Misalnya kemarin, Fajar dan Ferrari yang sebelumnya bermain solid saat menghadapi Yordania justru posisinya digantikan oleh Rio Fahmi dan Komang. Bisa kita lihat bersama bahwa keputusannya dalam memasang Rio dan Komang ternyata langsung berefek pada lemahnya sisi kanan timnas Indonesia yang terus menerus di gempur dan di eksploitasi.
Rio yang seringkali kalah duel membuat timnas cepat kehilangan bola dan berujung pada rentannya lini pertahanan timnas Indonesia. Atribut menyerangnya yang lebih unggul dibanding atribut bertahannya membuat timnas sempat kerepotan di menit-menit awal.
Bahkan satu gol Korea yang sempat di anulir wasit di menit-menit awal itu akibat Rio yang kalah duel dari pemain Korea sehingga dia harus melakukan pelanggaran. Beruntung, wasit masih jeli dan bijak dalam mengambil keputusan sehingga sementara gawang Indonesia masih selamat.
Penampilan Komang juga tidak begitu impresif. Dia gagal mengintersep bola dan tidak berusaha melakukan duel udara sehingga pemain Korea yang lepas dari pengawasannya berhasil menyundul bola yang membentur kepalanya yang berakibat terciptanya gol bunuh diri untuk Korea. Wajar apabila di babak kedua dia digantikan oleh Ferrari untuk mengisi posisinya.
Secara tidak langsung Shin Tae-Yong telah melakukan blunder dalam memilih komposisi pemain tanpa memperhitungkan lawan yang di hadapi. Atau mungkin saja ia memang memiliki taktik khusus dan ada tujuan tertentu dibalik komposisi pemain yang diturunkan. Namun tampaknya keputusannya itu cukup beresiko, sehingga ini harus menjadi catatan dan evaluasi di laga selanjutnya.
Mentalitas dan Kematangan Tim menjadi Kunci
Inilah yang sebenarnya menjadi kunci kemenangan timnas Indonesia atas Korea. Shin Tae-Yong memang punya peranan besar, tapi bagaimana mental dan performa para pemain di lapangan yang akan selalu menentukan hasil dari pertandingan.
Mereka telah menunjukannya. Para pemain timnas Indonesia benar-benar punya mental yang luar biasa. Satu persatu mulai menunjukkan kualitasnnya. Kita lihat Witan yang mulai kembali naik performanya. Rizki Ridho yang selalu stabil dalam setiap pertandingan. Pratama Arhan yang juga selalu on fire. Ivar Jenner yang juga semakin matang. Juga Justin Hubner yang semakin agresif dan selalu sigap di lini belakang. Jangan lupakan juga Ernando Ari yang sangat luar biasa, selalu menjadi penyelamat dan benteng terakhir bagi pertahanan Indonesia.
Dan yang paling menarik adalah bagaimana performa Struick yang sangat mengejutkan. Perlahan-lahan Struick mulai membuktikan kualitasnya sebagai seorang striker. Dua gol yang berhasil dilesahkan ke gawang Korea membuktikan bahwa Struick punya potensi besar untuk menjadi striker Indonesia di masa depan.
Umurnya yang masih muda, menjadikkan ia memiliki banyak waktu dan kesempatan yang masih panjang untuk terus meningkatkan kualitas permainannya. Maka potensi itu harus di gali dan di asah di atas lapangan. Dengan banyaknya jam terbang bersama timnas Indonesia, lambat laun Struick mulai menemukan performanya sendiri.
Semua memang butuh proses, tim yang dibangun juga butuh proses. Tim ini sudah semakin matang, progres sudah mulai terlihat dan apa yang dilakukan oleh STY dalam memilih pemain-pemain muda untuk mengisi timnas senior tidak sia-sia. Indonesia mulai memetik hasilnya. Sehingga tidak berlebihan semua perubahan ini tidak terlepas dari tangan dingin seorang STY.