Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demo Omnibus Law: Kok Sampai Segitunya, sih?

10 Oktober 2020   12:04 Diperbarui: 10 Oktober 2020   12:14 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal politik tak sesederhana apa yang selama ini kita pikir. Politik akan selalu meninggalkan tanda tanya sebelum akhirnya kita sampai pada suatu kesimpulan. Kita tidak bisa melihat suatu persoalan hanya dari sudut pandang oposisi saja, atau dari sudut pandang pemerintah saja. Pintar-pintarlah menempatkan diri jika ingin melihat realitas yang sesungguhnya.

Jadi saya tidak ingin ikut memperdebatkan apakah UU Cipta kerja itu menguntungkan pengusaha atau tidak, merugikan buruh atau tidak, semua pasti ada plus minusnya. 

Saya hanya ingin menyoroti peristiwa unjuk rasa kemarin, di beberapa daerah yang ternyata berujung pada aksi pengrusakan dan vandalisme. Mengapa hal ini seakan menjadi budaya kita? Menyuarakan pendapat tidak harus beringas dan bertindak radikal seperti itu juga dong!

Kenapa harus sampai menyerang dan melempari kantor-kantor pemerintah? Mengapa harus sampai merusak kendaraan aparat? Mengapa harus sampai menghancurkan fasilitas-fasilitas umum?

Demo kok sampai harus memblokade jalan? Demo kok sampai harus menghancurkan kendaraan polisi? Demo kok sampai harus membakar halte? Demo kok sampai segitunya sih?

(Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
(Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
Ketika ditanya apa maksud dan tujuan untuk berdemo, mereka menggeleng kepala. Menjawab tidak tahu, hanya diajak, hanya ingin berdemo. Lalu kalau tidak tahu mengapa mesti ikut membuat suasana semakin kacau?

Dari sini kita bisa membedakan, mana yang benar-benar ingin berdemo, dan mana yang sekedar ingin merusuh. Kita harus membedakan antara pendemo dan perusuh. Karena tujuan mereka untuk terjun ke lapangan tentu berbeda. 

Karena ada perusuh yang menyusup, pendemo yang tadinya berunjuk rasa dengan damai pun akhirnya menjadi ikut-ikutan terprovokasi untuk membuat kericuhan. Pada saat sedang dalam kerumunan seperti itu, mereka menjadi tidak sadarkan diri. Mereka tidak lagi menjadi diri mereka sendiri. Aksinya telah berubah menjadi aksi kolektif yang telah dipengaruhi oleh oknum-oknum yang sengaja ingin membuat kekacauan. 

Apakah aksi demo kemarin ada yang menunggangi? 

Saya pikir naif sekali apabila kita mengatakan aksi kemarin hanyalah murni aksi hati nurani. Ya, saya juga melihat awalnya banyak yang melakukan demo karena sadar dengan hak-hak mereka terutama buruh. Akan tetapi kita juga tidak bisa menampik, ada sekelompok yang memang hanya ingin membuat kekacauan dan kerusuhan. 

Seperti para anak pelajar yang juga kini jadi lebih sering turun kejalan, ketimbang fokus untuk sekolah. Mereka tentu masih sangat labil dan cenderung mudah sekali digerakkan. Polanya hampir sama seperti demo yang sudah-sudah. Anak-anak pelajar yang ikut berdemo tidak tahu apa-apa dan hanya sekedar ikut-ikutan, ada juga yang tergiur dengan iming-iming bayaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun