Mohon tunggu...
Reyvan Maulid
Reyvan Maulid Mohon Tunggu... Freelancer - Writing is my passion
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penyuka Seblak dan Baso Aci. Catch me on insta @reyvanmaulid

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Santri Milenial, Kesalehan Sosial, dan Santripreneur

22 Oktober 2021   10:22 Diperbarui: 22 Oktober 2021   16:08 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Santri putra beraktivitas di Pondok Pesantren An Nuqthah, Kota Tangerang, Banten, Kamis (18/6/2020).| Sumber: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kita mungkin sudah tahu bahwa perlindungan data pribadi perlu untuk diterapkan karena sekarang banyak praktik-praktik penggunaan data pribadi yang disalahgunakan seperti penggunaan NIK untuk keperluan pinjaman online. 

Penggunaan data pribadi sangatlah amat riskan jika dari kita sendiri tidak mau terlalu awas soal ini. Sebab data pribadi adalah privasi, jangan sampai ada yang tahu bahkan bocor dimana-mana.

Era digital membuka pintu seluas-luasnya bagi siapapun yang ingin mengutarakan pendapatnya. Tidak heran jika terjadi pertarungan opini yang berujung saling serang antara pihak satu dengan pihak lainnya. 

Seperti kata Ulil Abshar Abdalla bahwa masalah yang sedang menghantui umat muslim saat ini adalah bagaimana kita para santri dan umat Muslim lainnya dapat hidup sesuai dengan tuntunan teks agama. 

Seringkali kita memandang konten-konten di media sosial seakan memunculkan pisau bermata dua, sulit untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. 

Ribuan konten yang telah disediakan melalui media sosial turut mengundang konten-konten yang merugikan masyarakat mulai dari hoax atau informasi palsu, konten yang misinterpretasi, penyebaran ujaran kebencian atau hate speech, penyalahgunaan konten sensitif dan konten privat hingga saling adu block di kehidupan dunia maya. 

Memang kita diberikan kebebasan untuk mengutarakan hasratnya di media maya ini. Tetapi tidak bisa dipungkiri, kalau jarinya sudah gatal ingin mencari tahu apapun di media sosial sampai-sampai lupa waktu sehingga terhanyut akan kebahagiaan dunia yang dipamerkan.

Majelis Ulama Indonesia menyebutkan bahwa hoax termasuk pada golongan ghibah (membicarakan keburukan orang lain), fitnah dan namimah (saling adu domba). 

Mereka ini masuk dalam sifat buruk yang mampu memecah belah persatuan dan kemaslahatan umat, pancingan untuk memprovokasi hingga kebenaran sudah lenyap karena tergerusnya kejahatan-kejahatan yang ada. 

Untuk menangkal hoax ini, kita sebagai umat Muslim diajarkan untuk tabayyun. Segala sesuatu informasi yang kita terima, tidak bisa untuk langsung ditelan mentah-mentah begitu saja. 

Tabayyun mengindikasikan kita perlu melakukan verifikasi terhadap berbagai informasi yang telah ada saat ini. Apakah ini berita yang benar atau justru berita yang salah kaprah. Jangan sampai informasi yang kita terima malah merusak tali persaudaraan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun