Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Baca cerita terbaru saya disini : https://www.wattpad.com/user/Reypras09

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Covid-19, Nasib Para Pekerja dan Ancaman Resesi Ekonomi

13 April 2020   12:04 Diperbarui: 13 April 2020   12:23 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pedagang kecil (Sumber : kompas.com)

Kita sudah sama-sama menyaksikan dan mendengar beritanya sendiri bahwa, serangan Covid-19 memang benar-benar mampu meluluhlantakkan segala aspek kehidupan manusia. 

Bahaya Covid-19 bukan hanya mengancam kesehatan saja, lebih dari itu, pandemi yang bermula dari kota Wuhan ini juga terbukti memukul perekonomian dunia, tak terkecuali Indonesia.

Sejak diberlakukannya social distancing, lalu physical distancing yang diikuti dengan instruksi pemerintah untuk melakukan semua aktifitas dirumah, kita melihat banyak beberapa perusahaan yang mulai kelabakan. 

Tak ketinggalan para buruh sektor informal, UMKM, pedagang keliling, yang sehari-harinya mengandalkan pemasukan dengan bergantung kepada pergerakan dan mobilitas manusia harus ikut merasakan dampaknya.

Belum sebentar lagi mayoritas umat muslim akan menghadapi bulan Ramadhan, tentu saja kebutuhan dan ketersediaan pangan sudah mulai mereka pikirkan.

"Belum beli telur, belum beli beras, belum beli ayam, belum lagi beli minyak, dari mana uangnya?". Begitu keluhnya. 

Karena mereka yang mayoritas para buruh pabrik, para karyawan swasta, para guru honorer terpaksa harus dirumahkan, bahkan ada yang terkena PHK.

Untuk wilayah Jawa Barat saja, berdasarkan data yang di himpun dilaman tirto.id, hingga 5 April 2020 ada sekitar 1.476 Perusahaan/Industri dan 53.465 pekerja/buruh yang terkena dampak Covid-19.

Dari data tersebut, sebanyak 34.365 pekerja terpaksa harus diliburkan, sebanyak 14.053 pekerja harus dirumahkan dan sebanyak 5.047 pekerja terkena PHK.

Ini baru skala Provinsi, belum skala Nasional. belum lagi mereka para pekerja dan perusahaan/industri yang belum masuk dalam data lembaga terkait. 

Faktanya banyak sekali mereka yang benar-benar tidak bisa bekerja dirumah, ketika sekolah diliburkan, pabrik diliburkan, mereka para pekerja/buruh yang tidak bisa bekerja secara daring dan hanya mengandalkan mobilitas manusia dalam mencari nafkah tidak bisa berbuat banyak.

Meski kabarnya Pemprov Jabar sendiri berencana akan memberikan jaminan sosial sebesar Rp 500.000 perbulan kepada mereka yang terdampak, selama masa darurat covid-19, namun belum tentu itu bisa benar-benar mengganti kebutuhan masyarakat.

Apalagi jika situasi ini terus berlanjut hingga menjelang hari lebaran, bagaimana nasib para perantau yang harus diliburkan atau dirumahkan?. Mereka yang tadinya bisa pulang kampung dengan bahagia, bisa bagi-bagi THR untuk adik-adik, atau keponakan, kini harus ikhlas dengan ketidakpastian yang entah kapan berakhirnya.

Begitupun dengan Program kartu prakerja yang diluncurkan pemerintah pusat yang kabarnya sudah dibuka pendaftarannya pada 11 April kemarin, belum tentu bisa mengakomodir kebutuhan para pekerja/buruh yang terdampak. 

Meski anggarannya sendiri ditambah menjadi 20 triliun dari rencana awal 10 triliun, namun tentu tak semua orang bisa mendapat program ini secara cuma-cuma.

Yang jelas, bagi mereka pekerja pabrik/industri, buruh harian yang tinggal di pelosok-pelosok daerah, para pedagang kecil yang sehari-harinya berjualan disekolah, dipasar dan tidak begitu paham dengan teknologi, ataupun internet, sepertinya akan kesulitan mendapatkan manfaat dari program ini.

Pasalnya, pelatihan-pelatihan yang berbasis daring mungkin tidak begitu mereka butuhkan, kecuali bagi para milenial yang memang sudah melek internet, paham dan ngerti teknologi.

Bantuan langsung tunai atau sembako sepertinya lebih mereka butuhkan ketimbang program pelatihan-pelatihan yang dibiayai oleh pemerintah.

Kita juga tahu bahwa, permasalahan saat ini tidak mungkin bisa diselesaikan hanya oleh pemerintah, karena setiap solusi yang ditawarkan pun akan selalu ada batasnya. Akan selalu ada kekurangannya.

Artinya kita sebagai masyarakat yang ada dalam posisi aman secara finansial dan tidak terlalu terdampak, bisa ikut berkontribusi membantu mereka yang tengah kesusahan. Membantu mereka yang sedang membutuhkan.

Bagaimanapun, diinginkan atau tidak, ancaman resesi ekonomi sudah ada didepan mata. Bahkan bisa dibilang sudah terjadi. Kita harus bisa survive ditengah situasi seperti sekarang ini.

Dalam Wikipedia sendiri, secara sederhananya, resesi ekonomi berarti, "Kemerosotan di bidang ekonomi". Bila keadaan ini terus berlangsung lama, dalam waktu yang tidak ditentukan, maka keadaan ini bisa memicu terjadinya krisis ekonomi.

Keadaan resesi ekonomi ini secara natural, bisa juga memicu prilaku manusia menjadi takut mengeluarkan uang. Ketika banyak orang mulai takut mengeluarkan uang, maka otomatis tidak ada perputaran uang dan aliran ekonomi bisa tiba-tiba macet.

Yang bisa kita lakukan disaat situasi seperti ini adalah, ikut berkontribusi sebisa mungkin, bantu mereka yang sedang terdampak. Larisi, dagangan mereka para pedagang kecil, pedagang kaki lima yang hingga saat ini masih menggantungkan hidup dengan berjualan.

Ilustrasi pedagang kecil (Sumber : kompas.com)
Ilustrasi pedagang kecil (Sumber : kompas.com)
Atau yang akhir-akhir ini ramai dilakukan oleh orang yang tinggal dikota, pesan makanan melalui ojol, lalu berikan makanannya dengan sukarela.

Membantu juga bukan hanya dengan uang, kita bisa membantu mempromosikan dagangan teman misalnya, atau siapapun yang terdampak dan mengalami penurunan omset.

Krisis kesehatan yang terjadi saat ini berpotensi memicu krisis ekonomi dan kalau terus dibiarkan maka akan memicu krisis sosial. Situasi dimana angka kejahatan meningkat, terjadi chaos dimana-mana, penjarahan dimana-mana.

Karena manusia bisa hilang kendali, menjadi irasional ketika sedang merasa lapar. Apapun bisa dilakukan, meski itu harus melanggar aturan dan merugikan orang lain.

Fenomena panic buying, adalah salahsatu bukti nyata bahwa, beberapa orang takut kelaparan, takut segala kebutuhan pangannya tidak tercukupi. 

Tentu kita tidak ingin situasi ini terjadi, kita bisa bersama-sama, mencegah situasi itu dengan saling membantu, dengan kekuatan dan kemampuan kita masing-masing. 

Saat ini, kita sedang berada dalam situasi yang tidak menentu, kita tengah berjuang melawan ketidakpastian, kita melihat angka kasus Covid-19 di Indonesia masih terus naik, kita hanya bisa berharap wabah ini segera berakhir, sambil terus waspada, menjaga diri, melakukan antisipasi.

Dalam sebuah peristiwa pasti akan selalu ada hikmah yang bisa kita ambil, kita melihat tidak semua sektor usaha ikut terpuruk, karena ternyata adapula beberapa sektor usaha yang malah mengalami peningkatan omset di tengah pandemi saat ini.

Covid-19 membuat beberapa sektor usaha tiba-tiba mengalami kenaikan omset, salahsatunya pembuat aplikasi-aplikasi virtual meeting seperti Zoom, malah merasa diuntungkan dengan situasi sekarang ini.

Begitupun dengan sektor E-commerce, aplikasi kesehatan, aplikasi olahraga, aplikasi hiburan dan gim daring, mengalami peningkatan omset yang cukup tinggi.

Artinya, kita bisa mulai berpikir untuk mengganti dan memulai pekerjaan baru. Lalu mengatur ulang strategi untuk bisa survive kedepannya.

Zaman semakin berubah dari waktu ke waktu. Kemampuan adaptasi kita di era digital seperti sekarang ini menentukan keberlangsungan hidup kita dimasa mendatang.

Salam...

Reynal Prasetya

Referensi : [1] ; [2] ; [3] ; [4]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun