Visual storytelling bukanlah hal baru. Visual storytelling merupakan salah satu bentuk evolusi media bersama dengan perilaku penggunanya.
Manusia berevolusi beribu-ribu tahun lamanya. Manusia dapat berkomunikasi semenjak 30.000 tahun yang lalu. Namun, tulisan baru dikembangkan 7.000 tahun yang lalu. Sebelum adanya tulisan, manusia menyampaikan pesan dengan bahasa tubuh dan gambar atau secara visual.
Riset membuktikan bahwa minat audiens terhadap konten visual bukan hanya difaktori oleh persoalan selera. Dilansir dari artikel Detik Health, otak manusia lebih cepat memproses gambar dibandingkan tulisan. Pasalnya, dengan gambar yang mendeskripsikan sesuatu secara visual dapat membangun emosi. Hal ini merupakan salah satu kekuatan visual.
Apa itu visual storytelling?
Bila dikaji secara etimologis, visual storytelling berarti bercerita dengan menggunakan komponen visual. Menurut Visual Storytelling: A Brief Practical Guide, visual storytelling menggunakan video, gambar, simbol, warna, dan kata-kata untuk mengkomunikasikan ide dan menggambarkan informasi. Hal ini dapat menarik perhatian audiens dan mempermudah audiens dalam memahami informasi.
Visual storytelling yang benar
Visual storytelling dapat dikatakan efisien apabila:
Engage and entice: visual storytelling mampu menarik perhatian audiens.
Communicate a convincing argument: visual storytelling dapat meringkas dan menyajikan informasi yang kompleks kepada target audiens.
Draw the viewer in: visual storytelling membawa audiens langsung ke dalam informasi atau ide yang ingin disampaikan.
Visual storytelling menjadi kurang efisien apabila tidak diterima oleh audiens yang ditargetkan. Sasaran audiens yang meleset dapat disebabkan oleh kesalahan ketika memilih metode, teknologi, atau platform media penyebarannya. Kesalahan ini dapat menimbulkan miskomunikasi, kebingungan, dan ketersinggungan.
Visual storytelling dapat disajikan dalam bentuk poster kampanye dan iklan seperti di atas. Selain itu, visual storytelling juga dapat disajikan dalam bentuk video. Salah satu contohnya adalah iklan produk bir Budweiser. Iklan tersebut tidak hanya mempromosikan produk bir mereka saja. Iklan ini juga mengkampanyekan gerakan Don't Drink & Drive. Trevor Quinn dari Daily Mail, menyatakan dalam artikelnya bahwa iklan ini mampu membangun dan menyentuh emosi penonton. Iklan ini berbeda dengan iklan kampanye gerakan Don't Drink & Drive lainnya. Pesan iklan dapat diterima dengan baik walau iklan ini tidak menunjukkan adegan minum minuman beralkohol dan kecelakaan dalam berkendara.
Paparan di atas menunjukkan bahwa visual storytelling merupakan salah satu produk komunikasi yang menarik. Visual storytelling memiliki tujuan yang berkaitan dengan memperoleh profit semata. Namun, visual storytelling memiliki tujuan mulia yaitu membangun pemahaman audiens akan fenomena di sekitarnya. Oleh karena itu, visual storytelling tidak boleh dibuat sembarangan. Visual storytelling dibuat dengan penuh pertimbangan, secara estetika maupun penyebarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H