Sebelum memulai tulisan ini, saya terlebih dahulu mencari tahu apa itu Quarter Life Crisis. Paling tidak saya bisa tahu apa pengertian dari istilah ini. Karena terus terang baru kali ini saya tahu ada istilah yang sempat trend di kalangan anak muda ini.Â
Itupun gara-gara tidak sengaja baca dari Kompasiana, atas dasar ketidaksengajaan itulah saya mulai berusaha mendalami apa sebenarnya yang dimaksud dengan Quarter Life Crisis itu.
Ketika saya membaca pengertiannya, perlahan-lahan mulai terbuka pikiran ini dan paham betul bahwa ternyata sekitar 5 tahun yang lalu saya pernah mengalami Quarter Life Crisis, tapi saya tidak sadar dan tidak tahu kalau waktu itu saya sedang mengalami Quarter Life Crisis. Selanjutnya kita singkat saja QLC biar gampang.
Yang saya rasakan waktu itu hanyalah demotivasi, galau berkepanjangan dan tidak tahu apa yang harus saya perbuat untuk memperbaiki kondisi saat itu, pokoknya saya kayak orang linglung, hilang arah dan gak tahu mau ngapain.
Berdasarkan informasi yang beredar, katanya QLC ini akan dan banyak dialami oleh orang yang berusia sekitar 25 tahun, atau menjelang 25 tahun, makanya ada kata Quarter yang berarti seperempat, kalau terjadinya di usia 50, istilahnya mungkin akan berganti menjadi Half Life Crisis hehe.
Tapi saya menemukan pengertian lain yang saya baca dari situs alodokter.com yang mengatakan bahwa QLC ini bisa dialami oleh orang dari mulai usia 18-30 tahun, penggunaan kata Quarter mungkin lebih pas karena usia 25 memang adalah masa-masa transisi seseorang dari remaja menuju dewasa.
Namun QLC ini terjadi tentu bukan tanpa sebab, seseorang bisa mengalami QLC karena ada penyebabnya. Dan saya yakin semua orang dalam hidupnya pernah mengalami QLC ini, namun ada yang tidak sadar bahwa dirinya sedang mengalami QLC.
Jadi apa sih QLC itu? QLC sederhananya adalah suatu kondisi krisis diri yang terjadi pada saat transisi dari remaja menuju dewasa antara umur 18-30 tahun.Â
Seseorang yang sedang dalam fase ini akan mengalami krisis emosional yang melibatkan perasaan seperti depresi, frustasi, terjebak dalam kecemasan yang tidak berujung, sulit bahagia, bingung dan sulit keluar dari emosi-emosi tersebut.
Hal itu bisa disebabkan karena masalah relasi, percintaan, karir dan kehidupan sosial. Orang yang sedang mengalami QLC ini konon bisa sampai mempertanyakan eksistensinya sebagai manusia. Bahkan ada juga yang sampai merasa dirinya tidak memiliki tujuan hidup.
Kondisi QLC ini memang tidak bisa dianggap spele, karena kriris emosi tersebut bisa saja memicu seseorang untuk melakukan sesuatu atau melampiaskan rasa frustasi dan kebingungan itu kepada hal-hal yang buruk, misalnya narkoba atau minum-minuman keras.