Penulis yakin, sebagian besar orang tidak mengingat peristiwa ini dan lebih ingat peristiwa G30S.
Harusnya kita selalu mengingat peristiwa besar ini, karena 5 tahun sebelum terjadi G30S, tepat pada tanggal yang sama, Presiden Sukarno "menggebrak" Sidang Majelis Umum PBB ke-15 dengan sebuah pidato berjudul "To Build The World A New" (Membangun Dunia Kembali).
Sukarno berpidato dengan gagah di Hadapan para pemimpin dunia, dan mengusulkan agar Pancasila dicantumkan kedalam piagam PBB sebagai dasar persatuan antar bangsa-bangsa. Karena menurutnya, hanya Pancasila lah satu-satunya konsepsi yang paling ideal untuk menciptakan perdamaian dunia. Bukan konsepsi yang hanya menguntungkan sepihak dan menjadi sebab munculnya konflik antar negara.
"Saya yakin, Ya, Seyakin-yakinnya, bahwa diterimanya kelima Prinsip itu dan dicantumkan-nya dalam piagam, akan sangat memperkuat perserikatan Bangsa-bangsa". Ucap Sukarno dengan penuh keyakinan di hadapan Majelis Umum PBB.
Pada forum tertinggi organisasi dunia itu, Sukarno mengecam PBB sebagai lembaga yang "macet" dan gagal dalam menjalankan fungsinya. PBB yang seyogianya bersikap netral, justru lebih terikat dan condong kepada konsepsi Blok Barat.
Sukarno menentang adanya Kolonialisme, Imperialisme beserta turunannya yang sudah usang dan menawarkan konsepsi Pancasila sebagai suatu kebenaran universal yang dapat diterima oleh setiap bangsa.
Presiden pertama Indonesia itu secara tegas menyangkal pendapat seorang filsuf Inggris Bertrand Russel yang membagi dunia kedalam dua poros ideologis yakni Kapitalisme dan Komunisme.
"Jadi minta ma'af kepada Tuan Russel yang saya hormati sekali, dunia ini tidaklah seluruhnya terbagi dalam dua pihak seperti dikiranya. Meskipun kami telah mengambil sari-nya, dan meskipun kami telah mencoba mensintesekan kedua dokumen yang penting itu; kami tidak dipimpin oleh keduanya itu saja. Kami tidak mengikuti konsepsi Liberal, ataupun konsepsi Komunis. Apa gunanya? Dari pengalaman kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai, sesuatu yang jauh lebih cocok. Arus Sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa memerlukan sesuatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tak memilikinya atau jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu ada dalam bahaya. Sejarah Indonesia kami sendiri memperlihatkannya dengan jelas, dan demikian pula halnya dengan sejarah seluruh dunia."Â
Sukarno kemudian menyimpulkan, bahwa Indonesia memiliki konsepsi sendiri yaitu Pancasila yang sudah lama terkandung dalam jati diri Bangsa Indonesia.
"Sesuatu itu kami namakan Pancasila. Gagasan-gagasan dan cita-cita itu sudah terkandung dalam Bangsa Kami. Telah timbul dalam Bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan Bangsa. Sebelum Imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan Nasional."
Lima tahun sebelum meletusnya G30S, Sukarno sudah lebih dulu mengukir sejarah dan membawa nama Indonesia ke kancah Internasional. Sukarno berdiri bukan hanya untuk Indonesia, melainkan juga untuk dunia. Namun lagi-lagi ada pihak-pihak yang memang ingin selalu menjegal cita-cita mulianya itu, sehingga perjuangannya di kancah Internasional selalu menemui kebuntuan.