Hanya secangkir kopi moccachino dan sebatang rokok yang bisa mengobati kegelisahan saya malam ini. Meski langit tampak cerah dengan sinar bulan yang terlihat indah, pikiran saya masih saja mengawang-ngawang memikirkan nasib masa depan serta merenungkan apa yang sedang dan telah saya hadapi ditahun 2023 ini.
Sehingga keindahan-keindahan dan kenikmatan-kenikmatan Tuhan yang setiap hari disuguhkan didepan mata itu seringkali luput dari pandangan dan pengamatan saya.
Semilir angin, sinar bintang, cahaya bulan sebenarnya adalah keindahan-keindahan dan kenikmatan-kenikmatan yang seharusnya selalu kita syukuri dan kita berhak hadir disetiap moment tersebut tanpa harus disibukan dengan kecamuk pikiran yang seringkali mengganggu.
Pikiranlah yang seringkali menjadi pembatas dan penghalang kita untuk dapat menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya. Pikiranlah yang seringkali menjadi dinding sekat yang menghalangi kita untuk senantiasa "sadar" dan hadir disetiap moment untuk mensyukuri anugerah Tuhan yang ada dalam hidup kita.
"Begitu berat dan sakit" pikirku berulang kali, sembari mencoba flash back melihat dan merenungi perjalanan saya di tahun 2023 ini. Mungkin pikiran saya ada benarnya, tahun ini bisa menjadi tahun tersulit dalam sejarah kehidupan saya.
Saya seolah ditekan dan ditusuk dari berbagai arah, sehingga saya tak mampu untuk menghindar dari berbagai tekanan yang luar biasa dahsyat itu, rasanya seperti dihantam dengan palu besar sehingga cukup "meremukan" jiwa saya belakangan ini.
Tekanan itu bukan saja bersumber dari keterpurukan finansial yang saya alami, tapi juga bersumber dari sisi yang lain yakni pekerjaan, keluarga hingga kesehatan yang benar-benar menguji kesabaran serta keikhlasan saya. MashaAllah, itulah yang biasanya terucap spontan kala saya sedang diuji masalah.
Yang paling utama sebenarnya adalah soal kesehatan. Secara fisik Alhamdulah sebenarnya saya dibilang sehat, makan enak, minum enak, bahkan sudah jarang lagi masuk angin, tapi masalahnya adalah tangan kiri saya yang belum bisa digunakan sepenuhnya akibat cidera patah tulang ini yang kadang membuat saya sedikit galau.
Bukan berarti saya mengeluh, tidak, tidak sama sekali. Sejak awal saya memang menerima kejadian ini dengan ikhlas dan tak ada rasa penyesalan sama sekali dengan keputusan yang saya pilih, namun masalahnya, ini membuat gerak dan mobilitas saya menjadi terbatas.
Apalagi saya adalah orang yang paling diandalkan bukan saja dikeluarga tapi juga dalam pekerjaan, oleh sebab itulah kadang kejadian ini membuat saya merasa seperti jenuh, jengah, sehingga saya merasa ingin semua ini segera berakhir sehingga saya bisa hidup "normal" lagi sebagai mana biasanya.