Namun sayangnya STY keliru, level Thailand sangat jauh dari timnas Indonesia soal bagaimana mereka bertahan dan melakukan counter attack.
Ketika bertahan mereka sangat solid dan disiplin, namun ketika mereka melakukan counter attack, dengan sekejap bisa merepotkan lini pertahanan Indonesia bahkan ada beberapa peluang yang hampir bisa dikonversi menjadi sebuah goal.
Permainan yang terlalu terbuka yang dilakukan oleh para pemain timnas Indonesia justru seakan menjadi sentaja makan tuan dan malah merugikan diri sendiri.
Sekelas Vietnam saja yang bermain terbuka dan high pressing ketika berhadapan dengan Thailand meski mereka dominan menyerang dan Thailand bertahan, serangan-serangan balik Thailand masih bisa selalu cepat dan sangat mematikan bagi Vietnam. Counter attack yang mereka lakukan sangat efisien dan selalu bisa mengancam lini pertahanan lawan.
Apalagi ketika menghadapi timnas Indonesia, sudah jelas itu menjadi santapan empuk bagi mereka dalam menciptakan goal ketika diajak bermain secara terbuka.
Jelas bagaimana merubah pola permainan timnas Indonesia yang awalnya tertutup dan sedikit bertahan menjadi terbuka menjadi awal perjalanan STY digiring ketepian jurang neraka oleh anak asuhnya sendiri.
STY kurang cermat menilai bahwa Thailand memiliki algojo-algojo sadis seperti Songkrasin dan Supacok yang kapan saja bisa mengoyak gawang timnya ketika memiliki sebuah peluang.
Harusnya Indonesia bisa sedikit bermain sabar dan tidak terlalu terbuka dibabak kedua. Atau setidaknya Indonesia hanya kalah 1-0 saja itu sudah lebih baik, daripada memaksa bermain terbuka dengan tim sekelas Thailand.
3) Panik dan Sering Salah Pasing
Sepertinya ini klasik, tapi begitulah kualitas para pemain kita ketika berlaga dilapangan. Soal kecepatan, fisik timnas Indonesia boleh diadu dengan timnas Thailand.
Tapi soal pasing akurasi dan juga bagaimana cara mereka mengolah bola (ball retention), lagi-lagi Indonesia masih sangat lemah dan jauh diatas Thailand.