Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anies Telat Injak Rem Darurat dan Banyak Pembangkangan oleh Para Pejabat

13 September 2020   13:13 Diperbarui: 13 September 2020   13:19 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika pada akhirnya PSBB tetap diberlakukan, apakah itu merupakan solusi terbaik dan betul-betul bisa mengurangi jumlah kasus positif Covid-19? Belum tentu!

Terbukti PSBB yang telah diberlakukan pada jilid pertama dinilai tidak efektif karena masih banyak masyarakat yang melanggar aturan PSBB dan tidak mematuhi protokol kesehatan.

Sejak 10 hari PSBB Jakarta pada jilid pertama dilakukan, sebagaimana dilansir dari tirto.id, Polda Metro jaya masih menemukan 18.958 pengendara yang melanggar aturan PSBB terkait sektor lalu lintas. Jenis pelanggaran terbanyak yakni, tidak menggunakan masker saat berkendara baik sepeda motor maupun kendaraan roda empat.

Satuan polisi pamong praja (Satpol PP), juga menemukan warga yang masih berkumpul dirumah makan dan anak usia pelajar berkerumun di warnet saat sekolah diliburkan. Masih banyak warga yang beraktivitas di jalan, hingga berkumpul lebih dari lima orang dan tidak menjaga jarak.

Beberapa pengamat menilai jika PSBB jilid pertama yang diberlakukan di DKI Jakarta dinilai gagal, karena manajemen yang kurang baik dan pemerintah yang kurang tegas dalam mengimplementasikan PSBB tersebut. 

Buktinya masih banyak masyarakat dan perusahaan diluar sektor yang dikecualikan oleh Pemprov DKI masih beroperasi.

Selama kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga diri dan mematuhi protokol kesehatan masih rendah, selama itu pula penanganan Covid-19 akan lebih sulit dikendalikan. Jangan salahkan masyarakat! Karena sejak awal, pemerintah memang seakan tidak serius dalam menangani pandemi ini.

Wajar saja jika pada akhirnya terjadi banyak pembangkangan oleh masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah kian menurun, karena narasi kebijakan pemerintah yang berubah-ubah dan membingungkan. 

Ironisnya, justru tidak sedikit pembangkangan itu dilakukan oleh para pejabat itu sendiri. Banyak beberapa pejabat dimulai dari Walikota, Bupati dan Gubernur yang justru mengabaikan himbauan dari pemerintah pusat. Salah satunya adalah Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi yang pernah menggaungkan gerakan memakmurkan masjid di tengah pandemi Covid-19.

Gubernur Edy Rahmayadi (Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
Gubernur Edy Rahmayadi (Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
(Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
(Sumber: tangkapan layar dari situs news.detik.com)
(Sumber: tangkapan layar dari situs kompas.com)
(Sumber: tangkapan layar dari situs kompas.com)
Alih-alih menjadi contoh dan role model bagi masyarakat, beberapa pejabat kita justru tidak mencerminkan karakter dan sikap yang seharusnya dalam menangani pandemi ini.

Penulis juga menduga, disamping faktor politik dan kepentingan, kurangnya pemahaman tentang konsekuensi pertumbuhan eksponensial ikut menyumbang dalam kelambanan penanganan pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun