Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sukarno, Gestok, dan Gebrakan 30 September

28 September 2020   09:46 Diperbarui: 28 September 2020   09:58 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Sukarno pada saat berpidato di Sidang Umum PBB (Sumber: Instagram akun presidensukarno)

Setiap menjelang tanggal 30 September, ingatan kita pasti akan otomatis tertuju pada peristiwa kelam yang oleh pemerintah Orde Baru disebut sebagai G30S/PKI.

Gerakan politik yang melibatkan Partai Komunis Indonesia dan Pasukan Cakrabirawa ini disebut-sebut sebagai upaya Kudeta untuk merebut pemerintahan yang sah dengan cara menculik dan membunuh tujuh Perwira tinggi Angkatan Darat.

Dalam sejarah peperangan, belum ada Jenderal yang sekaligus mati terbunuh sebanyak itu. Ini hanya terjadi di Indonesia, tujuh Jenderal harus gugur dalam satu malam, dan peristiwa itu akan selalu dikenang sebagai sejarah kelam bangsa Indonesia yang tak pernah bisa dilupakan.

Sukarno menyebut Peristiwa itu sebagai "Gestok" (Gerakan Satu Oktober). Karena menurutnya, Peristiwa terbunuhnya ke tujuh Jenderal tersebut terjadi pada dini hari menjelang subuh pada 1 Oktober 1965. 

Penulis juga berpendapat demikian, istilah yang tepat untuk menggambarkan peristiwa tersebut adalah Gestok, karena penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh Pasukan Cakrabirawa tersebut sudah lewat tengah malam.

Lalu kenapa istilah G30S lebih populer dibandingkan dengan Gestok? Nah ini perlu penelusuran lebih dalam dan pemahaman yang lebih utuh tentang sejarah. Sehingga kita bisa mengetahui fakta-fakta lain dibalik peristiwa kelam tersebut.

Alasan lain kenapa Gestok menurut penulis adalah istilah yang tepat, karena faktanya ke tujuh Jenderal yang gugur itu tertulis wafat pada 1 Oktober 1965, bukan 30 September 1965. Tidak ada satupun yang tertulis wafat pada 30 September. 

Foto batu nisan Jenderal Ahmad Yani, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: pantau.com)
Foto batu nisan Jenderal Ahmad Yani, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: pantau.com)
Foto batu nisan Mayjend D.I Pandjaitan, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: singgihsetiyawan10021993.blogspot.com)
Foto batu nisan Mayjend D.I Pandjaitan, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: singgihsetiyawan10021993.blogspot.com)
Foto batu nisan Letjend RD. Suprapto, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: singgihsetiyawan10021993.blogspot.com)
Foto batu nisan Letjend RD. Suprapto, gugur 1 Oktober 1965 (Sumber: singgihsetiyawan10021993.blogspot.com)

Sekilas mungkin penamaan istilah dan tentang kapan peristiwa ini terjadi tidak begitu penting untuk dipersoalkan. Akan tetapi ini sangat berpengaruh pada perjalanan dan eksistensi sejarah Bangsa Indonesia.

Antara G30S dan Gestok saja sudah melahirkan asosiasi yang berbeda. G30S akan lebih mengacu pada tanggal 30 September. Sedangkan Gestok akan mengacu pada tanggal 1 Oktober. Ini bukan persoalan remeh, melainkan ada semacam kesengajaan atau mungkin bisa dikatakan ada semacam "Konspirasi terselubung" yang melakukan sabotase sejarah untuk menutupi fakta sejarah lain yang terjadi pada tanggal 30 September.

Apakah Anda tahu ada peristiwa besar yang menggemparkan dunia pada tanggal 30 September selain G30S?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun