Mohon tunggu...
Reynal Prasetya
Reynal Prasetya Mohon Tunggu... Penulis - Broadcaster yang hobi menulis.

Penyuka Psikologi, Sains, Politik dan Filsafat yang tiba - tiba banting stir jadi penulis Fiksi. Dukung dan kunjungi channel Karyakarsa : Reynal Prasetya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Barangnya yang Mahal atau Kita Takut Mengeluarkan Uang?

13 Januari 2020   23:23 Diperbarui: 14 Januari 2020   16:09 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pedagang di Trotoar oleh Thach Tran - Foto: pexels.com

Dalam hal jual beli, yang namanya tawar menawar itu adalah hal yang lumrah dan wajar. Namun menjadi tidak wajar bilamana si pembeli menawar harga dengan sangat keterlaluan kepada si penjual.

Sudah untungnya kecil, ditawar pula. Apa jadinya yang dirasakan oleh si penjual jika diperlakukan seperti ini?

Apalagi jika ia hanya seorang pedagang kecil yang tidak terlalu mendapat keuntungan yang besar dari barang yang ia jual, ah tidak bisa dibayangkan bila kita berada dalam posisi si pedagang ini.

Menawar umumnya adalah suatu upaya seorang pembeli dalam menurunkan harga, istilah kerennya negosiasi. Jika ada negosiasi pasti ada yang namanya kesepakatan.

Nah, "kesepakatan" inilah yang seringkali dirasa tidak menguntungkan bagi si pedagang. Secara verbal sih si pedagang menyepakati harga yang diinginkan oleh si pembeli, namun dalam hatinya mungkin si pedagang, bisa saja tidak terima dengan harga yang diajukan oleh si pembeli.

Bukankah pada saat setelah kita membeli sesuatu, si pedagang seringkali melantunkan do'a-do'a untuk kita?

"Makasih ya mas/mbak, semoga rezekinya lancar, tambah banyak, tambah berkah."

Ditambah lagi dengan senyum bahagia si pedagang karena anda telah membeli barang dagangannya sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh si pedagang.

Lain hal jika si pedagang ditawar dengan harga yang tidak sesuai dengan keinginannya, apalagi jika menawarnya sampai keterlaluan. Dalam hatinya mungkin terbersit umpatan, "Dasar miskin, pengennya murah! bilang aja ga punya duit!" 

Ilustrasi tawar menawar (Sumber : Smile! via sheknows.com)
Ilustrasi tawar menawar (Sumber : Smile! via sheknows.com)
Nah lho, tanpa sadar ini bisa menjadi do'a bagi si pembeli. Ditambah muka kecut dari si pedagang yang tidak terima barang dagangannya ditawar tanpa memperdulikan perasaan terdalamnya.

Kalau anda seorang pedagang, anda pasti pernah mengalami hal ini? Mungkin rasanya jengkel bukan? Bila anda diperlakukan seperti itu?

Kalaupun Anda adalah seorang pembeli yang sering menawar, pastikan si pedagang ikhlas atas tawaran yang anda berikan. Tanya saja, apakah ia ikhlas jika barangnya ditawar sekian harga. Kalau tidak, lebih baik beli saja sesuai dengan harga yang telah ia tetapkan. 

Jika anda adalah seorang pedagang, anda pasti seringkali sulit membedakan antara orang yang punya duit tapi ragu untuk beli, ada orang yang sok-sokan mau beli tapi tidak punya duit? Lucu bukan?

Jangan sampai deh anda menjadi tipe orang yang kedua hehehe.

Jika dikuliti lebih dalam, perasaan apa yang sebenarnya melatarbelakangi kebiasaan menawar yang tidak wajar seperti itu, adalah perasaan takut mengeluarkan dan kekurangan uang. 

Makanya tidak heran, orang yang seringkali ngirit dalam hal finansial, kok sepertinya uangnya tidak nambah-nambah? Padahal secara hitungan matematis kan harusnya uangnya makin banyak?

Kalau kita perhatikan gaya hidup orang yang kaya, jarang sekali kan kita melihat mereka ngirit banget? Gaya hidupnya kok kelihatan royal dan boros banget. Padahal mengeluarkan uang bagi mereka itu ya mungkin sebenarnya sudah biasa. Ngapain takut kehabisan uang, toh gampang dapetinnya. Begitu mungkin teriak mindset mereka.

Beda halnya dengan mindset orang yang punya mental kekurangan (baca: miskin) yang seringkali kita lihat, kok sepertinya mereka takut sekali mengeluarkan uang? Sangat ngirit dan melekat sekali dengan uang? 

Jangan-jangan prasangka dan perasaan mereka sendiri yang sebenarnya mengundang realita kekurangan itu? 

Balik lagi ke soal tawar menawar, jika anda adalah seorang pedagang, akan lebih baik bila orientasi anda mengedepankan kualitas dan pelayanan, yang tidak hanya mengundang orang yang mencari harga murah saja. 

Sehingga orang berani bayar dengan harga tinggi karena kualitas barang yang anda jual memang tidak diragukan dan pelayanannya memuaskan.

Strategi marketing dengan cara memurahkan harga dengan sangat bombastis itu memang bagus, namun tentu saja yang anda undang pun, ya orang-orang yang cuma cari harga murah saja. 

Kalau ada toko atau orang lain yang jual lebih murah lagi dari anda, ya sudah pasti mereka akan pindah ke toko lain atau orang itu. Kalau ada yang lebih murah kenapa tidak, begitu mungkin prinsip mereka. 

Perusahaan iPhone saja tidak pernah memperdulikan apakah produk yang mereka jual mahal atau tidak, mereka hanya fokus pada inovasi dan kualitas. Namun tetap saja, meski dinilai kebanyakan orang bahwa harga iPhone itu cenderung mahal, tapi tetap saja kan ada pelanggan dan pemakainya?

Saya sendiri sebagai seorang pembeli tidak pernah merasa keberatan untuk membayar harga yang tinggi, jika barang yang ditawarkan memang berkualitas dan pelayanannya memuaskan. Dari pada beli barang murah tapi tidak tahan lama dan pelayanannya tidak memuaskan kan percuma?

Karena orang yang punya mental kekurangan, biasanya hanya mencari harga yang murah tanpa memperdulikan soal kualitas. Tapi ada juga sih orang yang pengennya barang yang bagus, berkualitas, tapi ia tidak berani membayar dengan harga yang tinggi. 

Nah yang menarik adalah, bagi orang yang punya banyak uang dan sudah tidak lagi melekat pada uang, suatu barang yang harganya tinggi pun mereka anggap murah. Lain hal dengan orang yang punya banyak uang namun mereka enggan mengeluarkan uang, barang yang sebenarnya sudah murah pun disebut mahal. Sangat beda bukan?

Satu lagi yang perlu anda ingat, ketika kita membeli sesuatu, tentu kita mengeluarkan uang, namun pada hakikatnya di level spiritual sebenarnya kita sedang berbagi rezeki kepada orang lain. 

Karena sejatinya, kita tidak pernah punya apa-apa karena semua adalah titipan. Lantas mengapa kita begitu berat mengeluarkan uang yang sebenarnya itu hanyalah jatah orang lain yang dititipkan Tuhan melalui kita?

Sekali lagi, tawar menawar dalam hal jual beli itu wajar, tapi pastikan sebelum anda mengatakan suatu barang itu mahal, tanyakan terlebih dulu pada diri anda sendiri, "Ini barangnya yang mahal, atau sayanya yang takut mengeluarkan uang ya?"

Selamat menggeser mental kekurangan, menjadi mental keberlimpahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun