Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Sebagai Penulis, Apakah Anda Sudah Siap Dikritik?

10 November 2020   08:54 Diperbarui: 10 November 2020   08:58 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah ada seorang penulis yang tidak pernah dikritik? Mungkin ada, tapi bukan berarti penulis itu sudah hebat. Justru kita harus curiga, jangan-jangan penulis tersebut tidak pernah berkembang.

Karena kritik seringkali beriringan dengan kualitas. Semakin sebuah karya menampakkan "keindahannya", maka akan ada banyak pula yang berusaha "mencemari" keindahan itu.

Sebagai penulis, kita harus siap dikritik jika kita ingin menjadi penulis hebat. Tidak ada penulis besar yang luput dari kritik. Satu demi satu kritikan akan selalu datang dari setiap penjuru.

Ada yang menyampaikan kritik dengan maksud peduli, ada juga yang mengkritik karena sedari awal memang sudah tidak suka, tidak "nangkep" atau lebih jauh lagi, tidak sudi menikmati karya yang kita buat.

Kita tidak sendirian, para penulis besar yang sudah melegenda pun tidak luput dari kritik. Andrea Hirata, Tere Liye, Raditya Dika, bahkan sekelas J. K. Rowling pun karyanya pernah dikritik.

Tapi masalahnya, bagi penulis pemula, menerima kritik itu memang tidak mudah. Perlu usaha lebih keras agar bisa tetap konsisten menulis ditengah tekanan kritik.

Jangan khawatir, nanti saya akan menguraikan bagaimana cara mengatasinya.

Tapi, sebelumnya kita perlu tahu dulu, apa sih yang dimaksud kritik itu? Sejauh mana kita memerlukan sebuah kritik?

Menurut KBBI: kritik adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya;

Kritik bisa membangunkan sekaligus menjatuhkan tergantung bagaimana cara menyampaikan dan isi kritik itu. Karena tiap orang punya cara masing-masing dalam menyampaikan kritik. 

Ada yang langsung mengatakannya secara frontal tanpa tedeng aling-aling, ada juga yang dibungkus dengan cara halus.

Setiap orang punya maksud masing-masing ketika menyampaikan kritik. Bila dilihat dari sudut pandang psikologi, ada beberapa alasan kenapa seseorang melontarkan sebuah kritik.

Berikut alasannya:

  • Si pengkritik ingin mendorong anda untuk lebih maju
  • Si pengkritik melihat ada sesuatu yang salah dari apa yang anda lakukan
  • Si pengkritik ingin menguji anda
  • Si pengkritik iri dengan keberhasilan anda
  • Si pengkritik ingin menjatuhkan anda
  • Si pengkritik ingin mencari perhatian orang lain untuk dianggap lebih pintar dari anda
  • Si pengkritik adalah tipe orang yang selalu mencari pertentangan.

Kabar buruknya kita tidak pernah tahu apa motif dibalik kritik yang ditujukan kepada kita. Kalau kritik itu bermaksud mendorong kita untuk lebih maju, kita harus bersyukur dan berterimakasih kepada si pengkritik karena dia sudah mau peduli dan memperhatikan.

Karena seperti apa yang dikatakan Fiersa Besari, kritik bisa disebut juga sebagai bentuk demokrasi. Itulah kenapa di Amerika sana, kritikus film seperti Jeremy Jahns, Chris Stuckmann dan Nostalgia Critics tidak ragu berkata sebuah film jlek, jika memang jlek dan bagus jika memang bagus. 

Kita bisa menerima, menolak, bahkan belajar dari kritik tanpa perlu memblokir kritik itu sendiri.

Sama halnya dengan Bisnis. Ketika anda punya warung makanan misalnya, lalu tiba-tiba ada pelanggan yang nyeletuk masakan anda kurang enak, keasinan, kurang gula dll, justru anda harus bersyukur, karena jadi tahu, mungkin itulah penyebab kenapa warung anda selalu sepi.

Begitupun dalam hal menulis. Justru kita harus curiga kalau tulisan kita tidak ada yang mengkritik. Jangan-jangan tulisan kita memang tidak menarik?. Jangan-jangan tulisan kita kurang memantik rasa penasaran? Jangan-jangan tulisan kita tidak cukup mentrigger antusiasme pembaca?.

Terlepas dari apapun motif dibalik kritik tersebut, entah kritikannya bermaksud baik atau tidak, ada satu hal positif yang bisa kita ambil: itu tandanya ada orang yang memperhatikan tulisan kita. Harus seneng dong. Berarti tulisan kita ada yang baca. Horeee :)

Sebenarnya ada juga lho, orang yang kagum dengan pemikiran kita, tapi dia merasa enggan mengapresiasi karena gengsi. Jadi mengkritik adalah satu-satunya cara yang bisa dipakai sebagai ungkapan ekspresi kekaguman itu :)

Yang jelas kita harus bisa memisahkan diri dengan karya kita. Ingat yang dikritik itu karya kita, bukan diri kita. Jadi jangan baper yah, santuy aja sob.

Nah, ada satu hal yang perlu kita ketahui sebelum memberi kritik. Pastikan kita sudah mengetahui, mengerti dan memahami keseluruhan objek yang akan kita kritik. Entah itu suatu karya, pemikiran, ataupun tingkah laku seseorang. 

Kenapa ada orang yang selalu mengkritik Young Lex? Pertama, bisa saja karena orang tersebut tahu dan "paham" kalau lagu yang dibuat oleh Young Lex ternyata memuat lirik yang kurang pantas didengar. 

Kedua, bisa saja karena orang tersebut sebenarnya tidak tahu apa-apa, tidak paham, tidak mengerti tentang maksud dibalik lagu yang diciptakannya itu. 

Dia hanya senang mengecam, hanya mengkritik berdasarkan penilaian luar dari sikap atau atribut yang dikenakan Young Lex. 

Padahal dibalik sikap dan penampilannya itu, mungkin sebenarnya dia hanya ingin mencurahkan keresahan yang dia punya saja, atau ada pula sebenarnya makna positif disetiap karyanya, tapi si pengkritik tidak bisa jeli melihat itu.

Kita akan cenderung mudah menjudge, mengkritik sesuatu karena tidak memahami "keutuhan" objek yang kita kritik. Kita enggan mengenali, memahami, mendalami, mempelajari terlebih dahulu apa yang hendak kita kritik.

Baru memahami sepotong, tapi sudah buru-buru mengkoreksi, belum sampai pada esensi, tapi sudah buru-buru menjustifikasi. 

Padahal jika mau sejenak mencerna dengan lebih teliti, kadangkala kita bisa menemukan esensi yang sama. Hanya bungkus, cara penyampaian dan kemasannya saja yang berbeda.

Kabar buruknya, kita tidak pernah bisa menghindari kritik, meski tulisan yang kita buat sudah melewati proses quality control yang ketat. Hal itu tidak menjamin sebuah kritik akan sirna dengan sendirinya.

Jika anda jeli, hampir disetiap artikel yang saya tulis, entah itu dibagian awal, tengah atau akhir, sebenarnya saya selalu membuat 'jangkar'. Apa gunanya? Supaya tidak ada celah kosong yang disalahpahami oleh pembaca. 

Coba perhatikan dua buah pernyataan dalam gambar dibawah ini.

Contoh jangkar yang saya buat (Sumber: tangkapan layar dari kompasiana.com/akun Reynal Prasetya)
Contoh jangkar yang saya buat (Sumber: tangkapan layar dari kompasiana.com/akun Reynal Prasetya)

Contoh jangkar yang saya buat (Sumber: tangkapan layar dari kompasiana.com/akun Reynal Prasetya)
Contoh jangkar yang saya buat (Sumber: tangkapan layar dari kompasiana.com/akun Reynal Prasetya)

Saya selalu berusaha untuk tidak menarik kesimpulan secara saklek. Kenapa begitu? Karena sebuah pemahaman bisa bernilai benar dan salah sesuai konteks yang dibicarakan.

Meski saya mengkritik sinetron, tapi saya tidak mengatakan sinetron itu sepenuhnya buruk, kan?

Dengan harapan pembaca akan ngeh, "Tadi, kan penulisnya bilang tidak ada yang salah dengan sinetron, tapi yang harus dipermasalahkan itu isinya. Iya, bener juga sih"

Tapi sayang, ekpektasi itu kadang tidak sesuai dengan realita. 

Karena seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya bahwa, jika sebuah tulisan sudah dipublikasikan, maka tulisan tersebut akan sepenuhnya menjadi milik publik. Biarkan publik membuat kesimpulannya sendiri.

Sekuat apapun pertahanan mu, akan selalu ada celah yang bisa ditembus. Sebagai penulis, mana mungkin kita dapat menilai kualitas tulisan hanya berdasarkan penilaian sendiri. Kita butuh "kacamata" orang lain untuk mengungkap apa-apa saja yang perlu dibenahi.

Lalu bagaimana jika kita belum siap menerima kritik? Apa yang harus kita lakukan?

Tidak perlu gusar sobat, kita hanya perlu empat langkah sederhana berikut ini:

1). Terima Saja Dulu Siapa Tahu Kritiknya Benar

Kalau ditolak, justru akan semakin sakit. Sebaiknya diterima saja dulu, siapa tahu kritiknya benar.

2). Positif Thinking, Mungkin Si Pengkritik Bermaksud Baik

Tahan dulu untuk berpikir negatif dan menuduh dia macam-macam. Si pengkritik mungkin bermaksud baik, hanya saja cara menyampaikan kritiknya saja yang kurang baik.

3). Abaikan Jika Kritiknya Tidak Masuk Akal

Katakan "Hasta la Vista" dalam hati untuk setiap pengkritik yang memberi kecaman yang tidak masuk akal. Mungkin mereka hanya "iseng" saja memberi kritik.

4). Perbaiki Kualitas Tulisan, Jika Terbukti Masih Ada Kekurangan

Yah namanya juga manusia. Kita tidak luput dari kekurangan dan kelemahan. Tidak perlu ngeyel kalau memang terbukti tulisan kita masih banyak kekurangan. Tinggal diperbaiki saja. Supaya pembacanya makin rame.

***

Terakhir, mungkin ada yang merasakan hal yang janggal disetiap tulis saya. Kenapa kebanyakan tulisan yang saya buat di Kompasiana kok cenderung subjektif ya?

Yah, namanya juga platform blogging cuy, bukan portal berita, eh bukan itu. Tapi...

Sebenarnya saya sedang menuliskan (Konsep) bukan (Opini). Saya lebih tepat disebut sebagai konseptor dibanding opinitor.

pengertian konsep (Sumber: tangkapan layar dari id.m.wikipedia.org)
pengertian konsep (Sumber: tangkapan layar dari id.m.wikipedia.org)

Konsep itu boleh subjektif. Karena muncul dari sesuatu yang abstrak. Bahkan boleh dikata ide itu biasanya muncul dari "langit". Sesuatu yang tadinya tidak ada kemudian menjadi ada. Kok kayak tukang sulap yah? :)

Berbeda dengan opini. Opini tidak lahir dari sesuatu yang abstrak, melainkan sebuah tanggapan tentang suatu peristiwa atau fenomena yang terjadi di dunia nyata. Maka opini sebaiknya harus objektif, karena mewakili pendapat umum dan sebagian besar orang.

Sifat dari konsep itu cocok-cocokan, karena tidak bisa menyasar semua orang. Bila konsep yang saya uraikan dirasa masuk akal, ya silahkan percayai dan praktekan. Tapi bila dirasa apa yang saya uraikan ini omong kosong, tidak penting, ya silahkan tinggalkan. Simple, kan?

Karena konsep selalu berbicara tentang selera dan preferensi pribadi, saya tidak bisa memaksa anda yang lebih suka design rumah gaya Tudor untuk menyukai design rumah ala Jepang. 

Silahkan saja nikmati design rumah yang anda sukai. 

Jadi sudah siap belum, kalau tulisannya nanti ada yang mengkritik? Hehehe...

Udah gitu aja ya. Ai pamit dulu. Dadahhh

The Conceptor

Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun