Hah? kenapa? karena apa?
Baru saja, kemarin sore adik saya bersepeda keliling kampung bersama teman-temannya. Masih segar bugar dan tertawa-tawa. Sekarang dia sudah pergi? Benarkah itu? Jangan-jangan mama salah melihatnya?
Bukan hanya keluarga kami yang shock berat. Mama menghabiskan waktu seminggu untuk menangis dan tidak mau makan sama sekali. Sampai akhirnya lewat seminggu mama berangsur mulai menerima keadaan, dan mulai mencari tahu apa penyebab meninggalnya adik saya.
Rasa Takut Berbicara Jujur Berakibat FatalÂ
Singkat cerita, kami akhirnya mendapat cerita dari teman-teman adik saya, katanya Kamis sore itu mereka bermain di dekat pohon kelapa, karena bercanda adik saya malah mencoba memanjat pohon kelapa tersebut, dan dia jatuh.
Karena takut dimarahi, adik saya tidak berani bicara jujur ke orang tua, bapak saya memang dulu super galak terhadap kami, mamapun juga sering bersikap berlebihan jika kami membicarakan hal yang kurang mengenakan yang kami alami.
Sayangnya, tidak ada satupun temannya yang bisa memberikan keterangan detail seperti apa jatuhnya? sehingga kami hanya bisa menerka-nerka kalau penyebab meninggalnya adalah karena jatuh tersebut.
Meskipun kami kurang yakin, karena di jasad adik saya, cuma ada luka lecet di bagian dagu, tidak ada sama sekali darah yang keluar dari panca indranya, bahkan setelah dia meninggal.
 Demikianlah, adik saya pergi membawa misteri bagi kami, sekaligus trauma mendalam dan melekat di hati kami semua. Orang tua kami yang menyesali semua reaksi berlebihan terhadap kejujuran anak.
Dan juga saya, yang tumbuh menjadi dewasa dan menjadi seorang ibu dengan segala keparnoannya.
Mengasuh Anak Dengan Rasa Trauma Takut Kehilangan
Karena hal tersebut, saya sungguh harus menahan hati yang berdetak kencang saat anak saya meminta izin bersepeda bersama teman-temannya meski hanya di sekitar kompleks saja.
Saya takut dan teringat kembali akan adik saya dulu. Terlebih, saat saya hamil dulu, anak saya pulang dari bersepeda sambil diantar satpam kompleks dan mulutnya penuh darah.