan pemuda yang selalu jadi percontohan atau inisiator bagi pemuda lainnya. 

Selalu menjadi pemuda yang melek digital, melek teknologi, melek akan kesehatan mental, menjadi pemuda yang produktif, harus belajar untuk kritis informasi, bijak dalam bermedia sosial agar tidak gampang termakan oleh berita hoax maupun tidak gampang tersulut dan terpancing oleh ujaran kebencian yang penuh emosi bagaikan vampire yang selalu menyerap darah korbannya.

Sumpah pemuda memiliki sebuah keywords atau kata kunci telah mengajarkan kita sebagai seorang pemuda untuk menghargai perbedaan. 

Kalian tentunya masih ingat dengan kehadiran perwakilan pemuda dalam Kongres Pemuda yang dihadiri oleh berbagai perkumpulan dari Sabang sampai Merauke. Cara pandang seseorang tentunya memiliki persepsi yang berbeda dalam menghargai perbedaan. 

Tetapi yang perlu diingat adalah adanya perbedaan bukan untuk saling membeda-bedakan tetapi perbedaan hadir sebagai perekat persatuan. Hal ini didasari atas mengakarnya rasa nasionalisme yang perlu dijadikan sebagai teladan bagi pemuda dalam menyikapi dan menghargai sebuah perbedaan.

Berbicara soal perbedaan, kita tahu bahwa setiap orang memiliki identitasnya masing-masing sesuai dengan prioritasnya. Karena kita perlu memahami bahwa kita tidak boleh memaksakan identitas yang telah kita prioritaskan kepada orang lain. Kembali lagi, prioritas setiap orang berbeda. Justru kita perlu menghargai identitas tersebut. 

Kita juga tidak boleh menjudge atau melabeli seseorang, karena pelabelan bukan sesuatu hal yang baik apalagi label yang kita sematkan menjadi permanen hanya karena perlakuan tertentu. Kita justru jadi teringat akan seseorang hanya karena label yang kita berikan.

Dengan kita menghargai perbedaan maka hidup kita menjadi lebih tenang, karena kita tidak perlu memusingkan lagi orang-orang dengan identitasnya berbeda dan pikirannya dipenuhi oleh pikiran-pikiran yang positif. 

Jika kita selalu memperdebatkan perbedaan maka kita selalu merasa negative thinking hanya karena kita dianggap berbeda. Jangan takut untuk menerima perbedaan. 

Perbedaan ada bukan untuk dibenci, tetapi untuk dihargai. Perbedaan datang justru memberikan warna dalam kehidupan kita sehingga hidup rasanya tidak datar-datar saja dan isinya cuma itu-itu aja.

Seperti jargon Chitato yaitu Life is Never Flat mengajarkan bahwa perbedaan hadir membuat kehidupan yang sedang kita jalani bergelombang dan ada liku-likunya. Jadi tidak terkesan jalannya lurus-lurus saja begitu. 

Jika kita memaknai dan menikmati mungkin akan terasa mengasyikkan, jika kita tidak mungkin akan merasa bosan. Syukurilah atas adanya sebuah perbedaan, siapa tau kita akan mendapatkan pembelajaran baru yang mungkin tidak akan kita dapatkan dari tempat lain.

Sebagai pemuda dan insan manusia tentunya memaknai hidup juga memiliki berbagai sudut pandang yang berbeda. Tiap manusia memiliki perbedaan garis start dan finishnya masing-masing. Namun, terkadang hidup tidak selalu berjalan sebagaimana yang kita diharapkan. 

Mereka selalu menyerahkan semuanya kepada semesta dan biarkan semesta bekerja seperti kutipan Mestakung atau semesta pasti akan mendukung. Lingkungan sosial selalu menuntut kita banyak hal dari ujung kaki hingga ujung kepala. 

Padahal kita tahu dalam media sosial seringkali kita terlena akan menonton story instagram orang lain selama 15 detik yang isinya bahagia terus. Pertanyaannya apakah 15 detik itu menggambarkan kehidupan pribadi manusia seutuhnya? Belum tentu.

Terkadang kita tidak ada habisnya untuk selalu membanding-bandingkan hidup kita dengan hidup orang lain. Kita selalu merasa bahwa rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau dibandingkan rumput kita sendiri. 

Kehadiran orang-orang dalam sebuah kehidupan membuat kita belajar akan banyak hal. Lingkungan telah bersepakat akan adanya suatu aturan yang harus kita jalani. Ketika kita tidak mengikuti sebuah aturan tersebut maka kita akan dipandang sebelah mata oleh masyarakat maupun lingkungan sosial.

Menjadi berbeda dengan orang lain bukanlah sebuah kesalahan yang harus kamu terima. Pahitnya kehidupan, sakitnya menerima ucapan yang menyakitkan, riuhnya lingkungan sekitar dan media sosial yang toxic membuat pemuda tidak bisa bebas untuk memulai dan memutuskan langkah kedepan. 

Banyaknya stigma, anggapan dan persepsi yang harus dituruti membuat kita harus setidaknya mengikuti walaupun sebenarnya maksud hati tidak ingin ke sana. Ingatlah teman-teman kita sebagai manusia diciptakan dengan keunikannya masing-masing. 

Kita dianugerahi sebuah kelebihan dan kita bisa kok untuk menjalaninya dengan versi terbaik kita masing-masing.

Pemuda di zaman sekarang nampaknya sudah sedikit demi sedikit terbuka akan pentingnya kesehatan mental yang membentuk mentalitas anak muda agar senantiasa waras dalam menjalani kerasnya kehidupan ini. 

Tetapi, tidak sedikit juga manusia yang belum tergugah kesadarannya akan kesehatan mental. Seakan-akan kesehatan mental diremehkan oleh sebagian pemuda karena kesehatan fisik jauh lebih penting. 

Padahal sebenarnya kesehatan mental juga memengaruhi kesehatan fisik. 

Orang jadi tidak nafsu makan, emosinya cenderung meninggi dan tidak terkontrol, overthinking, kesepian, keinginan besar untuk mengakhiri hidup karena kesulitan ekonomi dan tidak diterima di lingkungannya karena mereka "berbeda" dari yang lain. 

Hal ini timbul dari rasa kecemburuan karena mereka terbius akan kehidupan yang enak dan mereka memiliki privilege untuk hidup bahagia.

Ketakutan, kecemasan, tidak percaya diri selalu menjadi sebuah bagian dari peneman setia kehidupan. Memang kita diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Tetapi yang namanya manusia jika sudah merasa dirinya sempurna benar-benar tidak pernah dan selalu haus akan kepuasan. Pengen A pengen B tapi hanya sekadar pengen, hanya sebatas omong kosong keluar dari mulut tanpa ada aksi babibu. 

Sebuah data dari WHO melaporkan bahwa 20 persen remaja mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan emosional. 

Hal ini terjadi karena berbagai faktor mulai dari munculnya konflik antara teman, keluarga, pacar dan lingkungan sosial, munculnya stigma yang masih menjadi sebuah perdebatan dan aturan, timbulnya gejala kesehatan mental yang tidak lazim seperti adanya bullying, insecure, overthinking, toxic masculinity, self deprecation, self-esteem yang rendah dan lainnya. 

Media sosial menjadi pemicu seorang pemuda merasa minder akan tingkat kepercayaan dirinya sehingga tidak bisa menjadi dirinya sendiri.

Pemuda juga terkadang enggan untuk melakukan konsultasi kepada psikiater karena mereka masih menganggap kalau konsultasi ke psikolog atau psikiater dikira terkena gangguan jiwa atau ODGJ. 

Padahal sebenarnya kita juga butuh untuk didengar, butuh masukan dan saran, karena percuma kadang orang mau curhat tapi tidak pernah digubris dan enggan mau mendengarkan. Pada akhirnya orang memilih untuk memendamnya sendiri karena takutnya kalau diceritakan pada orang lain malah jadi bahan gunjingan atau gosip.

Saya rasa esensi dari Sumpah Pemuda bukan hanya soal menghargai perbedaan saja, tetapi bagaimana generasi muda untuk memaknai perbedaan dengan membentuk kesadaran secara mental untuk membangun mentalitas anak muda. 

Pemuda sekarang harus bisa menanggalkan rasa takut dan cemas jika dianggap oleh masyarakat karena hanya kita berbeda. 

Dengan memiliki mental yang sehat, generasi muda dapat dengan mudah menjalani hidupnya dan kesehariannya tanpa adanya bayang-bayang ketakutan dan rasa ketidakyakinan yang berkecamuk dalam dirinya.

Pemuda sekarang juga harus bisa mawas diri dan mampu mengukur dirinya sendiri. Terkadang kita harus menjalankan hidup yang orang lain inginkan. Kita selalu disibukkan oleh parameter-parameter yang jadi patokan untuk hidup sempurna. 

Tidak heran jika hal ini dirasa terlalu memberatkan bagi sebagian individu. Misalnya menikah di usia muda, harus mapan, punya kekayaan dan uang yang banyak untuk bisa bahagia, dan banyak parameter yang lain. 

Sehingga kita lupa karena sibuk meributkan orang lain jadinya terlena sama versi diri kita sendiri. Yang perlu diingat oleh pemuda adalah kalau kalian mau hidup tenang, jangan terlalu menaruh ekspektasi besar hidup orang lain kepada hidup kita. 

Sebaliknya demikian, karena kita juga harus tahu setiap lika-liku perjalanan orang berbeda-beda. Diri sendiri layak untuk diapresiasi tanpa perlu adanya validasi dari orang lain.

Pemuda sekarang harus bisa bebas. Bebas di sini maksudnya adalah kita sebagai pemuda bebas untuk menjalankan hobi yang kita sukai, bebas untuk berkata tidak ketika kita tidak mampu untuk membantu, bebas menentukan keputusan dan jalan hidupnya sendiri, bebas menjadi versi terbaik dari kita sendiri. 

Seringkali kita sebagai generasi muda mengalami satu fase yang mengusik pikiran kita yaitu Quarter Life Crisis yang rasa-rasanya sebagian besar pasti sudah mengalaminya untuk berat dalam mengambil keputusan hidup. Tidak usah untuk memaksa mengikuti orang lain. Please love yourself first! 

Hidup itu kamu yang menjalankan bukan orang lain. Hidup itu pilihan kan? Lanjutkan atau tinggalkan. Kamu yang berhak memutuskan ke mana kamu pergi, kendali ada ditangan kamu. Acuhkan orang yang ingin menjatuhkanmu. Jadikan sebagai motivasi untuk kamu bisa bangkit dan maju.

Pemuda sekarang juga perlu membentuk mentalitas diri yakni rasa peduli dan sikap empati terhadap sesama manusia. Pemuda yang tangguh dan sehat mental sejatinya saling peduli dan meningkatkan rasa empati. 

Jangan hanya karena terpancing omongan "Halah, baperan amat ga asik lo" atau "Dih apaan sih, gitu aja baper huuu" membuat orang lain menjadi acuh. 

Jika ada orang yang tidak suka melihatku bahagia, maka karuniakanlah dia kebahagiaan yang dapat membuatnya mampu melupakan kebahagiaanku.

Disinilah pemuda di era sekarang juga perlu belajar untuk memanusiakan manusia. Saya jadi teringat kutipan dari Sam Ratulangi yaitu "Si tou timou tou" yang artinya "Manusia baru dapat disebut sebagai manusia jika sudah dapat memanusiakan manusianya". Ditambahkan oleh Douwes Dekker dalam novel yang bertajuk Max Havelaar menyatakan bahwa tugas manusia itu ya menjadi manusia. 

Dengan kita memiliki kepedulian yang tinggi dan sikap empati terhadap sesama manusianya, maka sejatinya tugas untuk memanusiakan manusia telah terlaksana. 

Seperti contohnya di masa pandemi ini, kita berusaha menahan ego kita untuk tidak bertindak abai terhadap aturan pemerintah dan melawan protokol kesehatan yang telah diatur. Ada nakes atau tenaga kesehatan yang selalu pasang badan demi keselamatan pasien hanya dengan capaian satu kata yaitu Sembuh.

Terkadang memanusiakan manusia memang sulit diterapkan, jadilah insan manusia yang terus berusaha memuliakan orang lain, mengerti orang lain, menghargai orang lain tanpa memandang apapun yang tersemat dalam dirinya. Ingatlah kita semua manusia sama dihadapan Tuhan. 

Jadilah pemuda yang punya kreativitas, inovasi, tidak pernah berhenti berkarya dan cepat puas diri. Jadilah pemuda yang memiliki kesadaran mental dan punya mentalitas untuk menjadi beda. 

Jadilah pemuda yang bisa mengenali dirinya sendiri, dekatilah dengan self-love sebelum memberikan manfaat kepada orang lain dan nikmati hidup sesuai dengan versi terbaik dirimu sendiri. 

Be The Best Version Of You

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun