Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tiga Kebijaksanaan Spiritual Jawa yang Patut Diteladani

24 Desember 2022   09:01 Diperbarui: 24 Desember 2022   09:08 1449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilustrasi spiritual jawa (sumber: nusantaratv.com)

Dalam mengarungi kehidupan kita seringkali menemui kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan. Oleh karena itu kita perlu mempunyai jiwa yang kuat untuk dapat melalui setiap kejadian-kejadian yang sering kali tidak mengenakan itu.

Jiwa yang kuat itu dapat dibentuk melalui laku spiritual yang oleh nenek moyang dan leluhur kita telah ajarkan. Kalau kita hendak menggali, banyak sekali khazanah spiritual, filosofi, pepeling, atau ajaran budi yang ada di nusantara ini.

Bahkan setiap daerah, setiap suku memiliki ajaran spiritualnya sendiri. Orang Sunda memiliki ajaran spiritual dan memiliki cara hidup sebagai orang Sunda. Begitupun dengan orang Jawa yang juga memiliki ajaran spiritual dan cara hidup sebagai orang Jawa.

Tidak lupa juga dengan suku-suku lain yang ada di nusatara ini seperti halnya dayak, minang, bugis, dan lainnya tentu mempunyai adat, budaya, ajaran dan filosofi dalam menjalani hidup dengan cara yang berbeda-beda. Yang mana ajaran-ajaran dan cara hidup itu tentu masih bisa kita praktikan di era kehidupan yang semakin modern ini.

Meski pun saya asli orang Sunda dan terlahir di tanah Pasundan, namun tidak menutup kekaguman saya pada kebijaksanaan spiritual yang ada pada suku lain yang ada di Nusantara ini, salahsatunya adalah Spiritual Jawa yang sarat akan makna.

Inilah Tiga Kebijaksaan Spiritual Jawa yang Patut Kita Teladani

1). Ojo Kagetan, Ojo Gumunan, Ojo Dumeh

Ojo kagetan berarti dalam menjalani hidup kita jangan mudah terkaget-kaget dengan fenomena yang terjadi. Dengan musibah yang tiba-tiba datang tidak diduga, atau dengan orang-orang yang tiba-tiba berubah perangainya sehingga berbalik 180 derajat.

Suatu hal yang terjadi secara tiba-tiba, aneh, mendadak, diluar prediksi dan tidak terduga mungkin bisa saja membuat kita kaget, tapi dalam hidup hal-hal yang semacam itu memang sudah seharusnya terjadi dan kita tidak perlu kagetan dengan fenomena, peristiwa atau musibah yang datang pada kita.

Ojo kagetan mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang tenang, sabar dan tegar dalam menghadapi setiap situasi. Karena seberat apapun ujian dan masalah yang kita hadapi kalau kita mampu tetap tenang dan tegar kita pasti bisa melaluinya.

Sedangkan Ojo Gumunan berarti, dalam hidup kita juga jangan mudah terheran-heran. Karena segala sesuatu peristiwa atau fenomena yang terjadi sudah barang tertentu terjadi sesuai kuasa dan atas izin-Nya.

Apabila kita melihat orang yang lebih kaya, sukses, hebat, rupawan, dan punya kelebihan daripada kita, tentu kita tidak perlu "gumun", tidak perlu heran, "wah dia ini hebat", "wah kok bisa yah dia punya skill seperti itu", dan ungkapan kekaguman lainnya yang menunjukan keheranan, padahal kita tahu kelebihan-kelebihan yang ada pada manusia termasuk pada diri kita sejatinya adalah pemberian dan titipan Tuhan.

Sementara Ojo Dumeh mengajarkan kepada kita untuk selalu rendah hati dan "handap ashor". Tidak menjadi pribadi yang angkuh tatkala kita mempunyai kelebihan atau pun kuasa. Sehingga kita tidak lupa bahwa apa yang kita punya ini hanya bersifat sementara dan merupakan titipan Tuhan.

Ojo Dumeh secara harfiah berarti "jangan mentang-mentang" jangan sok, jangan menjadi orang yang merasa paling hebat tatkala kita sedang berada diatas atau kita mempunyai kelebihan, kekuasaan, kepintaran, tetaplah membumi dan tidak pernah merasa bahwa kita paling "segalanya". Tanamkan ajaran ini dalam-dalam dalam jiwa kita sehingga kita bisa terhindar dari sifat takabur dan sombong.

2). Ojo Rumongso Biso, Nanging Kudu Biso Rumongso

Kalau diartikan kedalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya adalah, "Jangan merasa bisa, tapi harus bisa merasa". Apakah kita orang yang lebih "biso rumongso" daripada "rumongso biso"?. Karena "rumongso biso" akan menghantarkan kita pada sifat angkuh, merasa diri hebat, sedangkan "biso rumongso" sudah barang tentu kita selalu bisa jernih melihat kekurangan dan selalu bersedia untuk selalu memperbaiki diri.

Sayangnya dewasa ini kita melihat lebih bayak orang yang "rumongso biso" dibanding "biso rumongso" banyak yang lebih merasa bisa, merasa pintar daripada bisa merasa, dan "pintar merasa" padahal mungkin kemampuan dan ilmunya itu belum seberapa, tidak ada apa-apanya, tapi sudah kadung "rumongso biso" sehingga orang yang "rumongso biso" sulit melihat kekurangan dirinya sendiri dan lebih senang membanggakan apa yang menjadi kelebihannya.

Padahal diatas langit masih ada langit. Selalu ada orang yang pasti jauh lebih hebat daripada kita. Akan selalu ada orang yang jauh lebih unggul daripada kita. Maka sepatutnya kita "biso rumongso" dan tahu diri kalau kita masih perlu banyak belajar dan menimba ilmu dari orang lain yang lebih hebat dan berpengalaman daripada kita.

3). Suro Diro Joyo Ningrat, Lebur Dening Pangastuti

Kebijaksanaan spiritual ini mengajarkan kepada kita bahwa segala sifat keras hati, picik, jahat, serta angkara murka tentu hanya dapat dikalahkan dengan sifat bijak, lembut, serta sabar.

Tak ada gunanya apabila melawan api dengan api. Tentu api hanya bisa dikalahkan dengan air. Itulah yang dimaksud dengan Suro Diro Joyo Ningrat Lebur Dening Pangastuti ini. Bahkan ribuan tahun yang lalu, Rasul-rasul kita, Nabi-nabi kita telah mengajarkan ajaran ini pada kita dan terbukti musuh-musuhnya, lawan-lawannya bisa dikalahkan dengan kesabaran dan akhlaqul karimah yang baik.

Sebelum mengenal ajaran ini, kadang-kadang saya sebagai manusia yang memiliki ego ingin sekali membalas mereka yang berlaku culas, picik dan jahat dengan cara-cara yang serupa, namun ketika direnungkan kembali, cara-cara yang demikian ternyata bukan malah menyelesaikan masalah, tapi justru bisa memperkeruh masalah.

Jadi saat dimana saya menghadapi orang-orang yang cukup menyebalkan dan memuakan. Keras hati, ingin menang sendiri, egois dan tak mau kalah, maka saya tak perlu meladeninya dengan sikap yang serupa, tapi saya akan ladeni dengan jiwa yang luas, lembut serta sabar untuk menaklukannya. Niscaya orang itu pun lama-lama akan luluh dengan sendirinya.

Dengan memahami dan mengamalkan tiga kebijaksanaan spiritual ini entah mengapa saya pun merasa jadi lebih dewasa daripada sebelumnya. Jadi lebih tenang, lebih santai, tidak reaktif, tidak mudah kaget dan terheran-heran dan tentunya yang paling utama adalah bisa lebih dekat dan ingat Tuhan.

Tiga kebijaksanaan spiritual ini pula yang selalu saya jadikan sebagai pegangan tatkala saya sedang mengalami kesulitan, ujian atau guncangan keras yang datang secara tiba-tiba. Dan Alhamdulilah atas bantuan dan izin-Nya saya selalu dapat melalui setiap cobaan dan ujian yang ada.

Semoga saja kebijaksanaan spiritual ini juga bisa meresap kedalam jiwa anda dan bisa bermanfa'at sebagai pegangan bagi kehidupan anda. Mari kita pahami, renungkan lalu kemudian amalkan.

Salam Rahayu
Reynal Prasetya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun