Pasca pidatonya yang menggemparkan itu, maka hanya ada satu cara yang bisa mereka lakukan terhadap Sukarno. Singkirkan Sukarno dari tampuk kekuasaan. Karena Sukarno dinilai terlalu vokal menentang kebijakan dan hegemoni blok barat. Maka menggulingkan pemimpin seperti Sukarno adalah sebuah keharusan.
Maka pada tanggal yang sama "Sang Designer" melakukan aksinya lima tahun kemudian, sehingga hari besar yang bersejarah itu kini maknanya berubah menjadi negatif, diganti dengan peristiwa berdarah yang oleh Orde Baru disebut sebagai G30S/PKI atau dikenal juga dengan Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh).
Akhirnya bangsa kita hanya tahu, 30 September itu merupakan hari yang nahas dan tragis yang dialami oleh Bangsa Indonesia. Tidak banyak yang tahu, bahwa tepat pada tanggal yang sama, telah terjadi peristiwa besar yang kelak menjadikan Indonesia sebagai pelopor persatuan dan perdamaian dunia.Â
Ini mungkin adalah sebagian bukti kelihaian dari pihak asing yang ingin menancapkan pengaruh dan kepentingannya di Indonesia, sehingga peristiwa besar yang terjadi 5 tahun sebelumnya itu harus dilenyapkan dari catatan sejarah dan sebagai gantinya dibuat-lah G30S untuk menutupinya.
Hal ini sejalan dengan teori Sukarno bahwa, peristiwa G30S terjadi karena ada tiga sebab; Pertama karena ada pimpinan PKI yang keblinger, Kedua karena kelihaian subversi Nekolim, dan Ketiga karena adanya oknum-oknum yang tidak benar.
Gebrakan Jokowi pada 30 September
Seolah ingin mengikuti pendahulunya, gebrakan yang sama juga dilakukan oleh Jokowi pada tanggal 30 September 2019 yang lalu. Dalam Perpres No 63 tahun 2019, Jokowi menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar resmi untuk berbagai forum dunia. Salahsatu isi Perpres tersebut menerangkan tentang kewajiban para pejabat negara menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya diberbagai forum baik nasional maupun internasional.
Mungkin ini juga sebagai upaya dari Jokowi agar 30 September tidak hanya dimaknai sebagai hari kelam bangsa Indonesia, tapi juga dimaknai sebagai peristiwa penting agar rakyat Indonesia mengingat, bahwa pada 30 September bukan hanya terjadi peristiwa kelam tersebut, ada juga peristiwa besar lain yang tak kalah hebat yang seharusnya masuk dalam catatan sejarah Indonesia.Â
Peristiwa bersejarah yang harusnya dikenang sebagai Hari Perdamaian Dunia itu kini seolah tidak ada dalam ingatan bangsa Indonesia. Kita hanya tahu 30 September adalah hari yang paling kelam dalam sejarah dan perkembangan politik di Indonesia. Padahal tepat pada tanggal itu pula Presiden Sukarno sedang berjuang menawarkan Konsepsi Pancasila sebagai satu-satunya solusi yang bisa membuat dunia damai dalam persatuan dan kesetaraan antar bangsa-bangsa.
Oleh karena itu mari kita kenang kembali sejarah yang mulai dilupakan. 30 September 1960 adalah hari Istimewa bagi Bangsa Indonesia. Bayangkan jika seandainya dulu gagasan Sukarno diterima oleh PBB, apa yang akan terjadi? Nama Indonesia akan melambung tinggi di kancah Internasional. Indonesia menjadi pelopor perdamaian dunia!. Suatu cita-cita besar dari Sukarno yang tidak terwujud. Akan sangat "mengerikan" apabila cita-cita itu benar-benar terjadi...**
(Cuplikan pidato Presiden Sukarno pada Sidang Umum PBB 30 September 1960)