Suara hati tidak pernah berkhianat, ketika kamu berani mengikuti kata hati, maka kamu akan diarahkan kepada tujuan yg kamu mau.
Jika anda bersedia meluangkan waktu lima menit membaca artikel ini dengan khusyu, mungkin ada banyak pelajaran dan inspirasi yang akan anda dapat.
Tapi kali ini saya bukan sedang ingin berteori, memberi gagasan, atau beropini, melainkan sedang ingin memberi kesaksian atau bertestimoni tentang keajaiban yang baru saja saya alami.
Saya ingin mulai dengan satu pertanyaan, apakah anda percaya dengan keajaiban?
Jika porsi berpikir anda lebih berat di otak kiri dan logika anda lebih mendominasi dibandingkan dengan kata hati, anda pasti tidak setuju kalau keajaiban dan keberuntungan itu bisa diciptakan.
Sayangnya, keajaiban itu selalu melampaui logika dan memang tidak pernah bisa dinalar. Tapi itu terjadi, ada, nyata dan semua orang dalam satu kesempatan hidupnya pasti pernah mengalami keajaiban.
Hanya saja yang membedakan adalah, ada yang bisa mengulangi keajaiban-nya lagi dan ada yang tidak. Yang mana keajaiban itu seringkali kita sebut sebagai KEBETULAN.
Memang agak sulit menguraikan apa yang dimaksud dengan keajaiban itu, karena itu memang sudah masuk pembahasan di wilayah kuantum, bukan lagi di zona material yang objek kajian-nya bisa di inderai.
Tapi karena saya gemar meneliti hal-hal yang abstrak, tak terlihat, maka saya akan coba menguraikan-nya dengan cara melihat pola kejadian yang sudah saya alami.
Karena tulisan ini juga bentuknya diary, maka uraian-nya pun akan lebih banyak bercerita, ketimbang beretorika dan berargumentasi.
Jadi, ceritanya begini...
Apakah anda masih ingat dan pernah membaca artikel saya yang berjudul: Intuisi, Resign dari Pekerjaan, dan Impian Masa Depan, artikel itu saya tulis beberapa bulan yang lalu sekitar bulan Juli 2020, dua bulan setelah saya memutuskan dengan matang untuk resign dari pekerjaan saya.
Sempat berpikir mungkin ini hanya emosi sesaat, saya pernah ragu kalau keputusan saya untuk resign bukanlah keputusan yang bijak. Tapi semakin lama saya abaikan, suara hati itu makin bergemuruh, intuisi ini semakin bergema seakan-akan terus memberi tahu dan meyakinkan bahwa saya akan baik-baik saja jika memutuskan untuk resign dari tempat kerja itu. Â
Alasan-nya terbilang spele, hanya karena saya merasa bosan. Saya tahu kebosanan dalam pekerjaan itu adalah hal biasa, umum terjadi dan setiap orang pasti mengalami.
Tapi entah kenapa, kali ini rasa bosan yang saya rasakan benar-benar berbeda. Karena saya harus bekerja setiap hari tanpa ada hari libur, melayani puluhan customer tiap hari dengan beragam tipe, sifat, kepribadian yang berbeda-beda itu rasanya sangat membosankan.
Kalau ada jeda satu hari untuk libur, mungkin saya tidak akan mengalami kebosanan seberat itu, tapi karena rutinitas yang saya jalani hanya itu-itu saja, tanpa refreshing, tanpa nongkrong dan ngobrol dengan teman-teman, tanpa ada waktu buat keluarga, wah rasanya sangat membosankan sekali.
Tanpa berpikir panjang, saya memberanikan diri mengikuti kata hati dan intuisi, dengan mantap saya putuskan untuk resign dari tempat pekerjaan saya sejak mei 2020 yang lalu.
Tiga bulan pertama setelah resign rasanya cukup berat dijalani. Saya bahkan pernah menyesal telah mengambil jalan yang amat gelap ini. Saya pernah berpikir bahwa saya telah mengambil keputusan yang bodoh dan ceroboh. Saya pernah menuduh intuisi dan kata hati ini telah menyesatkan saya pada jalan yang tidak semestinya.
Tidak perlu saya ceritakan apa saja kejadian-kejadian di tahun 2020 kemarin yang cukup menjengkelkan, menguras emosi dan menguji mental saya. Yang pasti saya merasa bersalah karena keluarga dan orangtua harus ikut terlibat pada masalah yang sedang saya hadapi.Â
Ahh, pokoknya menyedihkan dan memalukan jika diceritakan. Lebih baik tidak, karena terlalu privasi.
Namun saya harus kuat dan terus melanjutkan perjalanan ini meski penuh dengan ujian dan kepahitan. Saya harus ikhlas dan tetap berbaik sangka kepada-Nya, karena mungkin saja kejadian-kejadian yang tidak mengenakan itu adalah sebagai bentuk kasih sayang-Nya agar saya lebih siap untuk menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dan berat.
Perlahan-lahan saya harus bangkit dan move on, tidak menyimpan dendam, lalu mema'afkan orang-orang yang telah menyakiti saya itu. Saya mulai kembali mencari peruntungan baru. Saya merasa mulai bosan bekerja dan hanya beraktivitas dirumah. Akhirnya saya mencoba melamar pekerjaan ke beberapa perusahaan.
Kebetulan waktu itu ada lowongan untuk Penyiar di radio yang cukup populer di daerah saya. Sudah sejak dulu saya ingin sekali bisa masuk dan siaran di radio tersebut. Karena merasa punya pengalaman, akhirnya saya mencoba mengirimkan CV dan mengikuti interview sesuai dengan tanggal yang telah ditetapkan.
Namun hasilnya nihil. Tiga kali saya mengirimkan lamaran ke radio tersebut untuk jadi marketing dan penyiar selalu ditolak. Entah apa kriteria yang mereka cari untuk seorang penyiar. Faktor jarak juga mungkin menjadi pertimbangan mereka, karena letak radionya ada di pusat kota dan hampir dua jam perjalanan dari rumah saya.
Sebut saja inisialnya radio N. Radio N ini masih satu manajemen dengan radio F. Dua-duanya sama-sama populer. Radio N lebih fokus ke program acara anak muda, sedangkan radio F lebih berfokus ke kalangan umum dan dewasa.
Meski saya sangat ingin sekali masuk dan bisa siaran di salahsatu radio tersebut, ternyata hati dan feeling ini justru berkata sebaliknya. Ada rasa tidak nyaman semenjak saya menginjakkan kaki dan masuk ke dalam studio tersebut.Â
Entahlah, mungkin karena orang-orangnya terlalu kaku dan lingkungan yang terlalu formil membuat saya merasa tidak nyaman. Karena setahu saya, kerja di radio itu santai, fleksibel, menyenangkan, fun, casual dan tidak formil kayak di pabrik atau di perkantoran.
Di moment inilah saya mulai tahu bagaimana cara kerja semesta untuk menunjukkan bahwa apa yang saya inginkan atau pilih itu bukanlah yang terbaik untuk saya.
Karena baik menurut kita belum tentu baik menurut Tuhan, sekeras apapun kita berusaha ngotot mati-matian mengejar apa yang kita inginkan itu, kalau ternyata menurut Tuhan itu bukan yang terbaik untuk kita, maka semesta akan berkonspirasi dan berusaha untuk menjegal kita agar jangan sampai atau mendapatkan apa yang kita inginkan itu. Â
Bagaimana pun caranya. Pasti ada saja halangan-nya. Cuaca yang tidak mendukung lah, motor tiba-tiba mogok lah, orang-orangnya rese lah, apapun itu. Seakan-akan ada tembok atau penghalang yang tidak terlihat yang sedang berusaha menghalang-halangi langkah saya.
Kalau sudah begitu, ya saya hanya bisa ikhlas dan pasrah saja. Mungkin apa yang saya inginkan itu memang bukan yang terbaik untuk saya.
Benar saja, akhirnya semesta pun memberikan jawaban-nya. Bahwa ternyata ada radio lain yang lebih cocok, sesuai dan terbaik untuk saya, yaitu radio E.
Saya juga tak menyangka akan diterima di radio E ini. Padahal sebelumnya saya sama sekali tidak ada niat atau keinginan untuk bisa masuk dan bisa siaran di radio E ini. Bisa dibilang saya adalah orang yang paling beruntung dari sekian pelamar, karena sebenarnya waktu itu lowongan-nya sudah ditutup, karena saya telat mendapatkan info bahwa di radio E itu ternyata sedang membuka lowongan untuk penyiar.
Tapi saya tidak putus asa, saya coba saja dulu tanya-tanya kepada salah satu crew yang bekerja di radio E tersebut. Alhasil saya mendapat respon positif meski lowongan sudah ditutup, tapi saya diberi kesempatan untuk mengirimkan CV terlebih dahulu.
Satu hari kemudian salah satu crew dari radio E itu menghubungi saya dan dia meminta saya untuk mengirimkan sample rekaman siaran saya. Untungnya saya masih menyimpan rekaman siaran dan rekaman suara saya untuk iklan di radio yang dulu. Maka rekaman itu saya kirimkan.
Dua hari kemudian saya dihubungi lagi untuk datang dan interview. Jawaban-nya sungguh bikin saya bahagia karena ternyata dari sekian banyak pelamar yang mengirimkan surat lamaran, pimpinan radio E melihat, saya adalah orang yang paling memenuhi kriteria penyiar yang mereka cari. Artinya, saya diterima di radio E tersebut.
Saya perlu mencubit pipi saya berkali-kali untuk memastikan bahwa itu nyata dan bukan mimpi. Dan ternyata semua itu memang nyata, saya di terima dengan terbuka, orang-orangnya asyik, ramah, lingkungan-nya tidak terlalu formil, bahkan hari pertama saya diterima di radio E tersebut sudah langsung diajak makan bersama, bersenda gurau layaknya teman lama yang baru ketemu lagi. Dan besok adalah hari pertama saya kembali mengudara. :)
Yang lebih gilanya lagi, ternyata marketing radio E tersebut adalah teman dan kenal dekat dengan Bos saya di radio yang dulu. Hahaha, gila. Sungguh canggih memang cara kerja semesta ini.
Dibandingkan dengan radio-radio yang lain, gedung radio E ini lebih megah, luas dan besar. Ditambah lagi letaknya yang berada di kawasan wisata yang dikelilingi oleh pemandangan gunung yang indah nan sejuk membuat saya semakin betah untuk tinggal dan menetap di radio tersebut.
Tanpa henti-hentinya saya mengucap syukur dan berterimakasih kepada Tuhan, bahwa ternyata Tuhan sangat baik dan lebih tahu apa yang betul-betul terbaik untuk saya. Ini merupakan keajaiban. Ini adalah bukti bahwa, intuisi tidak pernah menyesatkan kita pada jalan yang salah. Ini bukti bahwa suara hati tidak pernah berkhianat. Begitulah cara Tuhan dalam memberikan kejutan. Sangat indah, sempurna, ajaib dan menyenangkan.
Dengan masuknya saya ke radio E ini artinya sebentar lagi resolusi saya akan terwujud. Karena di artikel sebelumnya yang berjudul: Cerita Pertama di 2021: Dimulai dari Introspeksi Lalu Membuat Resolusi, di artikel itu saya sudah menuliskan bahwa di 2021 ini saya ingin sekali punya playground yang baru, lingkaran sosial baru yang lebih suportif dan ingin punya teman lebih banyak. Mungkin lewat radio E inilah jawaban dari resolusi tersebut akan terjawab.
Saya selalu percaya bahwa, tidak ada yang nama KEBETULAN di dunia ini. Semua sudah dirancang dan sudah diatur oleh-Nya. Hanya saja, kita kadang suka sok tahu bahwa apa yang kita pilih dan kita inginkan itu yang terbaik untuk kita, padahal belum tentu.
Ini rahasia yang tidak boleh anda bocorkan pada siapapun:
Ketika anda dibawa pada satu tujuan, semesta tidak akan memilih jalan yang lurus dan mulus, tapi semesta akan membawa anda berputar-putar terlebih dahulu, dibawa ke gunung, kehutan, kelembah, ke jalan terjal penuh kerikil dan berliku-liku terlebih dahulu, hingga barulah anda akan sampai pada tujuan dan titik yang sebenarnya.Â
Begitulah cara kerjanya...Â
Inilah diary pertama saya. Terimakasih sudah membaca. :)
Sahabat Anda
Reynal Prasetya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H