Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kita Harus Punya "Taste" yang Tajam dalam Berkarya

11 September 2020   15:12 Diperbarui: 11 September 2020   15:16 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ya, jawabannya adalah karena ia mempunyai taste yang tajam. Meski ia tidak bisa bermain alat musik, namun dirinya mengaku bahwa, ia bisa menilai mana musik yang berpotensi akan meledak dipasaran dan diterima orang banyak, mana musik yang memang belum layak untuk dipasarkan.

Hal itu pernah ia ungkapkan dalam salahsatu talkshow yang diselenggarakan oleh Bukalapak yang diunggah di channel YouTube Bukalapak.

"I can't do music, dari musik yang gua punya cuma satu, gua cuma punya taste. That's all. Ketika gua bikin musik sama Weird Genius, gua tau mana yang bisa diterima sama crowd, mana yang musiknya terlalu keramean kah atau terlalu sepi atau apa, tapi gua gak bisa main alat musik." Ujar Reza saat di wawancara dalam talkshow yang bertajuk Tie-in Your Passion pada 2019 yang lalu.


Berkat taste yang ia miliki, terbukti lagu Lathi yang diciptakannya bersama Weird Genius dengan cepat menjadi fenomenal dan viral di sosial media.

Dengan taste yang tajam, sedari awal kita bisa mengukur dan memprediksi apakah karya yang kita buat nantinya akan sukses dipasaran dan digemari orang banyak atau tidak. Dan mungkin kemampuan itu baru akan kita miliki seiring dengan pengalaman, wawasan dan pengetahuan kita pada bidang yang kita geluti.

Pastikan kita bersedia meluangkan waktu untuk mengkoreksi apakah karya yang kita buat telah layak untuk dipublikasikan atau tidak? Termasuk dalam hal ini, ketika kita menekuni dunia tulis menulis. Apakah tulisan kita sudah cukup "berisi" dan layak untuk disebarluaskan? Atau tulisan kita hanya cukup untuk disimpan di buku catatan harian saja.

Dengan taste yang tajam, kita akan terdorong untuk membuat karya yang lebih bertumpu pada kualitas bukan sekedar kuantitas. Semoga bermanfaat....**

Sahabat Anda

Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun