timnas Indonesia atas timnas Korea Selatan dalam laga perempat final Piala Asia U-23 AFC 2024. Secara mengejutkan, Pasukan Garuda muda mampu meraih kemenangan melalui drama adu penalti dengan hasil 11-10, sehingga Taegeuk Warriors harus tersingkir dan gagal melaju ke semi final.
Sejarah baru telah tercipta. Abdullah bin Khalifa Stadium menjadi saksi kedigdayaanPertandingan yang di gelar Jumat (26/4) dini hari itu menampilkan pertarungan yang sangat sengit. Kedudukan imbang 2-2 hingga akhir laga memaksa kedua tim untuk melanjutkan pertandingan hingga extra time.
Indonesia sempat kecolongan di menit-menit awal ketika sepakan Lee Kang-Hee dari luar kotak penalti berhasil melesat ke gawang Ernando Ari di menit ke 07. Beruntung gol itu di anulir oleh wasit karena ada pemain Korea Selatan yang sudah dalam posisi offside.
Rizki Ridho dan kawan-kawan tidak tinggal diam dan terus menggencarkan serangan, alhasil pada menit ke 14, Rafael Struick berhasil mengoyak gawang Baek Jong-Beom dengan sepakan keras ke sudut gawang sebelah kiri memanfaatkan bola muntah yang tidak di intersep dengan sempurna oleh salahsatu bek Korea Selatan.
Sayangnya di menit ke 44 jelang turun minum, timnas Korea Selatan berhasil menyamakan kedudukan akibat goal bunuh diri Komang yang tidak mampu mengintersep sundulan Eom Ji-Sung dengan sempurna.
Timnas Indonesia kembali mendapat angin segar ketika di menit tambahan waktu babak pertama di menit ke 47 Rafael Struick kembali menggandakan kedudukan setelah berhasil memanfaatkan umpan lambung yang di berikan oleh Ivar Jenner dari tengah lapangan. Hanya dengan sekali sontekan, Struick mampu mempecundangi Baek Jong-Beom secara dingin. Alhasil Indonesia unggul sementara 2-1 di babak pertama.
Ketika peluit di mulainya babak kedua dibunyikan wasit, timnas Indonesia langsung tancap gas melancarkan berbagai serangan. Beberapa peluang emas tercipta, namun tidak berhasil di koversi menjadi gol. Karena timnas Korea Selatan mampu memberikan perlawan yang seimbang hingga pada akhirnya di menit ke 65, satu dari pemain mereka yakni Lee Young-Jun di ganjar kartu merah akibat melakukan tackle keras dan fatal terhadap Justin Hubner.
Ajaibnya meski bermain hanya dengan sepuluh pemain, mereka masih bisa memberikan perlawan pada timnas Indonesia. Bahkan balik menekan hingga pada akhirnya di menit ke 80, Jun Sang-Bin melakukan gol balasan menyamakan kedudukan disaat Indonesia sedang fokus menyerang. Skor pun menjadi imbang 2-2.
Unggul satu pemain tidak membuat timnas Indonesia mampu mencetak gol tambahan di babak extra time. Pertahanan Korea Selatan semakin solid karena mereka bermain sangat disiplin sambil terus melancarkan counter attack yang cukup mengancam ke gawang timnas Indonesia.
Masuknya Jeam Kelly, Arkhan Fikri dan Ramadhan Sananta juga tidak memberikan kontribusi signifikan untuk memberikan goal tambahan. Sehingga akhirnya memaksa kedua tim untuk melakukan adu penalti untuk memastikan tiket lolos ke semi final.
Hal yang menegangkan pun terjadi ketika proses adu penalti. Justin Hubner sang eksekutor ke lima gagal melakukan tugasnya ketika bola yang dilesahkan ke arah kanan gawang berhasil di blok oleh kiper Korea Selatan. Namun lagi-lagi keberuntungan masih berpihak pada Indonesia. Wasit menilai, kiper Korea telah bergerak terlebih dahulu sehingga tendangan penalti harus di ulang. Dan dengan mata yang berkaca-kaca, Justin pun berhasil menuntaskan tanggung jawabnya dengan baik.
Sebaliknya timnas Indonesia mendapatkan kesempatan untuk memenangkan pertandingan ketika Ernando Ari berhasil menepis tendangan penalti yang dilakukan oleh Kang Sang-Yun eksekutor ke enam timnas Korea. Namun euforia itu hanya terjadi sesaat karena Arkhan Fikri sang eksekutor penentu kemenangan timnas justru gagal dalam melakukan tugasnya. Bola yang ditendangnya dengan keras melenceng ke sebelah kanan gawang, maka penalti pun terus berlanjut.
Namun suasana di Abdullah bin Khalifa Stadium kembali bergemuruh ketika untuk yang kedua kalinya Ernando Ari berhasil menepis tendangan penalti yang dilakukan oleh eksekutor ke sepuluh timnas Korea. Lee Kang-Hee gagal melakukan tugasnya.
Pada akhirnya Pratama Arhan yang menjadi eksekutor penentu kemenangan bagi timnas berhasil melakukan tugasnya dengan baik, sekaligus menjadi tanda sejarah baru bagi timnas Indonesia di kancah Piala Asia U-23. Akibat kekalahan itu, harapan timnas Korea untuk lolos ke Olimpiade paris pun pupus dengan seketika.
Statistik Pertandingan
Sekarang mari kita lihat statistik dari kedua tim. Hasilnya di luar dugaan. Pasukan Garuda muda ternyata lebih mendominasi jalannya pertandingan. Hal itu terlihat dari penguasaan bola yang lebih unggul 53%, sementara Korea 47%. Dari total shots yang dilakukan, Indonesia juga masih mendominasi dengan total 21 shots, sementara Korea 8 shots. Dengan 5 on target yang dilakukan Indonesia dan 2 on target yang dilakukan Korea.
Bahkan dari segi akurasi passing pun Indonesia terbilang lebih unggul yakni 81%, sementara Korea 79%. Dengan total 539 passing yang dilakukan Indonesia dan 468 passing yang dilakukan oleh Korea.
Itu membuktikan bahwa sebenarnya Garuda Muda lebih unggul dari segi kualitas permainan dari tim berjuluk Taegeuk Warriors itu. Hal itu bisa dilihat dari dua gol yang tercipta berasal dari skema penyerangan yang terorganisasi, bukan dari skema set piece atau pun karena keberuntungan. Itu murni dari kerja keras dan juga performa tim di lapangan.
Sayang Indonesia seringkali mudah lengah dan kurang waspada dalam setiap mengantisipasi serangan, sehigga gol bunuh diri lagi-lagi terjadi akibat kurangnya fokus dan kurang sigap dalam melakukan intersep di depan kemelut gawang. Itu masih menjadi titik lemah bagi timnas Indonesia yang sewaktu-waktu bisa dimanfaatkan oleh lawan.
Dan Korea melakukannya, sehingga meski pun hanya bermain dengan sepuluh pemain, mereka masih bisa mencetak gol dan menghasilkan peluang. Kelemahan itu yang terus mereka manfaatkan dan eksploitasi selama jalannya pertandingan.
Catatan dan Evaluasi
Mengalahkan tim sekelas Korea memang tidak mudah. Mereka cepat, agresif, serta punya daya juang yang tinggi, sehingga pemilihan komposisi pemain tentu menjadi sangat krusial dalam laga-laga penting seperti itu. Dan seringkali Shin Tae-Yong berani mengambil risiko dengan mengubah komposisi pemain serta pendekatan taktik berbeda dalam setiap pertandingan.
Misalnya kemarin, Fajar dan Ferrari yang sebelumnya bermain solid saat menghadapi Yordania justru posisinya digantikan oleh Rio Fahmi dan Komang. Bisa kita lihat bersama bahwa keputusannya dalam memasang Rio dan Komang ternyata langsung berefek pada lemahnya sisi kanan timnas Indonesia yang terus menerus di gempur dan di eksploitasi.
Rio yang seringkali kalah duel membuat timnas cepat kehilangan bola dan berujung pada rentannya lini pertahanan timnas Indonesia. Atribut menyerangnya yang lebih unggul dibanding atribut bertahannya membuat timnas sempat kerepotan di menit-menit awal.
Bahkan satu gol Korea yang sempat di anulir wasit di menit-menit awal itu akibat Rio yang kalah duel dari pemain Korea sehingga dia harus melakukan pelanggaran. Beruntung, wasit masih jeli dan bijak dalam mengambil keputusan sehingga sementara gawang Indonesia masih selamat.
Penampilan Komang juga tidak begitu impresif. Dia gagal mengintersep bola dan tidak berusaha melakukan duel udara sehingga pemain Korea yang lepas dari pengawasannya berhasil menyundul bola yang membentur kepalanya yang berakibat terciptanya gol bunuh diri untuk Korea. Wajar apabila di babak kedua dia digantikan oleh Ferrari untuk mengisi posisinya.
Secara tidak langsung Shin Tae-Yong telah melakukan blunder dalam memilih komposisi pemain tanpa memperhitungkan lawan yang di hadapi. Atau mungkin saja ia memang memiliki taktik khusus dan ada tujuan tertentu dibalik komposisi pemain yang diturunkan. Namun tampaknya keputusannya itu cukup beresiko, sehingga ini harus menjadi catatan dan evaluasi di laga selanjutnya.
Mentalitas dan Kematangan Tim menjadi Kunci
Inilah yang sebenarnya menjadi kunci kemenangan timnas Indonesia atas Korea. Shin Tae-Yong memang punya peranan besar, tapi bagaimana mental dan performa para pemain di lapangan yang akan selalu menentukan hasil dari pertandingan.
Mereka telah menunjukannya. Para pemain timnas Indonesia benar-benar punya mental yang luar biasa. Satu persatu mulai menunjukkan kualitasnnya. Kita lihat Witan yang mulai kembali naik performanya. Rizki Ridho yang selalu stabil dalam setiap pertandingan. Pratama Arhan yang juga selalu on fire. Ivar Jenner yang juga semakin matang. Juga Justin Hubner yang semakin agresif dan selalu sigap di lini belakang. Jangan lupakan juga Ernando Ari yang sangat luar biasa, selalu menjadi penyelamat dan benteng terakhir bagi pertahanan Indonesia.
Dan yang paling menarik adalah bagaimana performa Struick yang sangat mengejutkan. Perlahan-lahan Struick mulai membuktikan kualitasnya sebagai seorang striker. Dua gol yang berhasil dilesahkan ke gawang Korea membuktikan bahwa Struick punya potensi besar untuk menjadi striker Indonesia di masa depan.
Umurnya yang masih muda, menjadikkan ia memiliki banyak waktu dan kesempatan yang masih panjang untuk terus meningkatkan kualitas permainannya. Maka potensi itu harus di gali dan di asah di atas lapangan. Dengan banyaknya jam terbang bersama timnas Indonesia, lambat laun Struick mulai menemukan performanya sendiri.
Semua memang butuh proses, tim yang dibangun juga butuh proses. Tim ini sudah semakin matang, progres sudah mulai terlihat dan apa yang dilakukan oleh STY dalam memilih pemain-pemain muda untuk mengisi timnas senior tidak sia-sia. Indonesia mulai memetik hasilnya. Sehingga tidak berlebihan semua perubahan ini tidak terlepas dari tangan dingin seorang STY.
Maka keputusan PSSI dalam memperpanjang kontrak STY untuk terus melatih timnas Indonesia adalah keputusan yang sangat tepat. Inilah waktu yang tepat bagi Indonesia untuk mengepakkan sayap dan terbang lebih tinggi lagi di kawasan Asia. STY makin menyala dan timnas makin menggila, luar biasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H