Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Saluran TV Masa Kini Gemar Mengeksploitasi Kontroversi

15 Januari 2023   11:02 Diperbarui: 15 Januari 2023   11:10 987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mantan suami Norma Risma (Sumber: youtube.com/Trans TV Official)

Diera 90an atau 2000an awal untuk bisa masuk televisi mungkin bisa dibilang sulit, pasalnya untuk dapat masuk televisi, seseorang dituntut untuk memiliki sebuah talent. Entah itu menyanyi, akting, bermusik, sulap atau talent-talent lain yang bisa menghibur dan memberikan efek tontonan menarik bagi masyarakat.

Bahkan prosesnya pun terbilang cukup ketat, dari mulai mengikuti casting, audisi, join agensi hingga mulai dari nol sebagai pemeran figuran atau bahkan jadi asisten selebritis, ditempuh agar bisa layak masuk tv dan jadi figur publik.

Sehingga tak heran para aktor, seniman, musisi dan selebritis zaman dulu masih memiliki tempat dihati penggemar sampai sekarang. Bagaimana talent dan kualitas perannya dilayar kaca pun masih bisa diperhitungkan dan mampu bersaing dengan selebritis-selebritis muda era modern ini.

Tak jarang banyak para aktor dan pemeran film atau sinetron menceritakan bagaimana perjuangan mereka untuk bisa masuk tv diawal karirnya. Butuh jalan panjang dan proses yang tidak singkat untuk dapat dikenal oleh publik. Perjalannannya pun seringkali berdarah-darah penuh tantangan dan hambatan sehingga benar-benar menguras fisik dan pikiran.

Salahsatu pemain sinetron kawakan Thomas Djorghi pun sempat mengungkapkan bagaimana kisah perjalanannya menjadi seorang selebritis. Bukan hal yang mudah menurutnya untuk menjadi seorang artis terkenal di tanah air. Hal itu ia sampaikan kala ia berbincang dengan Venna Melinda di kanal youtube nya.

"Keringat darah gitu, pulang subuh kan, berangkat subuh lagi, kapan tidurnya." ungkap Thomas saat mengenang masa-masa perjuangannya, seperti dikutip dari kompas.com

Hal ini menunjukan bahwa zaman dulu, masing-masing media televisi mempunyai standar tinggi dan sama-sama bersaing untuk memberikan tontonan menarik dengan menghadirkan selebritis yang punya talent-talent menghibur dan berkelas. Sehingga tidak sembarang orang bisa masuk televisi tanpa dibarengi dengan talent yang mempuni.

Namun semenjak media sosial menyerang, perlahan-lahan banyak media televisi yang kini tak idealis lagi. Banyak yang lebih mementingkan rating dan money-making oriented tanpa menyeimbangkan bagaimana kualitas siaran yang layak ditonton oleh publik.

Lihat saja bintang-bintang tamu yang kerap berseliweran di acara talk show saluran tv Indonesia saat ini. Sudah sangat sering kita menjumpai saluran televisi yang malah mengundang pribadi yang penuh kontroversi. Atau bahkan pribadi-pribadi yang unfaedah dalam tanda kutip, karena eksis berkat media sosial.

Seperti baru-baru ini "Pagi-pagi Ambyar" salahsatu program talkshow t*ans tv mengundang bintang tamu yang dianggap kurang berkualitas, yakni Rozzy Hakiki yang merupakan mantan suami dari Norma Risma. Kehadirannya tentu mengundang pertanyaan publik, mengapa orang yang sedang bermasalah dan diduga kuat selingkuh dengan mertuanya sendiri itu malah dihadirkan di tv?

Mantan suami Norma Risma (Sumber: youtube.com/Trans TV Official)
Mantan suami Norma Risma (Sumber: youtube.com/Trans TV Official)

Untuk apa tujuannya? Apakah hanya untuk sekadar mendulang rating dan mendapat pro-kontra pembicaraan publik? Jelas ini adalah langkah keliru. Karena seolah-olah media televisi kian memberi panggung dan secara tidak langsung membenarkan hal-hal atau pun tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan norma masyarakat.

Netizen pun geram dan ramai-ramai mengecam, bahkan berkomentar pedas mengenai program acara ini. Malah banyak yang menyerukan untuk memboikot saluran televisi tersebut.

"Kemarin yang diundang orang-orang aneh dan gak berprestasi, its ok gue masih bisa nerima, tapi kali ini gue bilang tv j*nc*k! Ini orang udah melanggar batas kemanusiaan dan agama, dia udah mengakui kenapa harus diundang? Yang dipikirkan hanya rating bukan edukasi." ujar salahsatu warganet @rezhend di Twitter.

Padahal KPI sendiri telah mengatur dan menetapkan tentang bagaimana standar siaran bagi media. Seperti tertuang dalam bab IX tentang Penghormatan Hak Privasi pasal 13 menyebutkan bahwa:

1). Program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek isi siaran.

2). Program siaran tentang permasalahan kehidupan pribadi tidak boleh menjadi materi yang ditampilkan dan/atau disajikan dalam seluruh isi mata acara, kecuali demi kepentingan publik.

3). Kepentingan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatas terkait dengan penggunaan anggaran negara, keamanan negara, dan/permasalahan hukum pidana.

Mengundang sosok Rozzy Hakiki di televisi sebagai terduga selingkuh dengan mertua sendiri tentu ini telah menyalahi aturan penghormatan hak privasi dan tidak ada urgensi demi kepentingan publik karena ini menyangkut masalah pribadi yang seharusnya tak perlu di blow up di media televisi.

Sedangkan sebagaimana disebutkan dalam peraturan KPI, tentang Tujuan, Fungsi dan Arah, standar program siaran media harusnya bisa memperkokoh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera.

Sebuah program siaran yang diluncurkan media pun seyogyanya bisa memberikan manfa'at yang sebesar-besarnya pada masyarakat, juga tidak bertentangan dengan nilai-nilai hidup yang berkembang di masyarakat.

Jonathan Rothwell seorang ekonom Amerika Serikat juga menulis di The New York Times, menerangkan ada bukti baru bahwa kebiasaan menonton dapat mempengaruhi pemikiran, prefrensi politik, bahkan kemampuan kognitif. Kenyataan ini seharunya menjadi pedoman bagi media-media yang ada di Indonesia untuk menyiarkan tayangan-tayangan yang berkualitas setidaknya edukatif bagi publik.

Bukan malah secara terus menerus mengeksploitasi dan mengekspos hal-hal unfadeah dan mengundang kontroversi dengan menghadirkan orang-orang yang mendatangkan pro-kontra hanya sekadar untuk mendulang rating demi keuntungan perusahaan semata.

Seharusnya revolusi mental segera ditindak lanjuti mulai dari tontonan yang disuguhkan pada publik. Pemerintah sepertinya perlu sering introspeksi, apakah tayangan-tayangan yang kini ada di media-media khususnya televisi sudah cukup mencerdaskan bangsa dan sudah sesuai dengan standar siaran yang layak konsumsi? 

Karena miris apabila publik terus menerus disuguhi oleh program-program yang kurang mendidik dan jauh dari standar program siaran seperti ini. Hal ini akan berefek pada banyak aspek, bukan saja pada kecerdasan publik, tapi juga bisa menurunkan kualitas mental masyarkat sehingga menganggap hal-hal yang dilarang dalam norma masyarakat menjadi suatu kewajaran dan orang tidak akan malu lagi apabila berbuat hal-hal yang bertentangan dengan aturan.

Penting untuk segera dibenahi.  Salam [Reynal Prasetya]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun