Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Gaul, Kebiasaan Netizen +62, dan Komnas PA yang terlalu Berlebihan

4 September 2020   15:20 Diperbarui: 4 September 2020   15:28 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penggunaan bahasa gaul yang terjadi dikalangan remaja memang tak bisa dibendung lagi. Di era modern ini, beragam istilah, diksi, atau kosakata baru dalam komunikasi sehari-hari kian banyak bermunculan. Mulai dari kata plesetan, singkatan, hingga istilah absurd makin asing terdengar ditelinga. 

Seperti halnya wadidaw, mantul, santuy, baper, bucin, gabut, mager, gercep, pansos, ambyar, melehoy, komuk, gaje, gilbang, modus, woles, caper, sotoy, barbar, dan seribu macam istilah lain nya yang tergolong kedalam bahasa yang masih halus.

Adapula istilah-istilah atau kata kasar yang berkonotasi negatif, yang seringkali digunakan untuk menyerang, menghina, merendahkan, atau membully seseorang. 

Seperti bacot, misqueen, bomat, bangsat, kampret, anjing, babi, syaiton, idiot, goblok, sarap, kunyuk, asu, dan beragam varian kata-kata menyeramkan yang tidak enak untuk didengar lain nya.

Entah siapa yang pertama kali memulai dan bagaimana kumpulan diksi, istilah dan sumpah serapah itu menjadi populer dikalangan remaja, mereka malah merasa penggunaan istilah-istilah itu adalah hal yang biasa dan sah-sah saja dilakukan dalam pergaulan sehari-hari.

Sebagai kawula muda, saya pun tidak bisa lepas dari kumpulan istilah-isitlah itu, bahkan beberapa kali kerap menggunakannya dalam pergaulan sehari-hari, namun saya tidak biasa berbahasa terlalu barbar (baca : liar). Rasanya tidak nyaman, apalagi sampai menyinggung dan melontarkan bahasa kebun binatang dan berbagai variannya itu kepada teman sendiri.

Mungkin istilah yang paling sering saya ucapkan sebagai respon kekaguman atau takjub terhadap sesuatu hal adalah kata "Anjay".  Ya, Anjay adalah sebuah kata yang kini dipersoalkan dan menjadi polemik di ruang publik pasca seorang selebriti bernama Lutfi Agizal membuat pengaduan kepada Komnas PA yang menilai kata Anjay bermakna negatif dan bisa merusak moral anak-anak.

Akhirnya Komnas PA pun membuat pers rilis seruan untuk menghentikan menggunakan kata "Anjay".

Bukan netizen +62 namanya kalau tidak langsung membalasnya dengan aksi kritik. Keriuhan pun terjadi seketika di Twitter dan juga Instagram, banyak netizen yang mengecam, bahkan membully Lutfi Agizal dan Komnas PA karena dinilai terlalu berlebihan dalam memandang perkara ini. 

Meski Komnas PA mengaku bahwa tindakannya itu didasari atas banyak laporan dari masyarakat yang khawatir jika anak-anaknya jadi ikut-ikutan menggunakan istilah Anjay, netizen mempertanyakan kenapa hanya kata Anjay saja yang dilarang digunakan? 

Padahal masih ada istilah lain yang jauh lebih kasar, kotor dan berbahaya apabila sering diucapkan oleh anak-anak kita. Jujur saja, saya pun jadi ikut terpancing dan tak habis pikir mengapa Komnas PA mempermasalahkan hal yang sebenarnya tidak terlalu urgent ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun