“Hmmm sorry ya mbak, selama gue ngajak orang makan (apalagi baru pertama kali) common sense yang gue anut adalah you pay for what you want (ya silahkan kamu bayar sendiri kamu tadi pesennya apa) dengan catatan gue bagi rata dengan orang tersebut” Ujar si Jay
Mbak Ine yang heran langsung membalas pengakuannya si Jay
“Sorry, tapi yak mas ganteng, btw kalau ngajakinnya secara consent tanpa ada iming-iming “the bills are on me” atau “udah gua yang bayar” secara garis besarnya berarti both party secara consent. Punya duit buat pay for their expenses”
Mendengar pernyataan Ine ini saya jadi terheran-heran. Ine berpikiran kalau ya si cowoknya inilah yang harus membayar seluruhnya menu yang dipesan baik dia sendiri maupun si ceweknya.
Tetapi pas Jay bilang yang sebenarnya, dia menjelaskan kalau seluruh pengeluaran yang mereka nikmati berdua (dibayar masing-masing) yaitu makanan dan minumannya selagi menunggu antrian restoran yang panjang. Pengeluaran jajan mereka untuk makan sebesar Rp 329.000 dan minuman sebesar Rp 88.000
Pro Kontra Isu Split Bill: Hubungan Akur atau Hancur?
Melihat kronologi soal kasus split bill yang sedang ramai ini ternyata menuai banyak pro dan kontra. Disini saya personal lebih setuju ke Jay yaitu si cowoknya kalau melihat dari kasus tadi.
Banyak yang mengatakan kalau mereka sangat setuju dengan adanya split bill ini. Jangan hanya karena si cewek ngarep diajak jalan sama cowok, langsung nembak kalau cowoknya yang harus membayar seluruh tagihannya pun makanan ceweknya yang juga dibayarkan sekalian.
Bahkan saya sendiri pun sama temen dekat selalu tanya kalau dibayarin dulu. Minimal sekedar basa-basi seperti “Eh wak, tadi aku makan habis berapa?”.