Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mencoba Menilai Bahar Bin Smith dari Sisi yang Berbeda

5 Januari 2022   16:15 Diperbarui: 5 Januari 2022   16:20 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Habib Bahar Bin Smith (Sumber: tribunnews.com)

Awalnya saya ingin memberi judul tulisan ini dengan tajuk, "Jangan Pandang Habib Bahar Sebelah Mata" sempat terbersit juga ingin memberi judul, "Mengagumi Sekaligus Menyayangkan Sikap Habib Bahar" hingga saya coba mengeksplorasi narasi yang lebih sensasional seperti, "Ulama Keras Vs Lembut, Mana yang Benar?" Yang pada akhirnya tidak ada satupun dari ketiga judul tersebut yang saya pilih.

Mengapa demikian? Karena saya tidak ingin terjebak tendensi mau pun mencoba berada disisi paling ekstrim ketika mengagumi seseorang. 

Melalui tulisan ini saya hanya mencoba untuk menyampaikan kegelisahan sekaligus unek-unek yang tersimpan dalam benak untuk menanggapi kejadian baru-baru ini terkait dengan kasus hukum yang lagi-lagi menimpa Habib Bahar Bin Smith (HBS).

Seperti yang kita tahu, baru saja setelah beberapa bulan bebas dari penjara, kini HBS kembali terkena kasus hukum dan beliau harus kembali ditahan di Mapolda Jawa Barat. Sejak senin malam, 3 Januari 2022 usai ditetapkan sebagai tersangka.

Saya tak ingin terlalu jauh menyoroti kasus hukum yang sedang menimpanya. Saya juga tak ingin membahas kronologi maupun pro kontra mengenai penahanan beliau.

Sungguh saya adalah orang yang kurang mengerti soal hukum dan tidak cermat juga dalam menilai gejolak politik. Saya tidak sedang berusaha menjadi pakar hukum atau pun pengamat politik dalam tulisan ini.

Yang saya khawatirkan adalah keliru ketika menginterpretasikan apa yang terjadi. Keliru dalam berargumen mengenai hukum dan politik, sehingga lebih baik saya menyempitkan topik tulisan ini hanya diseputar pengamatan dan penilaian subjektif saya terhadap sosok HBS.

Tapi meski pun penilaian ini subjektif, saya ingin memposisikan diri di tengah. Saya bukan penyambung lidah penguasa mau pun fans fanatik dari HBS itu sendiri. Saya hanya rakyat biasa, orang awam yang tiba-tiba terluka hatinya ketika ada sosok ulama yang dihinakan, dihujat, bahkan dicaci maki secara sadis.

Entah, meski dimata orang banyak pada umumnya HBS dipandang sebagai ulama yang keras, kasar, arogan, bahkan di cap sebagai "radikal", saya justru melihat ada sisi lain dari HBS yang banyak orang tidak sadari bahkan luput dari penglihatan.

Tetiba orang menjadi benci bahkan meghujat dan menghina kepada beliau menurut saya disebabkan karena dua hal.

Pertama, efek bias pikiran akibat kadung tidak suka dan sorot media massa yang terlalu banyak mengangkat atau mengekspos kekurangannya saja. Sehingga hal-hal baik atau pun positif yang ada pada beliau seolah lenyap tak terlihat, padahal ada banyak sekali sikap, pendirian maupun tindakan beliau yang menyentuh dan menggentarkan hati selagi kita mau sejenak menetralkan pikiran dari aktifitas penilaian.

Sebut saja, ini disebabkan karena terlalu banyak orang yang cepat memberi penilaian ketimbang bersedia mengamatinya terlebih dahulu.

Kedua, tentu saja karena banyak orang yang tidak mengenalnya secara pribadi. Banyak orang yang hanya mengenalnya melalui kontroversinya saja. Bukan mengenal karena adanya percakapan atau pun waktu yang cukup untuk menelisiknya lebih dekat.

Karena seperti sebuah pepatah. Tak kenal, maka tak sayang. Maka wajar saja, saat ini banyak orang yang tetiba membencinya. Pepatah ini terbukti, bukan hanya slogan belaka. Maka, kenali lah dahulu baru lah berikan penilaian.

Salahsatu yang menjadi sebab mengapa seringkali HBS dituduh sebagai pembuat onar bahkan di cap sebagai ulama "radikal" karena gaya ceramahnya yang lantang dan berapi-api dan juga berani dalam menyampaikan kebenaran.

Terus terang pada awalnya saya juga merasa prihatin dengan gaya ceramahnya yang meledak-ledak itu bahkan tidak segan-segan sesekali bisa sampai mengeluarkan kata-kata yang kurang pantas di dengar.

Tapi, waktu itu saya menilainya terlalu cepat. Memang sangat disayangkan banyak orang yang tidak bisa menilai esensi ceramahnya itu secara utuh. Karena yang banyak berseliweran di media sosial itu biasanya hanya berupa potongan-potongan video ketika beliau sedang mengkritik pemerintah saja secara keras yang akhirnya kemudian viral.

Padahal ketika beliau berceramah itu yang saya perhatikan, beliau tidak tiba-tiba begitu saja berapi-api dan beringas mengkritik pemerintah, tidak. Tapi murni pengajian misalnya membahas akidah, keutamaan ilmu, atau bagaimana seorang murid bersikap kepada gurunya.

Namun memang di beberapa kesempatan, ada sebagian dari ceramahnya yang masih berkaitan dengan pemerintah.

Misalnya waktu itu saya pernah menyimak salahnsatu kajian atau ceramahnya di salahsatu channel Youtube yang full durasi sekitar satu jam lebih, Apa disitu yang dibahas?

Bukan sobat, bukan tentang provokasi atau pun menebarkan kebencian, dalam satu jam tersebut justru saya mendapatkan pencerahan. Tidak ada indikasi-indikasi beliau memprovokasi atau pun menebar kebencian, tidak ada.

Dalam satu jam tersebut justru saya disuguhi ilmu berharga yang terkandung dalam kitab yang sangat terkenal yakni Kitab Ihya Ulumuddin, Karangan Ulama yang sangat terkemuka yakni Imam Al-Ghazali. Ya, anda tidak salah dengar, dalam satu jam tersebut HBS membahas mengenai keutamaan ilmu, mempelajari ilmu dan mengajarkan ilmu.

Tapi dalam kitab tersebut ada beberapa dalil yang memang berkaitan dengan pemerintahan dan penguasa. Ya tentu saja HBS perlu menjelaskan nya secara rinci, karena itu ada dan memang tercantum dalam kitab tersebut.

Misalnya salahsatu dalil yang HBS bedah dalam kitab tersebut berbunyi seperti ini:

"Rusaknya rakyat, negara itu disebabkan karena rusaknya pemerintah. Dan rusaknya pemerintah itu disebabkan karena rusaknya para ulama yang diam ketika pemerintah melakukan kedzaliman, ketidakadilan dan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat."

Kalau ingin membantah, ya jangan membantah kepada HBS. Tapi langsung saja ke penulisnya yaitu Imam Al-Ghazali. Karena beliau hanya menyampaikan apa yang menjadi esensi dari isi kitab tersebut.

Nah dari situlah, akhrinya muncul kritikan-kritikan HBS yang cukup pedas kepada pemerintah. Yang jika dipersentasekan mungkin hanya sekitar 30% isi dari kritikannya itu dibanding bobot kajian Ilmu nya yang lebih banyak.

Jadi jangan menilai ketika beliau berceramah itu sudah pasti isinya memprovokasi, menghujat, atau menebar kebencian. Itu penilaian yang keliru sobat. 

Saya bisa menyebut, apa yang dilakukan HBS dengan lantang dan berapi-apinya dengan kata-kata yang cukup pedas itu tidak lain hanya sebuah klimaks yang terjadi karena wujud amarahnya atas ketidakadilan yang tidak kunjung ditegakan.

Bukan berarti beliau tidak bisa ceramah lembut dan menyejukan, bukan. Cuman ketika beliau ceramah lembut tentang akhlak, atau tentang adab misalnya, tidak ada yang memasukan ke Youtube. Tapi giliran beliau sedang ceramah keras, mengkritik pemerintah, banyak yang memasukan ceramah tersebut ke Youtube dan bahkan dipotong dan yang ditampilkan hanya bagian ketika sedang mengkritiknya saja.

Seperti yang disampaikan oleh HBS sendiri dalam sebuah wawancara bersama Karni Ilyas, HBS berkomentar seperti ini:

"Giliran ceramah-ceramah saya yang keras dinaikan, tapi giliran saya ceramah lembut ga ada yang dinaikan. Saya juga enggak gila bang Karni, masak kalau ada acara khitanan terus saya bahas pemerintah kan enggak nyambung. Masak diacara nikahan saya bahas jihad, kan enggak mungkin." Tegasnya itu.

Usahakan simak dahulu isi ceramahnya yang full, yang utuh. Baru beri penilaian. Jangan sampai karena dominasi media massa yang terlalu menyorot kontroversinya akhirnya kita jadi salah dalam memberikan penilaian.

Memang saya juga sangat menyanyangkan dengan beberapa aksi "kekerasan" yang beliau lakukan. Namun hal itu dilakukan bukan tanpa sebab, pasti selalu ada sesuatu yang melatarbelakangi tindakannya itu.

Misalnya ketika beliau terkena kasus hukum pemukulan terhadap seorang driver online. Didalam persidangan beliau mengakui sendiri dimata hukum negara, tindakannya itu memang salah dan tidak dibenarkan, tapi dalam hukum agama apa yang dilakukannya itu menurutnya sudah benar semata-mata karena ingin membela kehormatan isterinya sendiri.

Terlepas dari segala kontroversi, atau pun juga "kekerasan-kekerasan" yang beliau lakukan, bagaimana pun HBS adalah seorang ulama sekaligus dzuriat Nabi.

Apa buktinya kalau HBS adalah seorang ulama? Beliau telah banyak belajar ilmu agama, hafal ratusan hadist dan kira-kira telah 18 tahun lebih menimba ilmu agama di beberapa pondok pesantren. Hal ini yang tidak banyak orang tahu dan luput dari sorotan media.

Apa buktinya kalau HBS cinta NKRI dan Pancasilais sejati? Buktinya sudah banyak para tahanan yang masuk islam dan mereka napi teroris yang sempat menuduh pemerintah Indonesia thogut, polisi thogut, kembali kepada pangkuan NKRI dan menjadi ahlu sunnah waljama'ah setelah HBS tegur dan luruskan.

Lalu, dimana letak radikalnya? Kenapa kebaikan-kebaikan yang beliau lakukan tidak banyak diekspos oleh media?

(Sumber: tangkapan layar dari pikiran-rakyat.com)
(Sumber: tangkapan layar dari pikiran-rakyat.com)
(Sumber: tangkapan layar dari viva.co.id)
(Sumber: tangkapan layar dari viva.co.id)
Pasti selalu ada kelebihan dibalik kekurangan. Begitu pun pada diri Bahar Smith. Apakah beliau layak atau tidak dijadikan panutan, itu kembali lagi kepada para pengikut, santri, mau pun pengagumnya. Hal-hal buruk dan negatif dari beliau tentunya jangan ditiru. Bahkan beliau sendiri yang mengatakan seperti itu.


Dalam salahsatu kesempatan, beliau pernah ditanya oleh salahseorang netizen, tentang apa hukumnya mengaji sambil merokok, HBS pun menjawab, menurutnya tidak baik. Dan dia pun mencotohkan ketika sedang mengajar dirinya tidak merokok.

"Sekarang kan udah selesai ngajarnya. Tadi pas ana ngajar ana kan enggak ngerokok, yang buruk-buruk dari ana jangan ditiru lah. Jangan dicontoh!" 

Sebagai perokok dia pun mengakui bahwa kebiasaannya itu merupakan hal buruk dan berpesan kepada muridnya agar jangan ditiru.

Begitulah sejatinya Bahar Bin Smith. Dia sudah terlahir dengan watak yang keras dan idealisme tinggi dalam membela agama dan kehormatan datuknya yakni Baginda Nabi SAW. Beliau selalu tampil apa adanya tanpa dibuat-buat.

Bahkan saya menyebut HBS ini adalah orang yang terlalu "Rebel" dan terlalu berani dalam menyampaikan kebenaran sehingga membuat orang tidak nyaman ketika mendengar apa yang beliau sampaikan karena terlalu straightforwad tanpa tedeng aling-aling dan blak-blakan.

Padahal dunia ini butuh keseimbangan. Dibutuhkan "kekerasan" sekaligus kelembutan untuk menegakan keadilan. Begitupun dinegeri ini, menurut saya Indonesia juga butuh ulama-ulama yang "keras" dan tegas, bukan hanya ulama yang lembut saja.

Namun sayangnya seringkali masih banyak yang salah kaprah kalau "kekerasan" atau ketegasan itu katanya tidak mencerminkan sifat Nabi, karena Nabi adalah orang yang lembut, murah senyum, dan berubudi pekerti luhur. Itu sangat benar dan saya sangat setuju!

Tapi mereka lupa atau mungkin pura-pura tidak tahu, kalau ada perang, Nabi itu adalah orang yang paling depan dan paling "sangar" ketika membela agamanya. Nabi itu paling "galak" ketika keadilan tidak ditegakkan.

Mereka lupa bahwa, Nabi itu adalah Ksatria sejati. Emperor, Panglima Perang terhebat dalam sejarah. Punya fisik kuat, mahir bergulat, selalu beridiri paling depan, tidak pernah punya rasa takut dan berani memimpin perang untuk membela agamanya.

Nabi itu sempurna sebagai pemimpin dan dijadikan panutan karena ada ketegasan sekaligus kelembutan dalam dirinya. Jangan sampai mengira Nabi itu hanya bersikap lembut saja, jangan salah Nabi pun bisa marah dan tegas dan siap mengobarkan perang (jihad) apabila keadilan tidak ditegakkan.

Statement tersebut justru keluar dari HBS sendiri yang mengatakan bahwa, mereka ulama yang lembut jangan sampai menghilangkan (ketegasan) Nabi. Sebaliknya mereka ulama yang tegas pun jangan sampai menghilangkan (kelembutan) Nabi.

Perihal kasusnya yang baru-baru ini kembali harus membuat dirinya ditahan, saya tidak ingin terlalu banyak berkomentar. Yang jelas beliau sudah berani mempertanggungjawabkan perbuatannya dan tidak lari dari kasus hukum. Dan semoga pihak Kepolisian bisa bekerja secara profesional dan transparan dalam prosesnya.

Salam NKRI, Salam Pancasila!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun