Pertanyaannya adalah, apakah benar-benar tidak ada ide? Atau tidak niat menulis?
Kalau saya terus mengikuti alasan yang pertama, tidak mungkin saya bisa terus konsisten menulis hingga hari ini. Buktinya, ketika bersungguh-sungguh menulis sembari diniatkan untuk belajar, dengan secara ajaib saya bisa mengatasi kendala itu dan ide akan mengikuti dengan sendirinya tanpa dicari-cari.
Sebaliknya ketika kita terus beralasan tidak menulis karena tidak memiliki ide, sampai kapanpun kita tidak akan kunjung menulis dan lebih nyaman mempertahankan alasan itu sebagai dalih karena sebenarnya tidak ada niat sama sekali untuk menulis.
Menulis itu paling hanya satu atau dua jam, tapi rasa malasnya itu yang berjam-jam
Jadi, lebih tepatnya bukan karena tidak ada ide, melainkan kita malas untuk menulis. Ini yang saya alami.
Sebelumya saya hanya menulis kalau ada ide yang cemerlang saja, saya menunggu dengan sabar ilham itu segera datang dari langit, berharap ide akan segera melintas diatas kepala. Namun semakin menunggu, justru saya tidak kunjung mendapat apa-apa dan tidak ada satu tulisan pun yang tersaji.
Tapi kini saya bisa menciptakan dan menjemput ide itu sendiri, saya lebih proaktif daripada sebelumnya. Yang saya lakukan ketika tidak ada ide, ya membaca, atau menyelidiki apa yang saat ini tengah menjadi sorotan, sering-sering menonton berita juga tidak ada ruginya kok, karena apa yang kita tonton juga bisa dijadikan sebagai bahan tulisan.
Saya masih ingat apa yang disampaikan oleh kang Pepih Nugraha, kebetulan saya pernah mengikuti kelas pelatihannya secara online.
Jadi menurut kang Pepih, apapun bisa kita jadikan tulisan, karena apa yang anda tonton dan dengar bisa menjadi berita, apa yang anda pikirkan bisa menjadi opini, dan apa yang anda rasakan bisa menjadi puisi. Tinggal bagaimana kita mau mengeksekusi setiap input yang kita terima itu dengan apik.Â
Lama-lama menulis itu akan menjadi kecanduan. Ibarat minum kopi, ketika satu hari terlewat begitu saja tanpa secangkir kopi padahal biasanya minum kopi, rasanya pasti ada yang kurang.
Begitupun halnya yang dirasakan oleh seorang penulis, ketika sudah terbiasa menulis, satu hari yang terlewat tanpa menulis rasanya pasti ada yang kurang.