Hari ini adalah hari senin, mayoritas orang sudah mulai kembali beraktivitas di era normal baru ini.
Saya tidak ingin kalah dari kebanyakan orang untuk menikmati suasana awal pekan ini. Mulailah saya pergi ke dapur untuk menghidangkan kopi, memutar lagu electro pop favorit di temani enam keping biskuit crackers yang baru saja saya beli di warung tetangga. Memulai pagi dengan aktivitas yang sederhana.
Saya sudah siap di depan gadget. Ini sudah bulan Juli! 5 hari terlewat begitu saja tanpa meninggalkan jejak tulisan di Kompasiana. Serasa ada yang kurang. Ah saya kalah start dari kompasianer lain.
Beginilah penulis amatir. Entahlah beberapa hari kebelakang otak ini terasa kosong. Minim inspirasi, seakan saya kehabisan ide. Tak tahu apa yang hendak di tulis.
Bisa karena saya terlalu ngotot mencari-cari inspirasi, bisa juga karena terlalu banyak informasi yang menumpuk di kepala ini. Karena belakangan saya sedang dalam program membaca rutin. Mencoba untuk menyelesaikan dua buah buku yang belum terbaca di bulan ini. Pagi dan sore hari.
Namun syukurlah hari ini saya bisa kembali menulis dan rasanya sangat bersemangat sekali. Semoga masih ada yang berkenan dan bersedia meluangkan waktunya untuk kembali menyimak dengan seksama curhatan ini.
Jadi sudah hampir 2 bulan saya berada di rumah. Dengan bermodalkan kurang lebih 2,4 juta rupiah, saya memutuskan untuk resign dari pekerjaan saya.
Ya, saya tahu, ini mungkin terlihat sebagai sebuah keputusan yang konyol. Dimana ketika banyak orang berlomba-lomba mencari kerja, dan bertahan di masa-masa sulit pandemi ini, saya malah memutuskan resign dari pekerjaan.
Entahlah, saya adalah makhluk yang lebih dominan mengandalkan intuisi dan kata hati. Meski saya sebenarnya sosok yang cukup logis, kritis dan banyak pertimbangan.
Namun ketika hati dan intuisi ini telah memberi perintah, saya tidak lagi mampu menolak, karena semakin di tolak, suara hati ini justru semakin berontak, seolah-olah memberi alarm bahwa saya harus cepat-cepat mengikutinya.
Kekuatan Intuisi
Perlu anda ketahui bahwa feeling amat berbeda dengan intuisi. Feeling dihasilkan dari perasaan kita, biasanya bersumber dari emosi. Sedangkan intuisi adalah berupa petunjuk, dorongan, perintah, jawaban yang datang dengan tiba-tiba dan cepat, tanpa melewati proses penalaran, pencarian, pemikiran, atau perenungan sebelumnya.
Intuisi selalu datang tiba-tiba, tanpa bisa direncanakan dan kita tidak pernah bisa menebak kapan ia akan datang. Bisa ketika sedang serius, bisa ketika sedang santai, bisa ketika sedang di jalan, sedang bekerja, sedang mandi, mau tidur, ia bisa datang kapan pun tanpa di bisa di tebak.
Ajaibnya, seringkali intuisi ini tidak pernah meleset dan saya berani mengklaim keakuratannya bisa mencapai 100%.Â
Banyak pengalaman saya yang bisa membuktikannya. Misal: pada waktu itu ketika saya sedang berjalan-jalan di Gramedia, tanpa alasan yang jelas saya terdorong berjalan ke jajaran rak buku tertentu, lalu saya menemukan sebuah buku yang kelihatan nya tidak menarik sama sekali, tapi entah kenapa saya tiba-tiba ingin dan terdorong untuk membeli nya.Â
Benar saja, ketika saya beli dan buka isinya, wow, jawaban yang selama ini saya cari-cari ternyata ada di buku tersebut! Sontak saya merasa bahagia, ibarat orang yang berhasil menemukan harta karun berharga yang sangat berarti bagi hidup saya.
Masih banyak lagi pengalaman-pengalaman lain mengenai keajaiban intuisi ini, saya tak mungkin bisa menceritakannya satu persatu, namun hingga sampai sekarang saya sama sekali tidak pernah menyesal mengikuti intuisi, malah saya merasa setiap keputusan yang saya pilih berdasarkan kata hati selalu berujung tepat, akurat, terjadi dan mengejutkan.
Bila saya runut kebelakang dan mencoba untuk menyambungkan titik-titik masa lalu, saya melihat tidak ada keputusan yang salah dan harus saya sesali hingga saya sampai di titik ini.
Ketika intuisi mendorong saya untuk resign dari pekerjaan, ajaibnya tidak lama kemudian tiba-tiba ada saja tawaran pekerjaan, ada saja yang menawari kerja. Saya hampir tidak pernah menganggur selepas SMA.
Saya sudah memiliki 4 kali pengalaman kerja yang rata-rata durasinya adalah satu tahun, paling lama 3 tahun. Di usia yang belum genap 25 tahun. Masih muda kan? :)
Selama masa-masa pindah dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain itu, tidak pernah saya rencanakan. Saya tidak akan pernah tahu kenapa saya harus bekerja atau resign dari pekerjaan tersebut, kalau saya tidak memutuskan mengikuti intuisi saya.
Setelah di renungkan ternyata, "Oh saya kerja di situ itu supaya dapat pengalaman X", "Oh saya kerja di situ itu supaya bisa kenal sama si A dan terjadi X", "Oh saya harus resign dari situ supaya bisa kerja di X dan mendapatkan keterampilan X".Â
Sekarang coba kita ubah skenarionya, andai saja saya tidak memutuskan bekerja atau resign dari salahsatu pekerjaan itu, mungkin saya tidak akan punya pengalaman A, tidak akan pernah kenal dengan si B dan terjadi C, dan tidak akan bisa kerja di D dan mendapat keterampilan E.
Semua mungkin harus seperti itu jalannya. Inilah yang disebut bersatu dan mengalir dengan rencana Tuhan.Â
Sampai sekarang saya masih mempunyai rencana dan tujuan, namun pada saat mengeksekusi dan meraih tujuan itu, saya juga harus mengalir, harus fleksibel bila ternyata realita yang didapat tidak sesuai dengan yang direncanakan, karena mungkin ada rencana Tuhan di situ.Â
Namun saya yakin tidak semua orang berani mengikuti dan percaya pada intuisinya. Beberapa orang kadang takut dan tidak mau ambil resiko padahal peluang besar mungkin sudah menunggu di ujung sana.Â
Contohnya, pagi ini secara tidak sengaja dan seperti sebuah kebetulan, saya menemukan dan membaca sebuah artikel yang relevan dengan bahasan kita kali ini.
Beranikan Bermimpi Besar!
Suatu hari seorang pria mendatangi Bosnya dan mengatakan secara halus bahwa ia ingin mengundurkan diri dari pekerjaannya, ia pun lantas berkata, "Anda tahu, saya akan melakukan hal gila ini dan saya akan memulai perusahaan ini dengan menjual buku secara online".
Lalu si Bos pun menjawab, "Ayo jalan-jalan"
Mereka berdua kemudian berjalan-jalan dan mengobrol di Central Park, Newyork City.
Setelah hampir dua jam mengobrol, si Bos pun akhirnya menanggapi keinginan pria ini. "Kamu tahu, ide itu sebenarnya terdengar sangat bagus bagi saya. Tapi itu akan menjadi ide yang lebih baik untuk seseorang yang belum memiliki pekerjaan. Kamu punya 48 jam untuk memikirkannya sekali lagi sebelum membuat keputusan terakhir!"
Si pria itu kemudian pulang ke rumahnya dan mulai mendiskusikan keinginannya itu dengan istrinya. Apa jawaban istrinya?
"Kamu bisa mengandalkanku 100% apapun yang kamu lakukan."
Bayangkan, ia mengizinkan suaminya untuk meninggalkan karir yang jelas dan gajinya yang tetap hanya untuk sesuatu yang gila dan tidak pasti.
Dengan mantap, akhirnya si Pria itupun memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya dan memulai mimpi gila nya itu.
Dia mulai bekerja di kantor pertama di garasi rumahnya sendiri seperti ini.
Sekarang skenarionya coba kita ubah, seandainya dulu Jeff Bezos tidak membuat keputusan untuk resign dari pekerjaannya itu, apakah ia akan menjadi seperti sekarang ini? Belum tentu.
Sekarang kita simak bersama-sama keterangan Jeff Bezos terkait pemikiran yang melatarbelakangi keputusannya itu.
"Saya ingin memproyeksikan diri saya ke usia 80 dan berkata, 'Oke sekarang saya melihat kembali kehidupan saya'. Saya ingin meminimalkan jumlah penyesalan yang saya miliki. Saya tahu bahwa ketika saya berusia 80 tahun, saya tidak akan menyesal telah mencoba ini. Saya tidak akan menyesal untuk berpartisipasi dalam hal yang disebut internet yang saya pikir akan menjadi sesuatu yang sangat besar."
Kita bisa melihat Jezz Bezos bisa sukses setelah resign dari pekerjaan nya karena ia memiliki 3 hal berikut :
Pertama, ia mempunyai dreams, goals, tujuan yang jelas. Sesuai dengan kemampuan, kapasitas dan keahliannya di bidangnya waktu itu.
Kedua, ia tahu dari mana memulai dan bagaimana cara mewujudkan mimpinya itu.
Ketiga, ia mampu melihat peluang besar di masa depan, sehingga bisa yakin akan idenya itu.
Jadi saya pikir, selama kita mempunyai ketiga modal tersebut, kita juga pasti bisa kok meraih mimpi yang kita inginkan. Namun hasilnya akan konyol apabila kita memutuskan resign dari pekerjaan tanpa punya tujuan, goals, dreams yang jelas, tidak tahu harus memulai dan berkarir di bidang apa, dan tidak bisa melihat peluang. Itu sih namanya bunuh diri.
Saya sendiri kenapa memutuskan untuk resign dari pekerjaan, pertama karena saya percaya pada intuisi, kedua punya tujuan dan goals yang jelas, ketiga sudah punya rencana bagaimana memulai dan mewujudkannya dan keempat percaya ada peluang besar di depan sana yang sedang menanti saya. :)
Masalah nanti apakah mimpi itu akan terwujud atau tidak, biarlah Tuhan yang mengatur. Yang penting kan kita sudah mencoba untuk berusaha. Betul tidak?
Satu hal yang perlu anda ingat, membuat dreams itu gratis! Tidak masalah kalau orang lain berpikir mimpi kita itu terlalu mustahil, mengada-ada atau tidak mungkin. Toh kita sendiri yang menjalani.
Karena terkadang diperlukan sebuah kegilaan untuk merealisasikan mimpi yang besar.
Akhir kata, saya ingin mengutip kembali quotes dari Jeff Bezos yang berbunyi, "Saya tahu bahwa jika saya gagal, saya tidak akan menyesalinya. Tetapi saya tahu satu hal yang mungkin saya sesali adalah tidak pernah mencoba."
Mari kita mulai sebuah kegilaan ini...***
Sahabat Anda
Reynal Prasetya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H