Pada saat kita jatuh cinta, kita tak ubahnya seperti orang mabuk. Hormon di dalam tubuh menjadi tidak seimbang. Ketika hormon adrenaline, dopamine, norepinefrine, kortisol, dalam tubuh meninggi, lalu kemudian hormon serotonin kita menurun, maka kita akan merasakan sensasi dan perasaan yang berbeda-beda.
Hormon dopamine misalnya, ketika kadar hormon ini meningkat maka kita akan merasakan perasaan senang atau euforia.
Dopamine juga bisa menyebabkan candu, karena menciptakan rasa senang, semakin kita menemukan kesenangan pada sesuatu hal, maka dopamine dalam otak akan aktif, sehingga kita menjadi ketagihan, lagi lagi dan lagi.Â
Selanjutnya adrenaline berfungsi menciptakan sensasi deg-degan, membuat degup jantung berdetak dengan kencang, tangan berkeringat tak ubahnya seperti sedang bermain paralayang.
Lalu ketika serotonin menurun, akhirnya kita jadi terfokus pada satu hal (seseorang). Kita menjadi terfiksasi dengannya, sering memikirnya, kita menganggap semua hal menjadi tidak penting kecuali dirinya.
Apa yang anda anggap mengalir dalam pembuluh darah, dalam tubuh anda ketika anda merasa mau, naksir atau tertarik dengan seseorang, bukanlah suatu energi yang anda sebut sebagai "Cinta" melainkan gejolak kimia.Â
Anda sedang menikmati cocktail kimia dalam kepala anda. Itulah kenapa sebabnya orang-orang juga sering menyebut cinta sebagai chemistry, karena mereka sedang menikmati chemical atau senyawa kimia yang mengalir di tubuhnya.
Berdasarkan sains, secara sederhananya cinta dapat disimpulkan sebagai proses biologis. Sebagai sesuatu yang sangat ilmiah.
Sehingga, kini cinta bukan saja menjadi urusan hati, namun juga otak!.Â
Mungkin anda masih ingat dengan lirik lagu Agnes Monica berikut ini :Â
Cinta ini kadang-kadang tak ada logika
Ilussi sebuah hasrat dalam hati
Dan hanya ingin dapat memiliki
Dirimu hanya untuk sesaat