Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Cerita-cerita saya bisa dibaca di GoodNovel: Reynal Prasetya. Kwikku: Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Seperti Apa Sih Rasanya Menjadi Seorang Penyiar Radio?

29 Juli 2020   11:00 Diperbarui: 31 Juli 2020   19:04 1647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Selamat siang sahabat Kompasiana, jumpa lagi kita di acara 'curhat-curhat santai', di edisi siar kali ini, Rabu 29 Juli 2020. Seperti biasa Reynal Prasetya bakal nemenin kamu sampe nanti jam 12 siang untuk memutarkan lagu-lagu pop Indonesia. Sebelum melangkah lebih jauh, kita coba nikmati dulu lagu yang satu ini, 'teman tapi mesra'....

Ya, begitulah kira-kira cuplikan kalimat yang biasanya saya gunakan pada saat opening siaran radio. Sebenarnya itu hanya salah satu dari sekian macam format opening yang biasa saya gunakan. 

Seorang penyiar radio tentu dituntut harus kreatif, maka dari itu membuka acara radio tidak boleh menggunakan format opening yang itu-itu saja dan berulang-ulang, sehingga para pendengar tidak merasa bosan.

Hal yang paling umum dilakukan oleh penyiar radio saat sedang membawakan acara biasanya adalah menyapa para pendengar. Bisa sekadar berkirim salam atau memberi semangat (jika siaran pagi), Istilahnya senggol-senggol.

"Bang Reynal kalau lagi siaran senggol-senggol dong, masa aku gak di senggol sih." 

Begitulah kira-kira pesan seorang pendengar ketika kami tak sengaja berpapasan di jalan atau ketika saya sedang mampir di warungnya. Ya, ada banyak para pendengar yang mempunyai warung kecil-kecilan dan mempromosikan dagangannya lewat radio.

Seperti yang kita tahu, bahwa honor seorang penyiar radio tidaklah seberapa, dibanding buruh pabrik, apalagi PNS, karena biasanya profesi ini hanya dijadikan sebagai sampingan, ketimbang profesi utama.

Terkecuali jika berkarir di radio-radio besar, seperti yang ada di Jakarta dan sudah punya jam terbang yang cukup, mungkin akan punya pendapatan finansial yang lumayan dan peluang karir yang lebih tinggi.

Namun, meskipun tidak mendapatkan honor yang besar, dulu saya sangat menikmati pekerjaan ini. Saya benar-benar merasa bersemangat dan antusias meski tidak mendapat penghasilan yang menjanjikan.

Saya merasa bahagia dan puas ketika bisa menghibur banyak orang, saya juga merasa bahagia dan puas ketika bisa menginspirasi banyak orang lewat aktivitas siaran itu.

Apalagi ketika seorang pendengar sudah nyaman dan menyukai materi dan acara yang sering dibawakan, kehadiran seorang penyiar radio selalu di tunggu-tunggu, dan menjadi hiburan bagi mereka.

Maka tak heran, seorang penyiar radio yang mampu memikat dan membius para pendengarnya, kadang mendapat privilege spesial dari para pendengarnya. Hanya cukup saja menyapa dan menyebutkan namanya pada saat sedang siaran, maka beberapa saat kemudian, datanglah sekotak nasi lengkap dengan lauk pauknya, sebungkus rokok dan serenteng kopi. wkwkwk :p

Apalagi ketika sedang ada yang berulang tahun, ada saja yang mengirimkan beberapa potong kue atau cemilan untuk sang penyiar dengan satu syarat diucapkan selamat ulang tahun dan namanya disebut ketika sedang siaran.

"Bang Reynal ini cobain sedikit kuenya, anak mamah lagi ulang tahun, nanti tolong di senggol ya". Ketika tiba anaknya ulang tahun. :)

Memang banyak sekali pendengar yang membuat nickname dengan menambahkan nama anaknya. Mulai dari Mamah A sampai mamah Z ada semua. Jadi tidak heran para fans pun mamah-mamah semua akhirnya. :D

Itulah keseruan dan privilege yang didapat oleh seorang penyiar radio, meski mendapat honor yang tidak seberapa, akan tetapi kebersamaan, kekeluargaan, dan dikenal banyak orang tentu menjadi kebahagiaan tersendiri bagi para penyiar.

Meski sekarang kemunculan podcast dan platform musik digital pelan-pelan mulai menggeser popularitas media radio, namun tentu saja sampai kapan pun menurut saya, radio akan tetap ada pendengarnya. Akan tetap ada penggemarnya. 

Karena berbeda dengan media lainnya, ketika mendengarkan radio, kita bisa bebas sambil mengerjakan apapun, entah itu ngepel, nyapu, nyuci, masak atau belajar. Kita bisa mengerjakan aktivitas lain tanpa khawatir ketinggalan acaranya.

Lalu bagaimana caranya menjadi seorang penyiar radio? Berdasarkan pengalaman, sebenarnya tidak terlalu sulit, yang dibutuhkan hanyalah kreativitas dan kepercayaan diri.

Karena ketika sudah punya modal percaya diri saja sebenarnya sudah cukup, karena saya melihat ada penyiar radio yang secara verbal sebenarnya biasa-biasa saja, dan bahkan blepotan ketika sedang berbicara, tapi dia bisa percaya diri menjadi penyiar radio. Ada juga yang suaranya cempreng, tapi karena modal crewet dia bisa jadi penyiar radio.

Tapi berbeda untuk radio-radio besar seperti yang ada di Jakarta, standar untuk menjadi penyiar radio mungkin lebih ketat, karena disamping harus mempunyai kecakapan dalam berbicara secara verbal, seorang penyiar radio juga harus kreatif dan punya wawasan yang luas. Apalagi jika mampu membuat joke-joke yang lucu, ini bisa menjadi nilai tambah bagi seorang penyiar.

Oh iya, seorang penyiar radio juga harus punya kemampuan Story telling (bercerita), bagaimana menyampaikan cerita yang bagus dan bisa menyentuh sisi emosional pendengar itu juga bisa menjadi nilai tambah bagi seorang penyiar, jangan sampai siaran hanya datar saja, akibatnya acara yang dibawakan menjadi garing dan tidak menghibur.

Karena kadang saya suka dongkol ketika mendengar cara siaran seorang penyiar radio yang rame sendiri, ketawa-ketiwi sendiri, bahasa Sundanya (Riweuh), dan membosankan, karena terlalu banyak basa-basi, membacakan berita atau informasi tanpa dikemas dengan cara yang lebih enak untuk didengar.

Ya, tipe-tipe penyiar seperti ini tentu hanya ada di daerah saya saja. Karena ketika dibandingkan dengan cara siaran yang dilakukan oleh para penyiar radio Jakarta, tentu sangat jauh kualitasnya. 

Karena mungkin tidak sembarang orang bisa siaran di radio-radio besar Jakarta, setahu saya ada sekolah atau pendidikan khusus broadcaster, sebelum benar-benar layak masuk studio dan menjadi penyiar radio di sana. Sebut saja seperti Trax FM, Prambors FM, Hardrock FM, Gen FM, Jak FM, dll. 

Saya akui kecakapan mereka dalam berbicara secara verbal sudah tidak bisa diragukan lagi, bagaimana cara mereka bercerita, melempar joke dan mengemas informasi, begitu enak di dengar, tidak membosankan. Maka tak heran dari profesi penyiar radio lah akhirnya mereka bisa melanjutkan karirnya di televisi, entah itu menjadi presenter atau mempunyai acara-acara talk show yang menarik.

Ini hanya sekadar berbagi pengalaman saja, mungkin saja ada di antara kamu yang minat menjadi penyiar radio? kamu bisa mulai sering-sering mendengarkan seorang penyiar radio ketika sedang siaran, saran saya coba dengarkan Radio-radio yang sudah hits, seperti Radio-radio besar yang ada di Jakarta. 

Jangan lupa juga banyak belajar, membaca, menambah wawasan, agar ada banyak bahan yang bisa dibicarakan. Masalah teknis siaran, seperti intonasi, artikulasi, pernapasan, format siaran, dsb itu bisa di pelajari sambil berjalan.

Sekian cerita ringan dari seorang announcer amatiran yang kini sudah gantung mike :)

Sahabatmu

Reynal Prasetya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun