Ini dampaknya tidak main-main, lho. Mau tau apa dampak jangka panjangnya?
Dalam kasus ini si anak kurang edukasi dari orangtuanya. Masa muda yang seharusnya dia habiskan untuk belajar, mengeksplorasi diri, menemukan minat dan bakat, justru digunakan untuk berpacaran. Akibatnya ketika dia lulus SMP atau SMA, yang ada di otak si anak pasti hanya ada cinta dan pernikahan.
Tidak akan ada lagi hasrat untuk mengejar karir, mengerjakan passion, atau mewujudkan mimpi, karena menurut dia, tujuan hidup yang paling utama adalah: menikah.Â
Pikirannya sudah lebih dulu terdistraksi dengan kisah-kisah romansa dan pernikahan. Apalagi jika mereka hanya belajar semua itu dari tontonan di televisi. Salahsatunya: sinetron.Â
Banyak lho, saat ini anak-anak kita yang masih SD sukanya nonton sinetron. Apalagi yang bertema percintaan remaja, pernikahan, dan kisah rumah tangga. Akan selalu laris manis dipasaran :)
Dan benar saja, mimpi si anak untuk menikah muda pun akhirnya terwujud. Tujuan hidupnya sudah tercapai, kini dia sudah menikah. Lalu kemudian mempunyai anak. Dia kini sudah menjadi orangtua dan bukan anak-anak lagi.
Akan tetapi karena semenjak muda dia tidak pernah belajar bagaimana caranya menjadi orangtua dan orangtuanya pun lebih banyak membebaskannya, maka ada kecenderungan dia pun akan melakukan hal yang serupa kepada anaknya.
Hasilnya? Ah sudah bisa dipastikan, anaknya pun akan mempunyai kecenderungan yang sama untuk bertindak seperti orangtuanya. Siklus ini mungkin akan terus berulang, entah sampai generasi yang ke berapa.
Inilah yang menyebabkan SDM kita kalah dari negara-negara lain. Karena edukasi dan literasi belum menjadi orientasi utama. Melainkan pernikahan dan kisah romansa yang terlalu dijunjung tinggi.
Beruntung saya memiliki seorang ibu yang tidak pernah mendorong saya untuk buru-buru menikah. Untuk buru-buru berkeluarga. Ibu malah lebih peduli terhadap apa yang bisa dicapai dimasa muda? Karir apa yang akan saya raih? Tujuan dan cita-cita apa yang ingin dicapai?.
Ibu justru menganjurkan untuk berkelana dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya terlebih dulu, karena sebagai laki-laki, kelak saya akan menjadi pemimpin.