Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tidak Ada Ide atau Tidak Niat Menulis?

23 September 2020   11:06 Diperbarui: 23 September 2020   11:21 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menulis (Sumber: pixabay.com/StockSnap/27558 foto)

Menulis itu paling hanya satu atau dua jam, tapi rasa malasnya itu yang berjam-jam

Tidak sedikit orang yang ingin mahir menulis. Namun dalam perjalanannya itu, sedikit sekali orang yang benar-benar konsisten dalam menulis. Alasan umum seseorang berhenti atau tidak kunjung menulis adalah, karena tidak adanya ide. Bingung tidak tahu apa yang ingin hendak ditulis.

Menulis itu memang bukan pekerjaan mudah. Setiap penulis dituntut untuk memeras kepalanya demi menghasilkan suatu ide dan gagasan yang ciamik untuk dijadikan sebagai bahan tulisan.

Saya setuju dengan adagium, "Writing is not typing, but writing is thinking." Inilah alasan kenapa saya pribadi berpendapat menulis itu tidak mudah. Karena menulis itu bukan sekadar mengetik, bukan sekadar merangkai dan menguntai kata atau menata kata sedemikian rupa, tapi menulis juga adalah berpikir. Bagaimana kita bisa mengisi "roh" dalam kata-kata tersebut, sehingga tulisan terasa hidup.

Seorang penulis adalah produsen literasi. Artinya ketika kita menulis, kita sedang membuat produk intelektual bagi pembaca. Dan untuk membuat produk itu tentu harus melalui proses yang tidak instan. Maka kegiatan membaca adalah suatu keniscayaan yang tidak boleh di abaikan oleh seorang penulis.

Mana mungkin kita bisa menghasilkan tulisan tanpa mempunyai bahan-bahan yang layak ditulis? Tanpa membaca, penulis juga tidak mungkin bisa menemukan ragam kosakata lain untuk melengkapi dan mendesign tulisan-tulisannya itu.

Suatu gagasan atau ide itu perlu dibungkus oleh retorika. Bahkan retorika dikatakan sebagai "bajunya" logika, maka penulis harus pandai dalam beretorika. Ciri seseorang pandai beretorika adalah ketika ia mampu mengatur komposisi kata, memilih diksi, dan menyusun suatu kalimat dengan baik. 

Kemampuan retorika bukan saja wajib dikuasai oleh seorang orator atau pembicara, seorang penulis pun perlu menguasai dan mahir dalam beretorika, sehingga apapun yang kita sampaikan dalam tulisan akan lebih mudah diterima, dipahami, dan dimengerti oleh pembaca.

Menulis Bukan Perkara Mudah

Anda juga mungkin sudah lebih dulu tahu kalau menulis itu bukan perkara mudah, namun apakah kendala itu sama sekali tidak bisa diatasi?

Pertanyaannya adalah, apakah benar-benar tidak ada ide? Atau tidak niat menulis?

Kalau saya terus mengikuti alasan yang pertama, tidak mungkin saya bisa terus konsisten menulis hingga hari ini. Buktinya, ketika bersungguh-sungguh menulis sembari diniatkan untuk belajar, dengan secara ajaib saya bisa mengatasi kendala itu dan ide akan mengikuti dengan sendirinya tanpa dicari-cari.

Sebaliknya ketika kita terus beralasan tidak menulis karena tidak memiliki ide, sampai kapanpun kita tidak akan kunjung menulis dan lebih nyaman mempertahankan alasan itu sebagai dalih karena sebenarnya tidak ada niat sama sekali untuk menulis.

Menulis itu paling hanya satu atau dua jam, tapi rasa malasnya itu yang berjam-jam

Jadi, lebih tepatnya bukan karena tidak ada ide, melainkan kita malas untuk menulis. Ini yang saya alami.

Sebelumya saya hanya menulis kalau ada ide yang cemerlang saja, saya menunggu dengan sabar ilham itu segera datang dari langit, berharap ide akan segera melintas diatas kepala. Namun semakin menunggu, justru saya tidak kunjung mendapat apa-apa dan tidak ada satu tulisan pun yang tersaji.

Tapi kini saya bisa menciptakan dan menjemput ide itu sendiri, saya lebih proaktif daripada sebelumnya. Yang saya lakukan ketika tidak ada ide, ya membaca, atau menyelidiki apa yang saat ini tengah menjadi sorotan, sering-sering menonton berita juga tidak ada ruginya kok, karena apa yang kita tonton juga bisa dijadikan sebagai bahan tulisan.

Saya masih ingat apa yang disampaikan oleh kang Pepih Nugraha, kebetulan saya pernah mengikuti kelas pelatihannya secara online.

Jadi menurut kang Pepih, apapun bisa kita jadikan tulisan, karena apa yang anda tonton dan dengar bisa menjadi berita, apa yang anda pikirkan bisa menjadi opini, dan apa yang anda rasakan bisa menjadi puisi. Tinggal bagaimana kita mau mengeksekusi setiap input yang kita terima itu dengan apik. 

Lama-lama menulis itu akan menjadi kecanduan. Ibarat minum kopi, ketika satu hari terlewat begitu saja tanpa secangkir kopi padahal biasanya minum kopi, rasanya pasti ada yang kurang.

Begitupun halnya yang dirasakan oleh seorang penulis, ketika sudah terbiasa menulis, satu hari yang terlewat tanpa menulis rasanya pasti ada yang kurang.

Maka mulai saja dulu, apakah nanti tulisannya banyak yang membaca atau tidak bukan menjadi masalah, tidak perlu membuat target semacam itu. Yang perlu kita lakukan adalah konsisten menulis untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas.

Itu yang saya lakukan, karena dulu saya samasekali tidak pandai beretorika seperti ini. Saya tidak pandai menulis, saya tidak pandai berargumen dan menyusun gagasan dengan baik. Tulisan saya benar-benar tidak nampak seperti sekarang. Namun saya terus melakukan apa yang saya senangi ini. Sambil diniatkan belajar dan diam-diam saya memperhatikan penulis lain yang bermukim di Kompasiana ini. 

Kita boleh meniru, tapi tetap harus menjadi diri sendiri. Sebagai penulis, kita juga harus punya ciri khas sebagai pembeda dari penulis lain. Kita boleh mengidolakan seseorang, meniru perilaku, idealisme dan tindak tanduknya, namun tetap kita tidak bisa total seperti dia. Jadikan apa yang ada dalam dirinya sebagai bagian diri kita.

Begitupun halnya dalam menulis, setiap penulis pasti memiliki style-nya tersendiri, ada yang lebih senang menyampaikan isi kepalanya dengan tutur kata dan bahasa yang lembut, halus, dan presisi. Ada juga yang lebih senang secara frontal dan radikal dalam menyuarakan isi kepalanya.

Ada yang lebih senang menginspirasi dengan empati, ada juga yang lebih senang secara terbuka menggunakan bahasa dan tutur kata yang menusuk ke ulu hati. Tulisan-tulisannya ibarat timah panas yang mengguncang dada.

Memang pada kenyataannya tidak semua orang bisa berubah seketika dengan motivasi halus dan perkataan lembut, kadang kala perlu kata-kata yang lebih "gahar" sehingga bisa ampuh menembus dinding batinnya supaya tergerak untuk berubah. Terserah anda bisa bebas memilih menjadi penulis seperti apapun dan menuliskan apapun.

Namun pesan saya adalah, tetaplah menjadi diri anda sendiri. Jangan percaya dan terpengaruhi oleh tulisan saya yang berjudul, "Dalam Hal Menulis, Anda Mau Menjadi Empu atau Tukang", tapi percayalah pada kemampuan diri anda sendiri.

Hiraukan saja klasifikasi itu, apakah anda seorang Empu atau Tukang, itu tidaklah penting, itu hanyalah sebuah konsep yang saya ciptakan sendiri yang pada dasarnya tidak ada penulis Empu dan penulis Tukang.

Lalu kenapa saya membantah tulisan saya sendiri? Ya, sebut saja tulisan ini sebagai antitesis dari tulisan saya sendiri. Jadi anda tidak perlu repot-repot untuk membuat artikel tandingan demi membantah konsep saya itu. Saya sudah membantahnya sendiri. 

Hal ini juga yang perlu dikuasai oleh seorang penulis, yakni mampu menguasai kontradiksi. Penulis juga perlu objektif. Anda perlu menyesuaikan diri dan mampu berada di posisi yang tepat ketika menyampaikan opini.

Penulis harus mampu melihat akar masalah dari berbagai sudut pandang, lalu mengambil kesimpulan yang tepat, sehingga tulisan yang dihasilkan tidak terkesan tendensius dan cenderung membenarkan keyakinan pribadi. Ah ini bukan nasihat, hanya celotehan sederhana saja. :)

Lagi pula sudah terlalu panjang lebar saya berceloteh kali ini. Ambil saja yang positif-positif nya dan abaikan yang tidak penting. Yang jelas kita semua bisa kok menjadi penulis. Yang perlu anda lakukan hanya cukup menjawab dengan jujur, anda tidak menulis karena tidak ada ide, atau tidak niat menulis?

Sahabat Anda
Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun